Mohon tunggu...
Divanya Vinanda
Divanya Vinanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga

Memiliki latar belakang belakang gemar membaca, sejak kecil saya sudah dibiasakan membaca dan mengoleksi buku. Dimulai dari komik, majalah, ensiklopedia, hingga berbagai karya sastra telah dijelajahi. Yang paling saya senangi adalah karya fiksi namun realistis, bercerita tentang kehidupan yang dapat saya petik moralnya sebagai pembelajaran hidup.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kegiatan Literasi Sastra pada Tingkat Sekolah Dasar

19 Juni 2024   11:26 Diperbarui: 19 Juni 2024   11:46 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia memiliki tingkat literasi yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Fakta ini berdasarkan berbagai penelitian yang menyatakan hal serupa sehingga dapat dikonklusikan jumlah presentase tingkat literasi di Indonesia adalah 0,001%. Jumlah tersebut mengartikan bahwa dari seribu orang Indonesia, hanya satu orang saja yang gemar dan rajin membaca. 

Hal ini sangat memprihatinkan terutama ketika mengetahui lebih lanjut sebagian besar masyarakat Indonesia yang 'melek huruf' berada di daerah perkotaan. Beberapa daerah terpencil seperti di pelosok desa memiliki angka 'melek huruf' yang cenderung lebih kecil sehingga tingkat literasi pun selaras dengan data tersebut. 

Dalam mengupayakan peningkatan literasi di Indonesia, pemerintah menciptakan program wajib belajar selama dua belas tahun yang kemudian melahirkan jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK. Hadirnya program tersebut didasari oleh salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat literasi di Indonesia yakni pemerataan pendidikan.

Pada kegiatan belajar-mengajar, pendidikan literasi diterapkan dengan kegiatan membaca rutin pada waktu-waktu tertentu. Hal ini dilakukan agar budaya membaca di kalangan siswa dan siswi dapat terbentuk sehingga meningkatkan minat baca mereka terhadap media baca. 

Agar para murid tidak merasa tertekan oleh kegiatan tersebut, maka mereka dibebaskan untuk membaca buku apa saja. Terkadang di beberapa sekolah, para murid diperbolehkan membawa buku bacaan dari rumah. Tetapi ada pula beberapa sekolah yang sudah menyiapkan buku bacaan di setiap kelas yang berasal dari donasi para murid. 

Tempat bacaan tersebut kemudian diberi nama "Sudut Baca" yang dengan harapan dapat memicu para murid untuk menciptakan kebiasaan membaca meskipun di luar kegiatan literasi yang diadakan pada waktu tertentu. 

Upaya ini cukup efektif dikarenakan para murid diberikan kebebasan untuk menciptakan lingkungan baca yang nyaman sehingga mereka tidak merasa bahwa kegiatan literasi tersebut merupakan suatu pemaksaan. Akan tetapi, meskipun fasilitas terkait literasi sudah diberikan, angka literasi di Indonesia belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah melakukan perubahan terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Demi menunjang tingkat literasi di negeri ini, sastra mulai dimasukan ke dalam kurikulum anak sekolah. Fenomena ini menjadi buah bibir bagi masyarakat hingga para akademis. 

Selain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi, masuknya sastra ke dalam kurikulum pendidikan merupakan suatu upaya untuk memperkaya pengalaman belajar serta menumbuhkan apresiasi terhadap budaya dan sejarah melalui karya sastra. Ketika para siswa sudah terpapar oleh kurikulum tersebut maka harapannya mereka tidak hanya terampil dalam membaca dan menulis tetapi juga dapat berpikir kritis saat mendapati masalah yang ada di dalam karya sastra. 

Sikap empati juga turut diolah agar mampu memahami betapa kompleksnya kehidupan manusia yang sebenarnya. Selain itu, melalui karya sastra para murid juga diajarkan untuk mengenal berbagai sudut pandang dalam memahami berbagai macam cerminan dari kehidupan nyata.

Fenomena sastra masuk kurikulum tidak hanya disertai dengan harapan yang dicetuskan dalam kelebihannya mendidik anak bangsa dalam bidang membaca. Fenomena tersebut juga menciptakan kegamangan dalam pengimplementasiannya terhadap para murid sekolah. 

Para pengajar harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai dalam pengajaran sastra yang dinilai efektif. Kurikulum tersebut harus ditata sedemikian rupa sehingga karya-karya sastra yang akan diajarkan kepada para murid sesuai dan relevan dengan kehidupan mereka serta perkembangan zaman. 

Pengklasifikasian karya-karya sastra yang telah masuk kurikulum pendidikan di Indonesia telah dilakukan oleh pemerintah sebagaimana yang tertera pada situs Sistem Informasi Perbukuan Indonesia. Di dalam situs tersebut, selain berisi informasi mengenai program sastra masuk kurikulum juga terdapat berbagai rekomendasi buku untuk para pelajar mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. 

Pada waktu esai ini dibuat, buku-buku yang tersedia hanyalah yang diperuntukkan bagi jenjang SD karena rekomendasi buku untuk SMP dan SMA sedang dilakukan proses peninjauan kembali. Rekomendasi buku tingkat SD terdiri atas 35 buku yang tidak semuanya dapat diakses karena juga masih dalam proses peninjauan kembali. 

Ketika mengakses rekomendasi buku, di dalamnya terdapat informasi seputar mengapa buku-buku tersebut dipilih sebagai bahan ajar dalam program sastra masuk kurikulum. Terdapat dua sub-bab dalam informasi tersebut, yakni "Mengapa Buku ini Perlu Diajarkan dalam Kelas" dan "Bagaimana Cara Menggunakan Buku Ini?". 

Pada bagian pertama, informasi yang dipaparkan seputar rangkuman buku disertai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Selain itu, terdapat pula deskripsi mengenai relevansi buku yang diakses dengan mata pelajaran di sekolah. Pada bagian kedua berisi tentang tata cara menggunakan rekomendasi buku sebagai bahan ajar yang juga mempermudah para pengajar dalam menyampaikan materi terkait karya tersebut.

Berdasarkan hasil observasi dari kelima rekomendasi buku SD yang kemudian dikaitkan dengan nilai-nilai pada sastra anak, kesesuaian antara buku-buku tersebut pada umur jenjang SD dinilai belum maksimal. Hal ini dikarenakan pada kelima buku tersebut tidak semuanya dianggap cocok untuk diberikan kepada anak-anak di tingkat SD. 

Salah satunya adalah novel Komponis Kecil karya Soesilo Toer yang dinilai terlalu 'berat' dan mengandung beberapa nilai yang dianggap dewasa dan belum pantas diberikan kepada anak SD. Sedangkan untuk empat karya lainnya masih mengandung nilai-nilai aman yang terkandung dalam sastra anak. Kopral Jono karya Agnes Bemoe dianggap pantas diberikan kepada murid SD dikarenakan pemeran utamanya merupakan anak remaja berusia 11 tahun. 

Novel tersebut juga tergolong ringan karena konflik di dalamnya melibatkan genre misteri sehingga dianggap dapat memicu penasaran para murid dalam penyelesaian masalah. Pada Si Dul Anak Jakarta karya Aman Datuk Madjoindo, para murid akan dikenalkan dengan salah satu karya fenomenal yang telah diadaptasi ke dalam format sinetron dan film. Mereka diharapkan akan memahami ragam budaya dan etnis pada novel ini yang kemudian dapat dikaitkan dengan pembelajaran ilmu pengetahuan alam dan sosial.

Dua karya berikutnya bukan merupakan novel seperti ketiga karya yang telah disebutkan di atas. Pada karya keempat berjudul Resep Membuat Jagat Raya karya Abinaya Ghina Jamela merupakan buku berisi puisi-puisi yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia 7-10 tahun. Hal tersebut didukung oleh informasi mengenai sang pengarang yang menerbitkan karya itu ketika dirinya masih di bangku SD. 

Buku puisi Resep Membuat Jagat Raya memiliki nilai-nilai yang lebih relevan bagi anak-anak di jenjang SD karena buku tersebut dapat menjelaskan secara detail apa yang sedang dirasakan para murid ketika menghadapi lingkungan di jenjang tersebut. Rekomendasi terakhir untuk anak jenjang SD yakni Punu Nange: Ceritera dari So'a Flores yang merupakan karya sastra bergenre cerita rakyat. Buku ini berisi 32 cerita turun-menurun tentang adat dan kebiasaan masyarakat So'a Flores. 

Menurut deskripsi pada situs SIBI, buku ini telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia sehingga dapat dipahami oleh masyarakat luas mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bagi anak SD, karya tersebut dapat membantu mereka dalam proses pengenalan keberagaman budaya wilayah lain di Indonesia khususnya Flores.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun