Mohon tunggu...
Diva Fisya Anafri
Diva Fisya Anafri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Nama : Diva Fisya Anafri NIM : 43222010010 Jurusan : Akuntansi Kampus : Universitas Mercu Buana Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Visi Misi Semar pada Upaya Pencegahan Korupsi

12 November 2023   15:24 Diperbarui: 12 November 2023   22:18 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalkan nama saya, Diva Fisya Anafri, Mahasiswa S1 Akuntansi dengan NIM, 43222010010, saat ini saya adalah mahasiwa semester 3 di Univeristas Mercu Buana. Pada kesempatan kali ini saya akan menulis artikel tentang “Diskursus Gaya Kepemimpinan Visi Misi Semar pada Upaya Pencegahan Korupsi”. Sebagai tugas besar 2, mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi & Etik UMB, dengan dosen pengampu  Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan kaya, mengapa demikian?, Bangsa Indonsia disebut sebagai bangsa yang besar dan kaya karena merupakan bangsa yang memiliki banyak  keunikan dan keragaman yang luar biasa. Sebagai mana kita ketahui, Negara Indonesia menduduki posisi keempat negara dengan penduduk terbanyak. Indonesia memiliki penduduk penduduk sebanyak 275 juta jiwa di tahun 2022. Sedangkan di tahun 2023, Populasi Indonesia meningkat sebanyak 277 juta jiwa seiring growth ratenya yang juga meningkat 0,74%. Keragaman budaya, etnis, suku dan kebudayaan di Indonesia sangatlah beragam, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dan juga salah satu negara dengan budaya terbanyak. Tak heran jika setiap daerah di Indonesia memiliki bahasa, adat istiadat, dan tradisi yang beranekaragam. Sampai saat ini negara Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan budaya terbanyak di dunia. Keanekaragaman ini tentunya harus selalu dijaga dan dilestarikan.

Selain keanekaragaman budaya, Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang luar biasa melimpah, seperti tanah, lautan, hutan, dan kekayaan alam lainnya. Bangsa Indonesia benar benar layak dikatakan bangsa yang besar dan kaya. Negara ini memiliki jumlah penduduk yang besar, keanekaragaman budaya, kekayaan alam yang melimpah, serta perekonomian yang stabil dan berkembang.

Kemajemukan budaya yang besar dan kaya ini, jika tidak kita jaga dengan baik, dampak berdampak krisis moralitas pada bangsa ini. Salah satu contohnya ialah bias budaya. Yang dimaksud dengan bias budaya yaitu dimana Budaya bangsa Indonsia yang bercampur dengan budaya asing dengan adanya efek dari globalisasi. Tentu saja hal ini dapat berakibat sangat fatal bilamana Masyarakat kita abai terhadap kebudayaan asli Indonesia yang merupakan warisan leluhur secara turun temurun dan mengutamakan budaya yang diadopsi dari asing.

Bias budaya ini sudah semakin sangat terlihat dengan perlakuan Masyarakat Indonesia saat ini. Masyarakat kita yang awalnya adalah masyarakat yang hidup dengan asas kebersamaan, saling tolong menolong, dan saling memaafkan ketika bersalah, kini menjadi masyarakat yang saling bermusuhan, saling membenci, dan bahkan, mengakibatkan konflik antar berbagai pihak sesama anak bangsa. Nilai-nilai budi pekerti yang baik, benar benar sudah tak terlihat lagi di negara ini. Negara Indonesia yang dahulu dikenal dengan budaya “Gotong Royong” saat ini benar benar sudah terlupakan begitu saja.

Dengan semua penjelasan diatas, menggambarkan meskipun Negara Indonesia adalah bangsa yang besar dan kaya, tetapi negara ini tidak bisa menjadi negara maju. Krisis moralitas bangsa ini, benar benar akan menyebabkan Negara Indonesia menjadi semakin buruk dan menjadi bangsa yang terbelakang.

Krisis moralitas ini pun yang menyebabkan semua permasalahan di Indonesia. Terutama permasalahan perekonomian di Indonesia. Tak heran semakin maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia. Korupsi seolah olah menjadi sebuah hal biasa dan menjadi budaya di negara ini. Semua hal ini mereka lakukan tanpa takut merasa salah dan berdosa. Secara logika orang yang bermoral tidak akan melakukan hal tersebut. Perbuatan kotor para koruptor sudah semakin parah, mereka tidak tega untuk merampas hak-hak Masyarakat, seperti hak untuk berkembang, hak untuk hidup layak, hak mendapat Pendidikan, dan hak hak dasar kehidupan lainnya.

(Gambar 2/Dok pribadi)
(Gambar 2/Dok pribadi)

Korupsi membuat seorang individu hanya mementingkan dirinya sendiri, tentunya ini sangat membahayakan, dan yang menyebabkan permulaan masalah masalah lainnya pada bangsa Indonesia. Berikut bahaya apa saja yang timbul akibat kegiatan korupsi.

Bahaya korupsi terhadap generasi muda. Generasi muda adalah generasi penerus bangsa, bila kasus korupsi di Indonesia tak usai usai dan dibenahi dengan benar, para generasi muda bisa tumbuh dengan paham, bahwa Tindakan korupsi adalah Tindakan yang lumrah untuk dilakukan. Sehingga menyebabkan generasi muda berkembang dengan paham berperilaku tidak jujur. Budaya Mencontek, dan Plagiatrisme karya orang lain merupakan contoh kegiatan yang sering dilakukan para generasi muda saat ini, padahal kegiatan tersebut juga termasuk kedalam salah satu Tindakan korupsi dikarenakan mengambil hak orang lain, serta merugikan orang lain

Bahaya korupsi terhadap Politik. Marak sekali praktik mencapai tujuan kekuasaan dengan cara korupsi, hal yang biasa dilakukan adalah dengan menyuap orang orang untuk memilihnya menjadi pemimpin. Kekuasaan politik yang dicapai dengan cara ini dapat membuat Masyarakat tidak percaya dengan pemerintah, maka Masyarakat menjadi tidak patuh terhadap otoritasi pemerintahan.

Bahaya korupsi bagi ekonomi bangsa. Tentu saja Tindakan korupsi sangat sangat merugikan perekonomian suatu negara, karena para koruptor hanya mementingkan memperkaya dirinya saja lewat keuangan negara yang dikorupsinya, sehingga membuat perkembangan perekonomian suatu negara menjadi terhambat.

Peran moral sangat penting dalam menghadapi kasus Tindakan korupsi ini agar tidak terus semakin menjadi, para Masyarakat tidak boleh berpikir bahwa Tindakan korupsi adalah hal yang lumrah untuk dilakukan. Saksi Masyarakat pun harus dipupuk agar para pelaku korupsi tidak menyepelekan akan hal ini.

Diperlukan ajaran moralitas yang sesuai dengan karakter budaya di Indonesia. Ajaran moralitas ini nampak penting ketika kita sadar bahwa kita membutuhkan sebuah karakter dan jati diri sebagai bangsa.

Pertunjukan wayang merupakan salah satu budaya Indonesia yang mengajarkan tentang perlajaran moralitas kehidupan. Semar adalah salah satu tokoh karakter wayang yang menyimbolkan kehidupan manusia, khususnya kehidupan manusia Masyarakat jawa. Dalam mitos jawa terdapat dua versi asal usul Semar.

(Gambar 3/Dok pribadi)
(Gambar 3/Dok pribadi)

Versi pertama mengatakan semar lahir dari perkawinan Sang Hyang Tunggal dan Dewi Rekatawati. Sang Hyang Tunggal merupakan putra Sang Hyang Tunggal yang merupakan penguasa bumi dan langit. Dari perkawinan inilah menetas sebuah telur, bagian kulit telur bernama tagog, putih telur bernama bathara guru, dan kuning telur bernama semar. Jika kita maknai lebih dalam dari cerita versi pertama ini, dapat kita simpulkan Semar merupakan bagian inti dari telur, yang merupakan bagian utama dalam kehidupan bumi dan langit.

Versi kedua mengatakan alam semesta terbentuk dari sebutir telur yang menetas digenggaman Sang Hyang Tunggal. Dari pecahan telur itu terdapat dua bagian, dimana putih telur bernama Semar yang ditranformasikan sebagai pemelihara atau pelindung bumi atau dunia, Sedangkan kuning telur bernama manik yang ditranformasikan sebagai raja waktu kewaktu dan berperan menjadi dewa di surga atau bathara guru.

Kelahiran Semar secara simbolik sangat berpengaruh untuk keadaan moral bangsa Indonesia, terkhusus masyarakat Jawa, permuculan karakter Semar dalam perwayangan memuat banyak makna tentang kehidupan manusia, terkhusus gaya kepemimpinan Semar.

Sebenarnya inilah alasan mengapa penulis mengkaitkan kasus korupsi di Indonesia dengan karakter Semar. Karena biasanya kasus korupsi di Indonesia paling banyak terjadi dilakuan oleh para pemimpin yang serakah, secara tega merampas hak milik orang lain. Budaya tindakan korupsi di Indonesia, tak sepatutnya terjadi bilamana para pemimpin indonesia menerapkan gaya kepemimpinan serta visi misi Semar. Moral pemikiran masyarakat Indonesia harus dibudayakan kembali dengan paham paham asli bangsa Indonesia ini, karena bias budaya sebagaimana efek globalisasi inilah yang menyebabkan rusaknya moralitas masyarakat Indonesia saat ini. Sebelum penulis menjabarkan tentang apa saja visi misi serta gaya pemikiran semar, penulis akan terlebih dahulu menjelaskan apa itu Semar yang umum diketahui masyarakat Indonesia saat ini.

Pertunjukan wayang bagi masyarakat Jawa adalah sebagai tontonan, tuntunan, dan tantanan. Maksud dari 3 kata barusan ialah, pertunjukan wayang sebagai kegiatan yang menghibur dilihat orang banyak orang, disisi lain pertunjukan tersebut harus diselipi nilai nilai kehidupan sebagai ajaran moral pemikiran. Jika pemikiran positif dari tontonan ini telah diterapkan dengan baik, maka akan tercipta tatanan masyarakat yang bernilai positif dalah hidup berbangsa dan bernegara.

Salah satu perbedaan antara perwayangan negara lain, sebut saja kisah perwayangan dari negara India, yang biasa dikenal dengan Mahabarata-Ramayana. Perbedaan yang paling menonjol antara kisah Mahabarata-Ramayana versi asli bangsa Indonesia ialah keberadaan tokoh “Panakawan”. Panakawan adalah yang memiliki peran sebagai penasihat para satria. Panakawan adalah khas kreasi manusia Jawa yang tidak dijumpai dalam kisah Mahabarata dan Ramayana asli India.

(Gambar 4/Dok pribadi)
(Gambar 4/Dok pribadi)

Berikut beberapa peran semar dalam tokoh pewayangan Jawa

Wondo Wayang Semar

Dalam dunia wayang, satu kotak wayang umumnya berisi dua hingga tiga tokoh wayang Semar. Tokoh kedua atau ketiga seringkali dihadirkan sebagai cadangan jika wayang utama rusak atau untuk memilih lakon kembar seperti Semar Kembar tiga atau Semar kuning. Tokoh wayang Semar sering dibuat rangkap dengan sedikit perbedaan untuk menciptakan karakter yang berbeda, dan variasi ini disebut sebagai wondo wayang Semar. Dalam pewayangan, Semar memiliki banyak wondo wayang, seperti Semar wondo Ginuk, Dumuk, Brebes, dan Miling untuk gaya wayang Surakarta. Selain itu, Semar juga memiliki wondo dukun untuk wayang gaya Yogyakarta. Masing-masing wondo mempunyai peran dan kegunaan yang berbeda-beda, seperti Miling dan Brebes untuk adegan normal, dukun untuk khotbah, dan Dumuk untuk pertarungan melawan musuh. Penentuan ciri-ciri bentuk wondo tergantung pada pemahaman dalang, dan terbentuknya wayang wondo dapat terjadi pada masa wayang mbedang atau methanei, dimana upaya seniman dalam menciptakan wayang Semar merupakan hal baru dalam mendesain ulang bentuk luar wayang kuno tersebut, yang dapat menimbulkan variasi dan kesan berbeda pada penontonnya.

Peran Semar Dalam Gara Gara

"Gara-gara" dalam pertunjukan wayang merupakan pertanda peralihan situasi, terutama terjadi pada patet sembilan dalam pertunjukan semalam suntuk yang berlangsung sekitar tujuh jam. Peristiwa ini menandakan perubahan menuju inti lakon dan terjadi pada akhir patet Sembilan. Analoginya mencerminkan ritus peralihan hidup manusia saat menginjak usia dewasa, yang rawan gangguan dan memerlukan pengarahan tepat. Pada pertunjukan wayang, "gara-gara" dimulai dengan tanda khusus, seperti pemasangan kayon di tengah gedebog pisang, diikuti oleh pocapan gara-gara oleh dalang. Ini diikuti oleh dialog antara tokoh wayang dan penonton, mencakup isu pembangunan, kritik sosial, dan lagu-lagu favorit. Sebab diakhiri dengan munculnya tokoh Semar yang dalam konteks pewayangan dianggap sebagai dewa yang menjelma menjadi manusia. Semar dianggap sebagai pelindung alam semesta, ksatria pelindung kebenaran, keadilan dan kejujuran. Kehadiran Semar membawa keselarasan lakon dan menandai kemenangan yang selalu diiringi kebenaran, keadilan, dan pengorbanan, khususnya dalam pertunjukan wayang kulit purwa ala Surakarta.

Semar sebagai Pemegang Peran dalam Lakon Wayang

Dalam pertunjukan wayang kulit Jawa awal, sebagian besar lakon memuat adegan “gara-gara”. Dalam lakon-lakon Baratayuda, adegan ini cenderung singkat, tanpa dialog-dialog jenaka yang berinteraksi dengan penonton. Namun dalam lakon konvensional, adegan duet berkembang pesat dengan dialog baru, kehadiran aktor, dan pilihan lagu. Dalam lakon Semar dengan tokoh utama, adegan duetnya tetap sama. Beberapa lakon yang menampilkan tokoh dari Semar antara lain Kilat Buana, Tali Rasa Rasa Tali, Gatutkaca Sunggging, Semar Gugat Semar, Minta Bagus, Bathara Wisnu Krama, Semar Tambak, Manumayasa Rabi, Pandu Lahir, Pandu Karma, Mintorogo, Semar Kuning/Badranaya, Gedung Semar Black Klampis, Gedung Semar Khayangan dan Gedung Semar Jantur. Dalam beberapa lakon, peranan tokoh Semar dapat dikelompokkan menjadi pemimpin yang lebih berkuasa dari dewa, sehingga Karang Kedempel memberikan kepemimpinan, dan sebagai abdi/pamong dengan adanya tokoh penting yang akan menjadi pemimpin.

Sebenernya apa sih makna dari Semar itu sendiri?, Setidaknya terdapat sembilan simbol, yang menjelaskan tentang penggambaran pemikirin kehidupan Semar. Berikut penjabaran terkait apa saja usur simbol yang dapat kita maknai untuk hidup ini serta penjelasan tentang semar itu sendiri (What?)

Kajian Simbol Pada Tokoh Semar

(Gambar 5/Dok pribadi)
(Gambar 5/Dok pribadi)

Kuncung putih tegak keatas, Kuncung Semar yang digambar dengan rambut berwarna putih atau abu-abu, menggambarkan bahwa setiap manusia akan mengalami proses penuaan oleh karena itu harus  selalu sadar diri. Kuncung putih juga melambangkan kearifan kuno  seorang Semar, tidak hanya umurnya yang sudah tua  tetapi juga pemikiran, sikap dan perilakunya yang sudah tua. Tua, dalam arti pemikirannya sudah dewasa, tidak gampang tersinggung terhadap perkataan orang lain, dan memiliki pikiran untuk mengayomi.

Jika kita sangkut pautkan dengan tindakan korupsi, simbol kuncung ini bisa berarti, kita sebagai manusia pasti akan mengalami proses penuaan menuju kematian, maka dari itu sebelum melakukan tindakan korupsi tersebut, seharusnya kita mengingat perihal dosa yang akan didapat jika melakukan tindakan tersebut. Kita tidak tahu kematian itu akan datang, yang pasti akan terjadi hanyalah kematian itu pasti akan datang. Sebelum kematian itu datang, jauhkanlah perilaku perilaku yang berakibat dosa, dan persiapkanlah amalan baik, salah satunya dengan tidak melakukan tindakan korupsi tersebut.

Mata Rembesan, mata rembesan dalam penggambaran Jawa, ialah mata yang bersedih atau mata berair. Maknanya ialah Semar selalu bersikap prihatin terhadap penderitaan yang dirasakan orang lain. Berbanding sangat terbalik dengan apa yang dilakukan para koruptor, para koruptor tidak akan merasa sedih ataupun bersalah terhadap perbuatan yang ia lakukan, telah merugikan banyak orang.

Hidung Sunthi, pada Semar menggambarkan penciuman yang tajam, hal ini ditandai dengan kerutan kerutan pada bagian hidungnya. Maknanya ialah sebagai manusia kita harus mempunyai rasa kepekaan, rasa kepekaan yang dimaksud ialah peka terhadap situasi dan kondisi sekitar, dan peka terhadap perasaan orang lain.

Giwang (anting) Lombok abang, anting tersebut terdapat pada daun telinga pada Semar. Fungsi dari telinga adalah mendengar, indra pendengaran adalah salah satu indra sangat penting bagi kehidupan, karena kita sebagai manusia harus saling mendengar satu sama lain. Begitupun Semar, seperti yang sudah dijelaskan diawal, karakter Semar diceritakan sebagai penasihat para ksatria. Maka dari itu memberikan nasihat yang tepat, Semar perlu mendengarkan dengan baik keluh kesah, atau permasalahan, ataupun apa saja yang ksatria butuhkan nasihatnya dari Semar.

Mulut Cablek, bentuk dari mulut cablek ini adalah, khas pada bagian mulut bawah lebih panjang jika dibandingkan dengan mulut bagian atas. Sehingga menyebabkan bibir bagian segaris lurus dengan bagian muka. Mulut Cablek ini menggambarkan tokoh Semar selalu tersenyum, yang dimana artinya, tokoh Semar selalu berusaha menghibur, serta berusaha memberikan nasihat dengan tutur kata yang baik.

Badan ngropoh, karakter semar digambarkan memiliki badan yang gemuk dan susu yang besar, tetapi terlihat sangat kendur dan membungkuk. Maksud dari penggambaran tersebut ialah Semar digambarkan sebagai orang yang sudah tua, yang memiliki makna. Orang yang sudah tua ialah orang yang selalu berserah diri kepada tuhan, karena usianya yang uzur dan selalu berpikir menghadap kematian.

Driji nuding, jari yang selalu menunjuk, artinya Semar menunjukan petunju atau jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Jari menunjuk ini juga bisa bermakna gerakan salat umat islam, yang dimana bermakna semar selalu beribadah kepada Allah SWT, dan menyerakhan segala kehidupannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Pocong Dagelan, ini merupakan penerapan pemakain kain dodot pada semar, kain ini menghadap kebelakang. Dimana hal itu dilakukan sebagai penggambaran, semua hal buruk atau hal yang tidak baik, untuk tidak diperlihatkan ataupun disembunyikan.

Kain Kampuh Poleng, corak pada kain ini menggambarkan amarah manusia, artinya dimana jika manusia dapat mengendalikan amarahnya, manusia tersebut akan mendapatkan hidup yang bahagia dan sejahtera. Kampuh Poleng juga menggambarkan lembaran  kehidupan yang berubah ubah, dimana bermakna seorang manusi harus dapat menyensuaikan dengan segala perubahan yang terjadi. Kampuh Poleng memiliki warna, merah yang menyimbolkan amarah, hitam yang menyimbolkan aluamah, kuning yang menyimbolkan supiah dan putih yang menyimbolkan supiah. Keempat simbol dari warna warna tersebut merupakan nafsu manusia yang selalu bersaing.

Selain dari simbol simbol tersebut ternyata Semar juga memiliki arti dari nama lain dari Semar itu sndiri. Berikut penjabaran tentang “What?” dari makna nama lain semar

(Gambar 6/Dok Pribadi)
(Gambar 6/Dok Pribadi)

Pertama, Semar yang berarti penuntun makna kehidupan. Dari artinya saja sudah jelas bahwa Semar merupakan gambaran kehidupan manusia.

Kedua, Badranaya yang memiliki makna selalu menjalankan perintah Allah, artinya selalu menyerahkan segala sesuatunya kepada sang maha pencipta

Ketiga, Nayantaka yang bermakna ulat atau pucat, pucat berarti mati, jadi nama ini bermakna wajah Semar yang pucat dan tua seperti mayat.

Keempaat, Saronsari artinya adalah memikat, jadi apapun tingkah laku yang dilakukan oleh semar pasti akan memikat.

Kelima, Dhudha Manang Manung bermakna Semar tidak digambarkan sebagai seorang laki-laki maupun perempuan, apalagi seorang banci, badan semar digambarkan gemuk dan memiliki payudara, namun hal tersebut beramkan abstrak karena memang tidak diperuntukan digambarkan sebagai seorang Laki Laki ataupun Perempuan.

Keenam, Juru Dyah Punta Prasanta memilik makna sebagai Semar yang menjadi penasehat para ksatria.

Ketujuh, Jaggan Smara Santa yaitu Semar sebagai guru untuk orang orang yang sabar dan orang orang yang sering beribadah/bertapa.

Kedelapan, Wong Boga Sampir yaitu bermakna sebagai Semar yang telah terhidar dari macam godaan nafsu nafsu yang ada duniawi,

Kesembilan, Bojoganti ialah Semar yang setia sebagai pelayan para ksatria.

Itulah makna dari kesembilan simbol  dan Kesembillan nama lain  yang terdapat pada Semar, dari kesembilan simbol dan kesembilan nama lain tersebut, jika diterapkan kembali makna maknanya oleh rakyat Indonesia, bukan tidak mungkin kasus korupsi di Indonesia dapat dibenahi. Karena Semar merupakan budaya asli Indonesia. Jadi penulis rasa, penerapan tersebut sangat cocok untuk kembali membenahi moral moral rakyat bangsa ini.

Tidak sampai disini saja mengenai pembahasan Semar. Setelah kita mengetahu arti “What?” yang terkandung dalam simbol simbol dan nama lain dari  semar, selanjutnya ialah arti “Why?” yang kali ini terkandung pada senjata yang digunakan oleh Semar. Berikut penjabaran tentang mengapa senjata Semar memiliki arti juga dalam kehidupan.

(Gambar 7/Dok Pribadi)
(Gambar 7/Dok Pribadi)

Dalam pewayangan, dikisahkan bahwa Semar memiliki senjata unik, yakni "Kentut". Penulis ingin menggali makna simbolik dari senjata tersebut, meski pemahaman ini terbatas pada pandangan pribadi penulis.

Dalam narasi kepahlawanan wayang purwo/kulit, senjata menjadi unsur penting untuk meraih kemenangan dalam peperangan. Seperti pada contoh Arjuna dengan panah Pasopati, Bima dengan kuku Pancanaka, dan Sri Kresna dengan Cakra. Pewayangan juga memasukkan unsur keris sebagai senjata dari Jawa.

Tradisi memuja senjata meresap dalam budaya dan sejarah Jawa pada masa kejayaan kerajaan Hindu dan Islam, termasuk keris Empu Gandring milik Ken Arok, gada Besi Kuning Raja Balambangan, atau tombak Kyai Plered milik Panembahan Senopati.

Senjata diartikan sebagai alat untuk memenangkan peperangan atau persaingan, dan melibatkan sumber daya serta peralatan dalam bisnis dan politik, seperti informasi, sistem, strategi, prosedur, dan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pentingnya ditekankan bahwa dalam konteks Semar, senjata yang dimilikinya adalah "Kentut", bukan senjata fisik seperti panah, pedang, atau tombak. Ciri-ciri unik dari senjata "Kentut" milik Semar perlu dianalisis lebih lanjut untuk memahami alasan pemilihan senjata ini dan apakah makna simboliknya dapat diartikan dalam konteks peralatan atau sumber daya yang bersifat non-fisik, seperti informasi, strategi, atau kualitas manusia.

  1. Kentut berasal dari diri Semar sendiri, sehingga senjata ini merupakan kekuatan yang timbul dari dalam pribadi Semar, bukanlah hasil ciptaan atau produksi eksternal.
  2. Semar menggunakan senjatanya tidak untuk membunuh, melainkan lebih untuk memberikan kesadaran. Dalam beberapa lakon pewayangan, Semar menggunakan senjata "Kentut"nya untuk menghadapi resi, raja, atau ksatria yang tidak dapat dikalahkan oleh Pandawa Lima. Akibatnya, lawan tersebut "badar" atau sadar kembali pada perwujudannya yang sebenarnya, yang sering kali adalah Bhatara Guru, Bhetari Durga, dan sebagainya.
  3. Semar menggunakan senjata "Kentut"nya ketika pendekatan konvensional dengan senjata biasa tidak cukup untuk mengatasi permasalahan.

Makna simbolik dari "Kentut" memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

  • Selalu memiliki nuansa suara dan aroma.
  • Aroma biasanya tidak sedap atau tidak enak.
  • Dengan demikian, "Kentut" dapat diartikan sebagai suara dengan aroma atau nuansa yang kurang menyenangkan didengar maupun dirasakan.

Dengan menggabungkan simbolik "Kentut" dengan simbolik Semar sebagai suara "rakyat" kecil yang mencirikan kesederhanaan, kearifan, dan pandangan yang suci, senjata "Kentut"nya Semar dapat diartikan sebagai simbol suara "rakyat" yang membawa kebenaran. Suara ini memberikan kesadaran kepada para pemimpin agar kembali pada jalan yang benar. Bagi pemimpin, suara ini terasa tajam dan tidak enak didengar, serta tercium bau busuk karena kritiknya yang jujur, meskipun mungkin menyakitkan bagi mereka.

Setelah mengetahui tentang What? Dan Why? Dari representatif Semar, didapatlah How, untuk melakukan pencegahan terhadap budaya  korupsi dinegara ini. Cara cara pencegahan itu ialah dengan memaknai simbol – simbol, nama lain,serta senjata dari semar itu sendiri. Berikut adalah nilai nilai integritas yang harus dilakukan untuk mengupayakan pencegahan kasus korupsi.

(Gambar 8/Dok Pribadi)
(Gambar 8/Dok Pribadi)

Wayang Semar adalah salah satu tokoh dalam seni pertunjukan tradisional Indonesia, terutama dalam seni wayang kulit. Secara tradisional, Wayang Semar sering dianggap sebagai tokoh yang lucu, bijak, dan memiliki sifat-sifat positif. Meskipun Wayang Semar adalah sebuah karakter fiksi dalam pertunjukan wayang, kita dapat mengambil inspirasi dari karakter tersebut untuk membahas pencegahan korupsi dengan perilaku yang baik. Berikut adalah beberapa konsep atau ajaran yang mungkin dapat dihubungkan dengan upaya pencegahan korupsi:

Keteladanan: Wayang Semar bisa menjadi contoh yang baik dan menjadi teladan bagi masyarakat. Dalam pencegahan korupsi, penting bagi tokoh masyarakat atau pemimpin untuk memberikan contoh perilaku yang baik, transparan, dan jujur.

Kebijaksanaan: Wayang Semar sering dianggap bijaksana dan memiliki pengetahuan yang luas. Dalam konteks pencegahan korupsi, bijaksana dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membuat keputusan yang benar dan menghindari praktik-praktik korupsi.

Keterbukaan dan Transparansi: Karakter Wayang Semar yang jujur dan terbuka dapat diartikan sebagai pentingnya transparansi dalam pemerintahan dan organisasi. Keterbukaan dapat membantu mencegah praktik-praktik korupsi karena informasi dapat diakses oleh publik.

Pemberdayaan Masyarakat: Wayang Semar, meskipun dalam bentuk hiburan, dapat diinterpretasikan sebagai simbol pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pencegahan korupsi dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi.

Budaya Keadilan: Wayang Semar juga dapat mencerminkan konsep keadilan. Dalam upaya pencegahan korupsi, penting untuk memastikan bahwa sistem hukum berfungsi dengan baik, menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu, dan memberikan hukuman yang adil.

Perlu diingat bahwa ini hanyalah interpretasi dan aplikasi simbolis dari karakter Wayang Semar terhadap pencegahan korupsi. Secara nyata, upaya pencegahan korupsi melibatkan langkah-langkah konkret seperti pembentukan lembaga antikorupsi, penegakan hukum, transparansi kebijakan, dan partisipasi aktif masyarakat

Visi, misi, dan gaya kepemimpinan Wayang Semar dapat diartikan secara metaforis untuk memberikan pedoman dalam upaya pencegahan korupsi dalam kehidupan masyarakat. Wayang Semar, dalam konteks ini, dapat dianggap sebagai simbol kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai moral dan etika. Berikut adalah interpretasi metaforis dari visi, misi, dan gaya kepemimpinan Wayang Semar dalam upaya pencegahan korupsi:  1. Visi Wayang Semar: Keselarasan dan Keseimbangan

Interpretasi Metaforis: Visi Wayang Semar mencerminkan keinginan untuk menciptakan keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat. Kepemimpinan yang bercirikan Wayang Semar memiliki tekad untuk memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat mendapatkan hak dan keadilan yang setara.

2. Misi Wayang Semar: Pendidikan Moral dan Etika  Interpretasi Metaforis: Misi Wayang Semar dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan pendidikan moral dan etika kepada masyarakat. Pemimpin yang terinspirasi oleh Wayang Semar akan berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran moral dan etika di kalangan masyarakat, sehingga korupsi dapat dicegah melalui pemahaman nilai-nilai yang baik.

3. Gaya Kepemimpinan Wayang Semar: Keterbukaan dan Kesederhanaan  Interpretasi Metaforis: Gaya kepemimpinan Wayang Semar mencerminkan sifat-sifat keterbukaan dan kesederhanaan. Seorang pemimpin yang terinspirasi oleh Wayang Semar akan bersikap terbuka terhadap masukan dan kritik, serta menjalani hidup dengan kesederhanaan untuk menghindari godaan korupsi yang sering kali muncul dari keinginan berlebihan.

4. Pencegahan Korupsi melalui Seni dan Budaya  Interpretasi Metaforis: Wayang Semar sebagai seni tradisional dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pesan moral dan etika. Pemimpin dapat memanfaatkan seni dan budaya lokal untuk menyebarkan nilai-nilai anti-korupsi, menciptakan kesadaran masyarakat, dan memberikan alternatif positif terhadap perilaku koruptif.

5. Kerjasama dan Solidaritas Masyarakat  Interpretasi Metaforis: Wayang Semar sering kali melibatkan banyak tokoh dan elemen dalam ceritanya. Begitu juga, kepemimpinan yang terinspirasi oleh Wayang Semar akan mendorong kolaborasi dan solidaritas di antara masyarakat untuk bersama-sama melawan korupsi. Solidaritas masyarakat dapat menjadi benteng kuat dalam pencegahan korupsi. Penting untuk diingat bahwa ini hanyalah interpretasi metaforis dan tidak harus diartikan secara harfiah. Namun, konsep ini dapat menjadi inspirasi untuk mengembangkan pemahaman tentang kepemimpinan yang berintegritas dan pencegahan korupsi dalam konteks budaya lokal.

Terdapat 3 prinsip ajaran dalam Semar:

  1. "Ojo Dumeh": Membimbing agar tidak bersikap gegabah. Penting untuk tidak terlalu tergoda oleh materi fisik, karena nilai suatu hal seharusnya tidak hanya dilihat dari segi fisiknya, melainkan juga dari nilai-nilai batiniahnya.
  2. "Eling": Mendorong untuk senantiasa menghadirkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari (Ingat Tuhanmu). Penting untuk menyadari bahwa Tuhan masih memiliki pengaruh yang signifikan dalam kehidupan kita. Selalu ingat akan kesalahan kita dan memohon ampun agar dapat membentuk karakter yang baik.
  3. "Waspodo": Mendorong kehati-hatian dan ketelitian dalam menjalani hidup. Memberikan pengajaran untuk selalu waspada dan teliti dalam menghadapi segala situasi.

Kesimpulannya ialah bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang besar dan sangat kaya, tak heran kasus korupsi merajalela di negeri ini. Bias budaya efek dari globalisasi lah yang melunturkan norma norma keteladanan moralitas rakyat ini, maka dari itu diperlukan pembudayaan kembali, lewat budaya asli Indonesia. Salah satunya dengan meneladani Gaya kepemimpinan serta Visi Misi Semar. Yang dimana terdapat “What?” yang menggambarkan apa itu Semar lewat simbol-simbol yang membentuknya, dan juga lewat arti nama-namanya. Kemudian “Why” yang menggambarkan tentang senjata semar yaitu berupa Kentut, dan mengapa Kentut tersebut sangat bermakna bila diartikan lebih dalam. Dan yang terakhir “How”, yang dimana keteladanan sifat sifat Semar tersebut jika diterpakan akan sangat baik bagi kehidupan. Inti dari tulisan ini ialah tiga prinsip ajaran semar yaitu Ojo dumeh, Eling dan Wospodo. Dimana jika ajaran tersebut diterpakan sebagai pemimpin. Artinya untuk menjadi seorang pemimpin tidak boleh gegabah mengambil keputusan, menyerahkan semuanya kepada tuhan, dan waspada terhadap hidup. Tindak pidana korupsi tidak akan menjadi suatu budaya di Indonesia bilamana kita meneladani semua suri tauladan dari sifat Semar ini

            Demikian diskursus Gaya Kepemimpinan Visi Misi Semar pada  Penecegahan Korupsi yang dapat saya jabarkan. Saya menyadari masih banyak kekurangan pengetahun dalam menulias artikel ini. Maka dari itu mohon maaaf yang sebesar besarnya jika terdapat kesalahan penyampaian materi yang saya sampaikan, Terima Kasih.

DAFTAR PUSTAKA :

Nurcahyo, J. (2021). Makna Simbolik tokoh wayang Semar Dalam Kepemimpinan Jawa. Media Wisata, 16(2). https://doi.org/10.36276/mws.v16i2.282

Randyo, R. (2009). Peran Semar Dalam pertunjukan wayang kulit Jawa Gaya Surakarta. Harmonia Journal of Arts Research and Education. https://www.neliti.com/publications/66090/peran-semar-dalam-pertunjukan-wayang-kulit-jawa-gaya-surakarta

Siswanto, N. (2019). Filosofi Kepemimpinan Semar. Panggung, 29(3). https://doi.org/10.26742/panggung.v29i3.1011

Semar Dan Senjata “Kentut”-Nya. Wayang Indonesia. (2010, March 7). https://wayang.wordpress.com/2010/03/07/semar-dan-senjata-kentut-nya/

Febriani, N. Y. (2023). Dampak Dan upaya pemberantasan serta pengawasan korupsi Di Indonesia. https://doi.org/10.31219/osf.io/3dn9x

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun