Sejak awal kemerdekaannya dan diakui sebagai negara berdaulat, Indonesia menjadi salah satu negara yang turut aktif dalam menjalankan diplomasi bersama pihak asing hingga detik ini. Bahkan, beberapa capaian Indonesia dalam melakukan diplomasi di kancah internasional berhasil menarik perhatian masyarakat dunia.Â
Hal tersebut dapat dibuktikan dalam menganalisis kasus transboundary haze pollution, yang sempat menjadi pembahasan utama negara-negara di kawasan ASEAN. Kasus tersebut berhasil menjadikan Indonesia sebagai pihak yang sukses menjalankan diplomasi di era kontemporer, ditandai dengan diratifikasinya ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution.Â
Diplomasi Indonesia dalam kasus transboundary haze pollution ini menjadi suatu hal yang menarik. Hal ini disebabkan karena Indonesia mampu menunjukkan kekuatannya dalam mempengaruhi negara-negara anggota tetangga di organisasi kawasan ASEAN untuk turut setuju dan yakin dengan gagasan Indonesia. Meski demikian, kasus transboundary haze pollution ini masih menjadi hal yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi suatu saat nanti.Â
Apalagi, Indonesia sebagai negara yang kerap dikaitkan sebagai pelaku atas terjadinya kasus transboundary haze pollution dan sangat merugikan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Untuk itu, perjalanan Indonesia dalam menguatkan diplomasi lingkungannya di kawasan regional pun menjadi penting untuk dianalisis lebih lanjut, utamanya bagi pengkaji Hubungan Internasional.
Dalam menjalankan praktik diplomasinya, para perwakilan atau diplomat Indonesia akan berpegang erat dengan erat prinsip politik luar negeri (polugri) Indonesia yaitu bebas dan aktif (Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2019).Â
Bebas dalam artian Indonesia akan selalu memposisikan diri sebagai pihak yang netral dan tidak memihak negara mana pun dan aktif artinya Indonesia senantiasa berkontribusi dan berpartisipasi dalam mewujudkan perdamaian dunia. Untuk turut mewujudkan perdamaian dunia, Indonesia pun akan mengupayakan berbagai gagasan demi mencegah terciptanya ketegangan antara negara-negara, tak terkecuali bagi negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.
Praktik diplomasi perwakilan Indonesia dalam menangani kasus transboundary haze pollution ini memberikan pelajaran yang begitu berharga dalam keberlangsungan politik luar negeri Indonesia. Awalnya, kasus ini berlangsung disebabkan karena terjadinya kebakaran hutan di dua pulau besar Indonesia, yaitu Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Terjadinya kebakaran hutan yang sangat dahsyat tersebut pada kenyataannya tidak hanya merugikan Indonesia itu sendiri melainkan juga negara-negara tetangga yang secara geografis memiliki jarak yang berdekatan.Â
Dampak dari kebakaran hutan, yakni asanya pun melintasi batas-batas wilayah Indonesia menuju ke Malaysia dan Singapura. Kedua negara tersebut pun menganggap asap sebagai akibat dari kebakaran hutan itu menjadi ancaman yang nyata bagi pembangunan berkelanjutan pada ekosistem, terjadinya emisi karbon serta mengancam keanekaragaman hayati. Singapura dan Malaysia pun melayangkan protes atas kabut asap yang juga memasuki negaranya, karena selain mendapatkan dampak dari segi lingkungan (udara yang tercemar), kedua negara tetangga tersebut menghadapi kelumpuhan total aktivitas masyarakatnya akibat kabut asap. (Asdar, 2015).
Dalam menyelesaikan kasus transboundary haze pollution ini, Indonesia menetapkan strategi melalui ratifikasi Indonesia terhadap ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution menggunakan ASEAN Way. Upaya tersebut menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam mengelola kekayaan alamnya khususnya persoalan lahan hutan. Berdasarkan gagasan yang disampaikan melalui ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, Indonesia bertekad dalam melakukan pengelolaan yang baik terhadap aktivitas perusahaan swasta dalam mengelola kekayaan hutan Indonesia.
Diplomasi secara istilah dapat dimaknai sebagai rangkaian upaya yang dilakukan tiap pihak atau sebuah negara untuk memengaruhi pihak lain agar dapat berdiri di posisi yang sama dengan tujuan kita, tanpa memerlukan kekerasan (Prayuda & Sundari, 2019). Berdasarkan dengan praktiknya, diplomasi pun dapat digolongkan sebagai alat interaksi yang bersifat soft power. Hal ini disebabkan karena praktik diplomasi dijalankan dengan pendekatan yang bersifat damai.Â
Dewasa ini, diplomasi akan selalu didorong untuk terus dilakukan oleh aktor negara maupun non negara sebab cara ini     dianggap sebagai salah satu upaya damai yang paling efektif dalam mencapai tujuannya karena proses pelaksanaan yang berlangsung dapat terjadi di dalam berbagai situasi (Warsito & Kartikasari, 2007). Hal tersebut juga sesuai dengan tujuan diplomasi lingkungan yang berkaitan dengan isu transboundary haze pollution, karena diplomasi lingkungan bertujuan untuk menjaga sistem keseimbangan di antara negara, satuan bukan negara dan masyarakat internasional lainnya.
Di samping Indonesia mengalami keberhasilan dalam praktik diplomasi lingkungannya, tidak dapat dipungkiri juga pemerintah Indonesia kerap dihadapkan dengan namanya tantangan atau pun masalah.Â
Apalagi dalam tiga tahun terakhir, kehadiran pandemi COVID-19 berhasil menjadikan masyarakat internasional melakukan berbagai upaya dalam pemutusan rantai penyebaran virus, salah satunya dengan cara karantina atau pembatasan jarak. Kondisi tersebut pun menjadikan proses diplomasi juga mengalami kendala karena terbatasnya ruang dan jarak (Purwono, 2021). Meski demikian, hingga di tahun 2023 ini, Indonesia tentu membuktikan dapat menaklukkan kendala tersebut.
Studi kasus transboundary haze pollution ini menjadi bukti atas kekuatan diplomasi Indonesia yang mampu dengan sukses memengaruhi negara-negara lain dengan cara damai. Apalagi, strategi diplomasi dalam kasus ini menjadi sebuah upaya resolusi konflik yang terjadi antara Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura.Â
Studi kasus ini pun secara tidak langsung telah memberikan sumbangsih bahwasanya dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara Indonesia bersama negara lainnya, diplomasi menjadi kunci utama yang harus ditingkatkan karena diplomasi ini dijalankan dengan cara-cara yang damai. Indonesia pun dapat terhindarkan dari ketegangan yang terjadi dengan negara lainnya, dan dijalankan sesuai dengan prinsip politik luar negeri yaitu bebas dan aktif.
Referensi
Asdar. (2015). Transboundary Haze Pollution di Malaysia dan Singapura Akibat Kebakaran Hutan di Provinsi Riau Ditinjau dari Hukum Lingkungan Internasional. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 1, Vol.3.
Kementerian Luar Negeri Indonesia. (2019). Momen Penting dalam Sejarah Diplomasi Indonesia. Retrieved from https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/47/tentang_kami/momen-penting-dalam-sejarah-diplomasi-indonesia
Prayuda, R., & Sundari, R. (2019). Diplomasi dan Power: Sebuah Kajian Analisis. Journal of Diplomacy and International Studies, E-ISSN 2656-8713.
Purwono, A. (2021). ASEAN dalam Tantangan: Diplomasi Dalam Mengatasi Pandemi Covid- 19. Journal of International Relations, Vol. 2 No.1, https://doi.org/10.54144/ijis.v2i1.42. Retrieved from https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/tantangan-75-tahun-diplomasi-indonesia-di-tengah-pandemi/1944054
Warsito, T., & Kartikasari, W. (2007). Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H