Aku adalah seorang gadis kampung yang lahir disebuah desa di Yogyakarta. Setelah dewasa, aku ke Bandung untuk kuliah disana. Kota yang terkenal akan Gedung Sate itu adalah suatu hal yang sangat aku dambakan untuk mendatanginya sejak SMA. Aku diterima di jurusan Akuntansi disebuah universitas terkenal disana dengan jalur tes dan mendapatkan beasiswa. Aku tidak menyangka akan sampai di tahap ini hingga aku bertemu teman-teman baru disana dan disinilah kisah cinta itu dimulai.
Aku, Fitri, dan Bagas sahabatan sejak awal masuk kuliah. Karena kami sering bareng kelasnya dan sefrekuensi denganku membuat kami menghabiskan waktu bersama hingga kami dekat dan menjadi sahabat. Memang benar kata orang, sahabatan cowok cewek itu tidak ada yang murni, pasti ada salah satu yang jatuh cinta atau malah keduanya.
Setelah dosen menyampaikan materi di depan kelas, saatnya kami untuk pulang. Karena kelas telah selesai, kami bergegas untuk hangout ke cafe. Karena Fitri bawa kendaraan roda dua sendiri, jadi aku ingin  nebeng dengannya. Saat akan naik kendaraan roda dua Fitri, tiba-tiba Bagas ngomong sesuatu kepadaku.
"Miranda, tunggu. Kamu nebeng sama aku aja, ya. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu!" ucap Bagas seraya menatap kearahku.
"Hmmm... oke deh, Bagas!" ucapku singkat ke Bagas seraya naik ke kendaraan roda dua Bagas.
Setelah minta maaf ke Fitri karena tidak nebeng dengannya, aku dan Bagas melaju dengan kendaraan roda dua. Sepanjang perjalanan, kami mengobrol banyak hal. Ternyata Bagas hanya butuh teman ngobrol, aku kira membahas sesuatu yang penting. Sesampainya di cafe, kami terlebih dahulu memesan makanan karena sudah lapar. Fitri nyusul karena ngisi minyak dulu di pom bensin. Saat aku akan menyeruput minuman, tiba-tiba Bagas berlutut dihadapanku.
"Bagas kamu ngapain? Berdiri, gih, malu diliatin orang banyak!" ucapku seraya menatap kearah Bagas.
"Sebentar Mir, aku mau ngomong hal penting ke kamu. Biar aja orang ngeliatin, kamu fokus aja ke aku!" ucap Bagas seraya menggenggam tanganku.
"Kamu mau ngomong apa Bagas? Kenapa harus berlutut seperti ini?" tanyaku dengan penuh selidik kepada Bagas.
"Miranda Putri, kita sudah sahabatan sejak tiga bulan belakangan ini. Sejak pertama melihatmu aku langsung jatuh hati kepadamu. Kamu sangat menawan dan baik hati. Aku tertarik akan kerendahan hatimu. Miranda, maukah kamu jadi pacarku?" tanya Bagas seraya menatap kearahku.
"Bagas, aku juga merasakan hal yang sama kepadamu. Iya, aku mau jadi pacarmu!" ucapku dengan mata berkaca-kaca karena terharu dengan Bagas.
"Yes... Miranda My Queen!" ucap Bagas dengan suara lantang seraya teriak kegirangan dan diliatin banyak orang.
Aku menghentikan tindakan Bagas karena memalukan dihadapan orang banyak. Tanpa aku sadari, Fitri sudah berdiri dihadapanku. Karena barusan melihat Fitri, aku pun menyuruh Fitri kesini dan menceritakan kalau aku dan Bagas sudah jadian. Tapi, keliatannya Fitri tak suka kami jadian. Mungkin Fitri berpikir kalau kami akan meninggalkannya. Aku mencoba meyakinkan Fitri.
"Fit, walaupun kami jadian, kami akan terus menjadi sahabatmu. Cuma status kami aja yang beda, tapi kita bertiga tetap sahabatan!" ucapku seraya memeluk Fitri.
"Iya, aku tau kok!" ucap Fitri singkat kepadaku seraya melepas pelukanku.
Entah kenapa, aku merasa kalau Fitri dari tadi sikapnya aneh ke kami. Padahal, kami jadian atau tidak, kita akan tetap sahabatan. Aku menepis perasaanku ini karena melihat sikap Fitri. Mungkin Fitri shock karena tiba-tiba kami jadian. Aku juga tidak nyangka akan jadian dengan sahabat sendiri. Aku mengajak Fitri untuk ngobrol, tapi dia seakan acuh tak acuh dengan kami. Mungkin Fitri perlu menyesuaikan diri dengan status kami saat ini. Kami akan beri Fitri waktu hingga dia bisa bersikap seperti saat kami mengenalnya awal menjadi anak kuliahan.
***
Beberapa bulan kemudian, Fitri semakin menjauh dari kami. Dia selalu saja menghindar dari kami jika diajak nongki bareng. Padahal, hal ini adalah hal wajib kami nongki setiap minggunya untuk melepas penat setelah aktivitas kuliah yang padat. Semenjak aku jadian dengan Bagas, kami jarang ngumpul bertiga. Aku rindu suasana yang dulu kemana-mana bertiga.
"My Queen, sudahlah. Mungkin Fitri sibuk dengan aktivitasnya di kampus yang banyak ikut organisasi. Lain waktu kita ajak dia, ya. Please jangan cemberut My Queen, nanti cantiknya hilang loh!" ucap Bagas seraya membelai rambutku.
"My King, tapi aku rasa ada yang mengganjal di hatiku setelah kita jadian. Iya, lain waktu kita ajak Fitri untuk ngomong terus terang ke kita ada apa sebenarnya!" ucapku seraya tersenyum paksa di depan Bagas karena tidak ingin berdebat dengannya.
Keesokan harinya, setelah perkuliahan selesai, aku dan Bagas mengajak Fitri untuk ngobrol di taman kampus. Alhamdulillah Fitri mau diajak ngobrol kali ini dan semoga ada titik terang ada apa sebenarnya dengan Fitri selama ini. Aku tidak mau jika Fitri ada masalah dan disimpan sendiri. Padahal, kami sahabatnya mau mendengarkan keluh kesahnya dan mencarikan solusinya.
Sesampainya di taman kampus, aku dan Bagas menghampiri Fitri yang sedang bermain gawai. Aku menepuk pundak Fitri dan tersenyum sumringah kepadanya, tapi Fitri hanya tersenyum paksa. Fitri yang tidak mau basa basi pun meminta kami untuk bicara to the point kepadanya karena tiga puluh menit kemudian Fitri ada acara kampus.
"Fit, ada apa sebenarnya? Kenapa kamu seakan mengacuhkan kami? Please jawab, Fit!" ucapku seraya memohon kepada Fitri.
"Oke, aku akan jawab. Semenjak aku mendengar kalian jadian di depan mataku, aku sebenarnya cemburu karena aku juga mencintai Bagas semenjak pertama bertemu. Aku menghindar dari kalian karena aku tidak ingin merusak hubungan kalian. Aku menyibukkan diri di beberapa organisasi kampus agar bisa melupakan Bagas dan hubungan kalian. Tapi, tidak bisa Miranda. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada Bagas. Karena sesak didadaku tak tahan lagi, aku minta kalian milih antara cinta atau sahabat?" tanya Fitri dengan mata berkaca-kaca kepada kami.
"Fit, maafkan aku. Aku tidak tau kamu mencintai Bagas. Tapi, aku cinta sama Bagas dan kamu adalah sahabatku. Aku tidak bisa memilihnya karena itu adalah pilihan yang sulit Fitri!" ucapku dengan mata berkaca-kaca kepada Fitri.
Bagas diam tanpa sepatah katapun karena tidak menyangka akan begini jadinya. Semenit kemudian, Bagas hanya bisa bilang maaf atas semua ini dan cinta tidak bisa dipaksa. Bagas sangat mencintaiku dan Bagas sayang ke Fitri sebagai sahabatnya, tidak lebih. Mana mungkin, dia bisa memilih antara cinta atau sahabat karena kasih sayang sebagai sahabat lain dan kasih sayang kepada orang yang dicintai lain. Fitri malah memilih mundur dan menganggap persahabatan kita bubar karena kami tidak mau putus atau melepaskan dia sebagai sahabat kami.
Sebulan kemudian, aku menjalani hari-hariku seperti biasa tanpa Fitri. Bahkan kami sekarang hanya berdua karena mencari sahabat tidak segampang mencari teman. Terimakasih Fitri sudah menjadi sahabat kami walaupun hanya sesaat. Kami tidak akan pernah melupakanmu dan kami akan tetap menunggu kehadiranmu berkumpul bersama seperti dulu lagi.
~END
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H