Candi Jago, sebuah peninggalan sejarah yang kaya akan kebudayaan di Malang, Jawa Timur, merupakan salah satu situs bersejarah yang menarik perhatian para arkeolog, sejarawan, dan penggemar kebudayaan.
Candi ini menggambarkan sebagian dari kekayaan sejarah Indonesia yang berusia ribuan tahun. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejarah dan keunikan dari pentingnya Candi Jago.
Candi Jago didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada tahun 1268 M. Candi ini berlokasi di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kata “Jago” diambil dari Kitab Sangsakerta “Jajaghu” yang berarti tempat suci ataupun keagungan.
Dulunya, fungsi utama dari candi ini yakni sebagai tempat pendarmaan dan juga tempat penyimpanan abu jenazah Raja Sri Wisnuwardhana. Namun, kini telah menjadi salah satu situs budaya yang ada di Malang.
Setiap sudut dan bangunan Candi Jago memiliki makna tersendiri, seperti halnya dalam segi bentuk maupun relief yang digunakan. Adapun bentuk dari Candi Jago sendiri menyerupai Gunung Semeru.
Candi ini juga merupakan perpaduan antara agama buddha dan hindu dengan sinkritisme. Dinding Candi Jago memiliki dua motif relief berbeda yang menggambarkan ajaran hindu dan buddha. Relief yang diukir di dinding cukup panjang, pada bagian dinding bawah terdapat tantri atau gambaran binatang dan berbagai cerita seperti gundjadarma. Pada sisi lainnya terdapat kisah Mahabarata, Arjuna, dan Krisnaya. Tidak hanya itu, di sekitar halaman candi terdapat 4 arca yakni: Arca Wisnuwardhana Amoghapasa dan 3 buah Arca Muka Kala.
Candi Jago bukan hanya sebuah monumen arsitektur bersejarah, tetapi juga merupakan saksi bisu dari keberagaman budaya dan agama yang pernah ada di Malang.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, Candi Jago mengalami kerusakan dan degradasi. Oleh karena itu, pelestarian situs ini menjadi sangat penting. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merestorasi dan menjaga keaslian candi ini. Pemerintah setempat dan organisasi non-pemerintah berkolaborasi dalam usaha pelestarian ini agar generasi mendatang dapat terus menikmati keindahan dan kekayaan sejarah Candi Jago.
Penulis: Nadifah Amaliyah, Siti Sariyati, dan Tesa Amilia Putri.