Mohon tunggu...
Diva Syafa
Diva Syafa Mohon Tunggu... Tutor - Tutor Qanda

Saya suka meluapkan perasaan saya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Jalan Cinta

31 Agustus 2023   16:18 Diperbarui: 31 Agustus 2023   16:22 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pexels.com/Liza Summer

Aku adalah seorang anak yang terlahir dengan kehidupan sederhana tanpa seorang ayah. Ayahku sudah dipanggil Tuhan saat usiaku masih sangat belia, sekitar umur 5 tahun. Hingga aku dewasa, aku dibesarkan oleh ibuku yang single parent yang berjuang keras agar aku bisa merasakan duduk di bangku perguruan tinggi. Berbekalkan semangat dan usaha, akhirnya aku diterima dengan beasiswa disebuah perguruan tinggi ternama di kotaku. Aku tidak berani ngambil kuliah jauh-jauh karena tidak mau meninggalkan ibuku seorang diri.

Awal perkuliahan sangat menyenangkan, punya banyak teman dan bisa kenal dengan senior hebat membuatku masuk ke dalam sebuah organisasi kampus hingga aku mengenal seorang cowok yang bernama Yogi. Dia sangat baik dan perhatian padaku. Karena kami sefakultas, jadi kami sering ketemu bareng dan suatu hari Yogi menyatakan perasaannya kepadaku.

Aku kaget saat Yogi menyatakan perasaannya padaku karena setauku Yogi adalah orang yang terkenal di kampus dan digandrungi banyak cewek cantik. Aku menerima Yogi sebagai kekasihku saat itu dan kami pacaran. Awal pacaran memang biasa saja, kami selalu menghabiskan waktu bareng di kampus maupun luar kampus. Kegiatan demi kegiatan kami lakukan bersama.

"Tia sayang, nanti kita pergi event charitykan?" tanya Yogi seraya menatap netraku.

"Iya Yogi sayang, aku pasti pergi kok. Kamu ikut juga kan?" tanyaku kepada Yogi.

"Ya pasti dong sayang, inikan event wajib kita tiap bulan agar kita bersyukur dengan apa yang kita miliki!" ucap Yogi seraya tersenyum sumringah kepadaku.

Aku mengangguk tanda setuju dengan perkataan Yogi karena apa yang dikatakannya itu benar. Aku beruntung memiliki kekasih yang baik, perhatian, pintar, dan peduli pada sesama. Aku merasa dia adalah lelaki sempurna yang selalu membuatku terpukau akan kebaikan yang ada dalam dirinya. Aku jadi termotivasi untuk ikut kegiatan positif seperti ini.

Beberapa bulan kemudian, hubungan kami semakin harmonis tanpa adanya gangguan hingga datang seorang cewek yang ingin mengikuti event yang diketuai oleh Yogi. Kulihat dari tatapannya ke Yogi, beda seperti teman cewek pada umumnya, seperti tatapan seorang cewek yang menyukai seorang cowok. Aku bisa merasakan hal itu, tapi kenapa dia baru muncul? Siapa dia? Kenapa selama ini dia tak pernah nampak disini? Aku bermonolog dalam hati.

Aku tidak mau bernegatif thinking dulu9 kepada. Ada baiknya aku cari tau sendiri siapa dia. Aku nekat menanyakan kepada teman-temanku dan ternyata ada yang mengenalnya. Dia adalah mantan pacar kekasihku saat masih SMA. Dia putus gara-gara ikut papanya ke luar negeri karena urusan pekerjaan. Tak tau kenapa, baru semester ini dia pindah kesini dan ikut organisasi kampus. Aku positif thinking karena selama ini Yogi itu orangnya setia.
***
Setahun kemudian hubungan aku dan Yogi agak renggang gara-gara ribut karena kemunculan mantan kekasihnya. Yogi tidak mengindahkan perkataanku karena dia tergoda oleh mantan yang lebih cantik dariku. Aku sedih dan kecewa melihat sikap Yogi seperti ini hingga akhirnya aku nekat mengajak cewek yang bernama Dania itu bertemu denganku disebuah cafe.

"Dania, langsung to the point aja, aku ini pacarnya Yogi dan kamu cuma mantannya. Tolong jauhi Yogi karena aku tidak suka melihat kamu mengganggu pacarku!" ucapku seraya menyeruput minuman yang ada didepanku.

"Kamu jangan blagu ya, jadi cewek. Suka-suka aku dong, lagian aku nggak ada niatan untuk ngerebut cowok kamu. Kalau cowok kamu yang suka samaku itu bukan salahku!" ucap Dania seraya menatap tajam netraku.

Aku hanya geleng-geleng kepala melihat sikap Dania. Firasatku tak enak mendengar perkataannya. Lalu, aku beranjak dari cafe itu dan meninggalkan Dania begitu saja. Rasa sesak ada didadaku karena sikapnya seolah aku yang bersalah dan sinis kepadaku. Aku pergi dengan mata berkaca-kaca dan langsung menuju rumahku menggunakan ojol.

Keesokan harinya aku melihat pemandangan yang tak enak dipandang mata. Didepan mataku, kulihat Dania menggandeng kekasihku dengan santainya. Yogi yang menatapku seakan acuh dari pandanganku. Aku seperti orang yang baru melihat sepasang kekasih jadian. Seperti mimpi, aku cubit tanganku, tapi ternyata sakit dan ini nyata. Baru kali ini aku merasakan patah hati karena seorang cowok karena sebelumnya aku tidak pernah pacaran.

Lelah aku dengan semua ini, tapi aku harus tetap fokus dengan kuliahku. Jangan sampai gara-gara cinta, kuliahku jadi terabaikan dan cita-citaku tidak tercapai. Aku menjalani hari-hariku seperti biasanya tanpa adanya Yogi disampingku. Entah apa salahku hingga dia tak mau mengajakku bicara lagi. Aku. seperti digantung tak bertali. Makin didiamkan makin menjadi hingga aku mengajaknya ketemuan setelah pulang kampus didepan audit.

Sesampainya di depan audit, aku lihat dia menggandeng tangan Dania dengan sangat mesra. Ada apa sebenarnya ini? Kenapa mereka jadi sedekat ini? Kenapa Yogi malah diam saja melihatku? Saat aku bertemu dengannya, tiba-tiba dia ngomong sesuatu.

"Tia, kita putus aja!" ucap Yogi singkat seraya menatap tajam kearahku.

"Oke, kita putus. Tapi apa salahku Yogi? Apa alasannya?" tanyaku kepada Yogi dengan netra berkaca-kaca.

Yogi hanya diam begitu saja tanpa menjawab pertanyaanku. Dia menggandeng tangan Dania didepan mataku dan berlalu meninggalkanku begitu saja. Aku lega karena telah melepaskan orang yang tidak mencintaiku. Walaupun sakit, tapi setidaknya aku tidak menyakiti diriku sendiri karena bertahan dengan orang yang mencintai mantan kekasihnya. Aku nggak nyangka orang yang kukira sempurna seperti Yogi bisa menyakitiku.

Aku tidak memutuskan pulang terlebih dahulu karena rasa sakit yang aku rasakan selama ini. Setahun kami menjalani hubungan dan putus tanpa alasan apapun darinya. Bahkan apa salahku aku tidak tau dan kenapa sikapnya jadi berubah begini aku tidak tau. Biarlah kupendam rasa sakit ini hingga aku menemukan orang yang tepat dan telah moveon dari Yogi.

Hari-hari kulewati sendiri tanpa Yogi disisiku. Aku harus terbiasa melihat Yogi bersama Dania karena aku bukan siapa-siapanya lagi. Lagian hidupku harus terus berjalan dan masa depanku masih panjang. Selamat jalan cinta, kenangan indah aku selalu kusimpan dalam memori ini. Mungkin aku bukanlah orang yang terbaik untukmu dan kamu juga bukan orang yang terbaik untukku.

Beberapa tahun kemudian aku wisuda. Kehadiran Ibu dan teman-temanku sudah cukup membuatku bahagia. Melihat Yogi dan Dania foto wisuda bareng, masih ada rasa sakit didadaku. Ternyata aku belum bisa moveon darinya. Tuhan, bantu aku moveon dari laki-laki seperti dia. Aku juga ingin bahagia seperti mereka nantinya.

Aku mencoba untuk tetap tegar karena jalan hidupku masih panjang. Setelah ini aku akan mencari kerja di kota ini karena aku tidak mau meninggalkan Ibu sendirian ditengah hiruk pikuknya ibukota. Tiba-tiba Ibu ngomong sesuatu kepadaku.

"Tia, setelah ini kamu mau cari kerja dimana?" tanya Ibu kepadaku.

"Mau cari kerja di kota ini aja, Bu. Aku nggak mau ninggalin Ibu sendirian!" ucapku seraya memeluk Ibu.
~END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun