Mohon tunggu...
Divani Truna Wijayanti
Divani Truna Wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prodi Tadris IPS.

Just Introvert girl in Gen Z with her hoby exactly writing, she likes sweet foods so much, obssesed with kuromi and purple things.🍦💜✨

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manakah yang Lebih Berpengaruh dalam Proses Perkembangan Manusia, Hereditas atau Lingkungan?

1 November 2024   01:30 Diperbarui: 1 November 2024   08:47 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Pandangan John Locke pada Teori Empirisme 

John Locke merupakan seorang Filsuf asal Inggris yang mempelopori Teori Empirisme (1632-1704). Nama asli teori ini adalah “The school of British Empiricism” (teori empirisme Inggris). Empirisme berasal dari perkataan “empiria” yang berarti pengalaman. Teori ini berlawanan dengan Teori Nativisme yang berarti pembawaan. Teori ini juga dikenal dengan Tabula rasa (meja lilin), dengan istilah lain berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank Slate/blank tablet). 

 

John Locke berpendapat bahwa manusia ketika lahir ibarat kertas yang masih putih bersih, dan akan tumbuh dan berkembang, seorang anak sangat tergantung pengaruh dari luar yang datang. Jadi perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada faktor lingkungan, sedangkan pembawaan tidak ada pengaruhnya. Dasar yang dipakai aliran empirisme adalah bahwa bayi pada saat dilahirkan dalam keadaan putih bersih seperti kertas putih yang belum ditulisi, sehingga akan ditulisi apa tergantung pada penulisnya. Hal ini berarti baik dan buruknya anak tergantung pada baik dan buruknya pendidikan yang diterimanya. John Locke cenderung menentang doktrin ide-ide bawaan dan karakter asli yang dicap di pikiran manusia. John Locke percaya bahwa pikiran manusia adalah batu tulis kosong berdasarkan pengamatannya terhadap keadaan anak-anak. 

2. Pandangan Arthur Schopennhaure pada Teori Nativisme 

            Sama seperti John Locke, Arthur Schopenhauer juga merupakan seorang Filsuf berkebangsaan Jerman yang hidup pada tahun 1788-1860.  Nativisme merupakan kata dasar dari bahasa Latin, “natus” yang artinya lahir atau “nativus” yang mempunyai arti kelahiran (pembawaan). Nativisme merupakan sebuah doktrin yang berpengaruh besar terhadap teori pemikiran psikologis. 

            Schopenhauer mengatakan bahwa perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (faktor pembawaan) baik karena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek moyangnya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Seperti perkembangan individu hanya mungkin dan ditentukan oleh dasar genetik, semuanya diatur oleh faktor-faktor yang berasal dari kelahiran. Misalnya, jika seorang ayah pintar, putranya mungkin juga pintar. Lingkungan tidak relevan bagi Nativisme karena tidak berdaya mempengaruhi perkembangan anak. Pendukung pandangan ini mengatakan bahwa jika seorang Harimau tidak akan melahirkan domba. Pembawaan dan bakat orang tua selalu berpengaruh mutlak terhadap perkembangan kehidupan anak-anaknya. Masalah yang sering kali kita temukan adalah orang tua sering menuntut anak menjadi seperti apa yang mereka inginkan bahkan tidak sedikit orang tua yang mau anak- anak mereka menjadi sama seperti mereka. 

3. Pandangan William Louis Stern pada Teori Konvergensi 

     William Stern, lahir dengan nama asli Wilhelm Louis Stern, adalah seorang psikolog dan filsuf dari Jerman yang hidup pada tahun 1871-1938. Teori Konvergensi merupakan hasil gabungan dari Teori Empirisme dan Nativisme. Teori ini berpendapat ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembanga anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting. Anak yang membawa pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedaangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkenbangan bakat itu sendiri. William Stren menamakan teorinya dengan sebutan teori konvergensi, diambil dari bahasa Inggris yaitu convergency, artinya memuat dua hal menuju ke satu titik. Maksudnya adalah teori gabungan antara teori nativisme dengan teori empirisme. Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor hereditas dan lingkungan sekitarnya. 

Jadi, Proses perkembangan manusia tidak lepas dari hereditas dan lingkungan. Meskipun ada teori dari para ahli yang mengatakan bahwa perkembangan disebabkan oleh salah satu faktor saja. Hubungan hereditas dan lingkungan sangat berpengaruh bagi perkembangan individu. Bahkan sifat-sifat setiap individu merupakan hasil interaksi antara hereditas dan lingkungan. Dapat diartikan bahwa interaksi antara hereditas dengan lingkungan itulah yang menentukan keadaan perkembangan unsur-unsur tertentu pada setiap individu. Maka dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki peran penting serta setiap individu adalah hasil dari hereditas dan lingkungan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun