Mungkin sebagian orang akan merasa berlebihan ketika membaca kalimat atau judul awal artikel ini, mereka menganggap kalimat tersebut terkesan dilebih-lebihkan dengan menyampaikan “Budaya Indonesia terancam punah.” Namun sebenarnya tidak, saya beranggapan bahwa kalimat saya tidak berlebihan dalam memberi judul. Karena sesuai dengan lingkungan saya yang ternilai acuh mengenali budaya Indonesia yang seharusnya dilestarikan. Masih tidak percaya? Baik akan saya buktikan.
Beberapa bulan lalu desa saya mengadakan pagelaran wayang kulit yang didalangi oleh suatu dalang terkenal dari Blitar. Beliau ialah dalang berwatak lucu nan kocak sehingga banyak orang menyukainya, akan tetapi bukan itu yang menjadi titik fokus saya melainkan setelah hampir beberapa menit saya amati, atensi saya jatuh kepada pengunjung dan penonton kesenian wayang yang rata-rata ialah para lansia dan sepasang pasutri yang berusia lanjut. Sangat minim bahkan hampir tidak ada remaja yang turut menyaksikan kesenian wayang. Tidak hanya itu, saya pernah melihat salah satu akun YouTubers tengah melakukan wawancara kepada beberapa remaja Indonesia tentang kebudayaan Indonesia.
Awalnya saya bersemangat menyaksikan video tersebut, namun sayangnya hampir sepanjang video saya tidak menjumpai remaja yang secara terang-terangan memilih kebudayaan Indonesia, mereka lebih memilih kebudayaan luar negeri yang mereka anggap dan yakini lebih menarik daripada kebudayaan tanah air. Mereka bangga menaruh minat terhadap kebudayaan luar yang terlihat sangat keren. Dimulai dari gaya bahasa, cara berpakaian, kesenian, dan lain sebagainya.
Mereka juga berasumsi bahwasanya mencintai budaya luar menandakan bahwa mereka tidak kuno atau pun ketinggalan jaman. Lantas benarkah budaya Indonesia sedang baik-baik saja? Saya menulis ini bukan semata karena tugas, melainkan sebagai sebuah tulisan yang mewakilkan unek-unek saya mengenai budaya tercinta yang sekian lama semakin hilang ditelan masa. Lantas apa yang seharusnya dilakukan sebagai bentuk melestarikan budaya? Sebenaranya cara melestarikan budaya terbilang susah-susah gampang, karena melestarikan budaya tidak hanya menggunakan cara melainkan juga butuh kesadaran.
Dimulai dari mempelajari kebudayaan, menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan, hingga mengenalkan kebudayaan terhadap orang awam. Berbelit? Benar, saya juga berasumsi demikian. Oh ya, saya juga menulis ini bukan saya tujukan kepada satu golongan melainkan semua golongan terlebih anak muda (remaja), saya banyak berharap dengan artikel abal-abal ini banyak remaja yang mulai memiliki kesadaran mengenai pentingnya rasa kepedulian remaja terhadap kebudayaan.
Remaja adalah harapan bangsa, jika anak muda (remaja) saja sekarang acuh dan lebih mementingkan ego untuk membanggakan budaya luar, di tahun 2030 kelak saya tidak yakin anak cucu kita mengerti apa itu wayang, ludruk, reog ponorogo, dan sejenisnya. Mungkin mereka akan mengerti budaya tersebut telah beralih tangan menjadi kepemilikan negara lain.
“Duhh.. Jangan sampe deh, amit-amit.” Nah, maka dari itu sebelum semuanya semakin parah dan entah bagaimana jadinya kedepan, mulai dari sekarang sikap kepedulian terhadap budaya Indonesia harus dan perlu ditingkatkan. Untuk sekedar informasi tambahan, melalui beberapa sumber yang telah saya baca, sudah banyak kebudayaan Indonesia yang pernah diakui oleh negara lain. Dari informasi tersebut mungkin teman-teman sekalian sudah memiliki gambaran tersendiri tentang 2030 nanti? Entah itu lebih baik ataupun sebaliknya. Keputusan ada di tangan masing-masing dan masa depan Indonesia ada di genggaman tersebut. Jadi, jangan salah dalam memilih keputusan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H