Self-esteem atau harga diri adalah cara seseorang menilai dirinya, mencakup penerimaan terhadap kelebihan, kekurangan, dan nilai-nilai yang dimilikinya. Namun, banyak individu merasa sulit menerima diri sendiri, sering kali terjebak dalam perasaan tidak cukup baik atau tidak layak.
Mengapa fenomena ini terjadi? Â
1. Standar Sosial yang Tinggi
Di era digital, media sosial berperan besar dalam membentuk ekspektasi tentang "kehidupan sempurna." Studi dari Fardouly et al. (2015) menemukan bahwa penggunaan media sosial secara intensif terkait dengan perasaan rendah diri akibat perbandingan sosial. Kita sering melihat pencapaian orang lain tanpa menyadari bahwa itu hanya potongan kecil dari kehidupan mereka.
2. Pengaruh Masa Lalu
Pengalaman masa kecil, seperti kritik yang berlebihan atau pola asuh yang terlalu menuntut, dapat meninggalkan luka emosional yang bertahan hingga dewasa. Menurut teori Attachment oleh Bowlby (1988), pola hubungan kita dengan pengasuh utama memengaruhi bagaimana kita memandang diri sendiri. Anak yang tumbuh tanpa validasi emosional cenderung mengalami kesulitan menerima diri mereka di masa depan. Â
3. Perfeksionisme
Perfeksionisme sering dikaitkan dengan self-esteem rendah. Hewitt & Flett (1991) menjelaskan bahwa perfeksionisme maladaptif menciptakan rasa takut gagal yang kronis. Ketika seseorang tidak mencapai standar yang terlalu tinggi, ia merasa tidak berharga atau gagal. Â
4. Kurangnya Pemahaman Diri
Orang yang kurang mengenal diri sendiri cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh ekspektasi eksternal. Carl Rogers (1951), dalam teori Self-Concept, menekankan pentingnya keselarasan antara self-image, ideal self, dan realitas. Ketidaksesuaian antara ketiga elemen ini dapat menyebabkan konflik internal dan rendahnya penerimaan diri. Â
 5. Tekanan Budaya dan Lingkungan