Mohon tunggu...
Divany Putri
Divany Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korupsi Bukan di Belakang

2 Desember 2018   23:59 Diperbarui: 3 Desember 2018   00:03 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika aku masih di bangku SMP, aku bertanya pada guruku, "Bu, kenapa korupsi di Indonesia banyak, ya?"

Guruku lalu menjawab, "Karena korupsi itu budaya yang diturunkan kolonial pada kita dulu."

Lalu, sejak saat itu, selama bertahun-tahun, aku menerima jawaban ini begitu saja. Aku menjadi seseorang yang menerima fakta bahwa korupsi itu adalah kebusukkan yang sudah berakar dalam dan menjadi satu dengan budaya bangsa kita. Aku melihat korupsi dengan hina, namun pada saat yang sama aku juga berpikir, "Sudahlah, mau bagaimana lagi."

Tapi akhir-akhir ini aku berpikir---

"Apakah sifat seseorang adalah sebuah warisan?"

Mungkin jawaban dari pertanyaan ini adalah "Iya.". Akan tetapi, sifat seseorang juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Sekalipun seseorang memang membawa sifat keturunan dari orang tuanya, tidak bisa dipungkiri bahwa lingkungan dan cara mendidik seseorang tersebut berpengaruh paling besar. Seorang anak pencuri tidak akan pernah menjadi pencuri apabila dibesarkan secara baik dan benar.

Jadi, aku sampai pada sebuah kesimpulan bahwa korupsi yang ada sekarang harusnya tidak berhubungan dengan korupsi di zaman kolonial.

Selama ini kita beralasan bahwa era di masa lampaulah yang membawa kita pada era di mana korupsi merajalela seperti ini. Tapi bukankah itu seperti sebuah alasan? Kita sebagai makhluk berakal budi dan bermoral yang disebut manusia jelas sadar bahwa korupsi ialah sebuah tindakan yang setara dengan mencuri. Kita tahu bahwa mencuri itu buruk, namun pada akhirnya kita membiarkannya terjadi.

Kita mencoba mencari kambing hitam. Dan kali ini kita menyalahkan sejarah kita. Padahal, semuanya tergantung pada kita. Apabila kita menolak dengan keras budaya korupsi, maka korupsi tidak akan pernah menginjakan kaki di atas bangsa kita.

Membaca ini, aku yakin ada beberapa dari kalian yang berpikiran, "Tapi, 'kan, sudah mendarah daging. Apa masih bisa ditolak?"

Aku yakin bisa, tapi pertanyaannya adalah, "Apa kamu mau?"

Kita adalah manusia yang jelas ingin kepuasan, kebahagiaan, dan hal-hal yang baik. Terkadang kita tidak segan mengesampingkan moral demi menggapai apa yang kita inginkan itu. Kita akan dengan senang hati memilih jalan yang singkat dan pasti membawa kita pada kepuasan. Ini manusiawi, tapi tidak bermoral.

Dan inilah korupsi selama ini. Kita menganggap korupsi itu menjadi bagian dari diri kita dan dari budaya kita. Padahal, pada kenyataannya bukan. Kitalah yang menanamkan koruspi itu sendiri. Kita memberikan 'kompromi' pada korupsi. Kitalah yang membuat korupsi itu ada dan menganggapnya budaya kita.

Kita menganggap hal yang buruk sebagai budaya kita dan memberikannya 'kompromi' dengan menganggapnya tidak bisa diubah. Kita melakukan hal semacam ini di saat kita bisa jelas-jelas menganggapnya sebagai sesuatu yang salah tempat dan bukanlah budaya kita. Kita bisa saja menganggap kejujuran sebagai budaya kita, namun bukannya demikian, kita malah menempatkan korupsi sebagai bagian dari budaya bangsa kita.

Singkat kata, ini konyol.

Cara pikir kita yang memberikan 'kompromi' entah secara sadar maupun tidak sadar adalah akar permasalahan selama ini. Kita terus melihat ke belakang, menyalahkan kata 'budaya' dan 'sejarah', walaupun masalah terbesarnya ada pada kita yang hidup di era ini. Dengan cara pikir kita, kita mengizinkan korupsi tinggal di atas bangsa kita dan memeras kita habis.

Jadi, kapan kita mau menghadap depan dengan benar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun