Mohon tunggu...
Diva Rahmadian Amelia
Diva Rahmadian Amelia Mohon Tunggu... Sales - Performing Arts and Literature Enthusiast

Mengisi waktu dengan membaca buku, menulis, menonton stand-up comedy dan podcast komika, serta mendengarkan lagu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta di Tengah Perbedaan

9 Januari 2025   15:02 Diperbarui: 9 Januari 2025   15:02 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, di luar hubungan mereka, ketegangan antar komunitas semakin memanas. Insiden kecil di pasar berubah menjadi keributan besar, membuat Nadia dan Abraham semakin berhati-hati.

Di rumah, Nadia menghadapi tekanan dari keluarganya. Ayahnya, seorang tetua komunitas, memperingatkan agar ia tidak terlalu dekat dengan orang luar.

"Mereka tidak pernah benar-benar menerima kita," kata sang ayah dengan nada tegas.

Sementara itu, Abraham juga menghadapi dilema. Teman-temannya mulai mencurigai perubahan sikapnya. "Kamu sering ke kampung itu, ada apa?" tanya seorang rekan kerjanya.

Ketegangan mencapai puncaknya ketika seseorang memergoki mereka sedang berjalan bersama di taman kota. Kabar itu menyebar dengan cepat, dan reaksi dari kedua komunitas sangat keras. Orang-orang mayoritas menyebut Abraham sebagai pengkhianat, sementara komunitas Nadia mengecamnya karena membuka pintu bagi konflik baru.

Pada suatu malam, terjadi insiden kekerasan di perbatasan antara kedua komunitas. Rumah salah satu warga minoritas dilempari batu, dan api kecil mulai membakar sudut atapnya. Abraham, yang mendengar kabar itu, segera menuju lokasi, mendapati Nadia dan keluarganya berusaha memadamkan api.

"Kamu tidak perlu ke sini, ini bukan urusanmu!" seru seorang pria dari komunitas Nadia.

"Ini urusan kita semua! Kalau kita terus begini, kapan kita bisa hidup damai?" jawab Abraham dengan suara lantang.

Kata-kata Abraham menggema, tetapi suasana tetap tegang. Nadia maju, memegang tangan Abraham di depan semua orang. "Kami tidak ingin perbedaan membuat kita saling membenci. Mari kita bicara, bukan berperang," katanya dengan suara bergetar.

Setelah insiden itu, Nadia dan Abraham memutuskan untuk bertindak. Mereka mengorganisir dialog antar komunitas, mengundang tokoh masyarakat dari kedua belah pihak. Awalnya, suasana terasa canggung, tetapi perlahan-lahan, mereka mulai berbicara.

Nadia juga mengajak komunitasnya untuk menampilkan seni dan budaya mereka di acara-acara kota, sementara Abraham bekerja sama dengan pemerintah untuk mendukung kegiatan tersebut. Hubungan mereka menjadi simbol harapan, meskipun masih banyak tantangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun