Mohon tunggu...
Diva Nur Lathifa
Diva Nur Lathifa Mohon Tunggu... Lainnya - IR Student

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjanjian Hudaibiyah: Langkah Diplomasi Rasul Dalam Peristiwa Fathul Mekkah (1)

19 September 2022   10:42 Diperbarui: 25 September 2022   07:26 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan sejarahnya, peristiwa Fathul Makkah digolongkan sebagai peristiwa besar yang terjadi pada zaman Rasulullah. Ketiadaan pertumpahan darah dalam peristiwa Fathul Makkah menjadi bukti konkrit bahwa Islam merupakan agama yang sangat mencintai perdamaian.

Disamping itu, Peristiwa ini pula menjadi bukti keberhasilan Islam pada masa lalu dalam membebaskan Mekkah dari kalangan kaum Quraisy. Adapun peristiwa ini terjadi pada tahun 630 yang bertepatan dengan tanggal 20 Ramadhan 8 H.

Peristiwa Fathul Mekkah diawali dengan penghadangan kaum Quraisy kepada kaum muslimin yang ingin memasuki kota Mekkah saat itu. Adapun tujuan kaum muslimin datang ke Mekkah, hanyalah sebatas kepentingan ibadah yaitu untuk menunaikan ibadah umrah, namun kedatangan mereka pada akhirnya ditolak oleh kaum Quraisy.

Karena respon penolakan tersebut, Rasulullah mengutus salah satu sahabatanya yaitu Utsman bin Affan untuk menemui pimpinan Mekkah dengan tujuan menjelaskan maksud kedatangannya ke kota Mekkah. Namun, penjelasan tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan karena mendapatkan penolakan kedua kalinya oleh pimpinan Mekkah.

Penolakan yang dinyatakan oleh pimpinan Mekkah, mendorong Rasul untuk mengusulkan agar diadakannya sebuah perudingan. Perundingan tersebut mendapat kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu pihak Qurasy dan pihak Muslimin. Adapun delegasi yang memimpin perundingan ini dari pihak kaum muslimin adalah Rasulullah dan dari pihak kaum Quraisy adalah Suhayl bin Amr.

Perundingan yang diadakan antara kaum Quraisy dan kaum Muslimin, pada dasarnya telah mencerminkan sebuah diplomasi yang bertujuan untuk mencapai kepentingan antara kedua belah pihak. Perundingan yang berjalan antara kaum Quraisy dan kaum Muslimin pada akhirnya menghasilkan sebuah kesepakatan yang dinamakan Perjanjian Hudaibiyah. Dalam isi perjanjian tersebut memuat beberapa poin utama, antara lain:

  • Gencatan Senjata antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy selama 10 tahun.
  • Tiap orang diberi kebebasan untuk bergabung dan menjalin kerjasama dengan Nabi Muhammad atau kaum Quraisy.
  • Bagi pengikut Quraisy yang bergabung dengan kubu Nabi Muhammad SAW tanpa seizin walinya, harus dikembalikan. Sedangkan, jika pengikut Nabi Muhammad bergabung dengan pihak Quraisy tidak berhak dikembalikan.
  • Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya diharuskan untuk kembali ke Madinah dan tidak boleh masuk ke wilayah Mekkah, dengan ketentuan dapat kembali pada tahun berikutnya. Mereka dapat memasuki kota dan tinggal selama 3 hari di Mekkah dan tidak diperbolehkan untuk membawa senjata kecuali pedang yang tersarung.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun