Mohon tunggu...
Divaliana Putri Susanto
Divaliana Putri Susanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mempunyai hobi membaca cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Thrifting Pakaian Impor Mulai Menemukan Titik Terangnya

5 April 2023   16:06 Diperbarui: 5 April 2023   16:16 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

          Bukan kegiatan thrifting yang dilarang sebenarnya. Thrifting menjadi permasalahan yang banyak disorot akhir-akhir ini. Saat ini, pemerintah sedang gencar memberhentikan kegiatan thrifting. Sudah banyak aparat negara yang ditugaskan untuk mencari pelaku impor pakaian bekas. Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa kegiatan ini sangat mengganggu industri tekstil lokal. Yapp betul! Jadi, bukan kegiatan thrifting yang dilarang, melainkan impor pakaian bekas lah yang menjadi permasalahan. Sebab, dari impor pakaian bekas ini menimbulkan kerugian bagi pasar industri tekstil lokal, naiknya pengangguran, menimbulkan masalah lingkungan yang serius, serta dinilai dapat mempengaruhi kesehatan seperti menimbulkan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Kegiatan impor ini juga mampu memengaruhi moralitas bangsa.

         Peraturan mengenai larangan impor pakaian bekas ini sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang barang dilarang ekspor dan impor. Pakaian bekas menjadi salah satu barang yang dilarang impor karena industri tekstil dalam negeri dianggap mampu memenuhi permintaan pasar domestik. Pada kenyataannya, berdasarkan pada data yang telah dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), impor pakaian bekas di Indonesia pada tahun 2022 telah mencapai angka 26,22 ton. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan impor pakaian bekas yang signifikan dari tahun 2021 yang mencapai 8 ton. 

         Larangan ini banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Terdapat yang setuju dan mendukung keputusan pemerintah, tetapi ada juga yang kurang setuju mengenai hal ini terutama para pedagang pakaian bekas impor. Harga yang lebih murah daripada biasanya, kualitas produk yang masih bagus, model fashion yang trend, dan brand dari produk inilah menjadi daya tarik konsumen untuk thrifting produk impor. Harga murah pakaian ini disebabkan produknya berasal dari "sampah" negara lain kemudian dijual kembali. Pakaian yang dinilai masih bagus akan dijual kembali dan jika dinilai kurang layak atau kurang menarik akan dibuang begitu saja, inilah yang akan menambah sampah industri. Thrifting sebenarnya baik artinya, menyelamatkan lingkungan dengan me-reduce barang tersebut, tetapi yang dimaksud ialah barang lokal bukan impor dari luar negeri. 

         Baru-baru ini Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan ditemani Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah melakukan diskusi dengan para pedagang pakaian bekas impor untuk melakukan kesepakatan dari permasalahan ini. Solusi yang diperoleh ialah diperbolehkan kembali untuk menjual pakaian ini, dengan syarat untuk menghabiskan stok saja. Keputusan ini sudah menjadi keputusan terbaik. Bagi para pedagang, mereka masih mempunyai penghasilan, tetapi tetap para pedagang juga harus mematuhi kesepakatan yang telah dibuat. Mereka bisa saja menjual barang-barang thrift jika memang mau, tetapi beralih pada barang lokal. Bagi pemerintah, perlu menciptakan lapangan pekerjaan baru agar para pedagang atau pengusaha thrifting ini nantinya mempunyai mata pencaharian yang tetap dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

         Kita sebagai warga negara perlu menanamkan rasa cinta terhadap produk lokal yang kita miliki. Akan tetapi, diperlukan juga untuk perbaikan kualitas dari produk yang dibuat dan harga yang ditetapkan oleh pengusaha industri tekstil lokal. Sebab, masyarakat lebih memilih pakaian impor karena harganya yang lebih terjangkau. Perlu untuk menciptakan model-model pakaian yang baru dan unik. Hal ini sangat diperlukan karena sifat masyarakat yang selalu ingin mengikuti trend dengan berpakaian modis. Melalui cara ini diharapkan mampu menambah rasa bangga terhadap produk lokal dan selalu menggunakannya sehingga tingkat ekonomi rakyat juga bisa meningkat. Dengan demikian, pemerintah dinilai mampu memenuhi kebutuhan sandang dari masyarakatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun