Mohon tunggu...
Diva Edricko
Diva Edricko Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobby: -basket -motoran -dengar musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Tempayan Kubur

13 November 2023   04:22 Diperbarui: 13 November 2023   04:43 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Dalam pelayanan masyarakat pra sejarah, komunikasi tak hanya melibatkan bahasa verbal, tetapi juga terwujud dalam bentuk-bentuk material yang mengandung pesan budaya yang dalam. Salah satu fenomena menarik yang memperlihatkan kompleksitas komunikasi kebudayaan adalah praktik penguburan menggunakan tempayan kubur. Sebuah wadah berbentuk unik yang ditemukan di daerah luar Anyer, Serang, Banten, tempayan kubur tidak sekadar menjadi peti kubur, melainkan juga menjadi medium komunikasi tak langsung tentang kepercayaan, nilai, dan pandangan hidup masyarakat pra sejarah.

Komunikasi kebudayaan yang terdapat dalam praktik penguburan menggunakan tempayan kubur merupakan jendela yang membuka wawasan terhadap nilai-nilai budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat pra sejarah. Tempayan kubur, bukan hanya sebagai wadah fisik untuk jenazah, melainkan juga sebagai medium simbolik yang mengomunikasikan keyakinan, ritual, dan pandangan hidup yang terkandung dalam budaya mereka.

Salah satu nilai budaya yang tercermin dalam tempayan kubur adalah keberlanjutan tradisi dari zaman megalitikum. Bentuk tempayan yang terbuat dari batu bukan hanya merupakan pilihan material, tetapi juga membawa warisan nilai spiritual terhadap kekuatan dan keabadian batu. Penggunaan batu sebagai bahan memperkuat komunikasi dengan alam semesta dan mungkin mencerminkan keyakinan pada siklus kehidupan yang tak terputus.

Metode penguburan yang terkait dengan tempayan kubur juga menjadi lambang dari hubungan erat dengan alam. Penguburan tanpa peti kubur, baik dengan mengubah jenazah menjadi tulang atau tanpa transformasi, menciptakan siklus organik yang mengikuti alamiah. Ini bisa diartikan sebagai komunikasi mendalam dengan lingkungan sekitar dan penerimaan keterhubungan dengan alam dalam proses kehidupan dan kematian.

Signifikansi komunikasi kebudayaan dalam tempayan kubur juga tercermin melalui bekal kubur yang dimasukkan ke dalamnya. Alat atau barang-barang yang biasa digunakan oleh orang hidup menjadi pesan tersirat tentang keberlanjutan kehidupan dan pemahaman bahwa keberadaan manusia tidak berakhir dengan kematian.

Dengan melihat lebih dekat pada komunikasi kebudayaan tempayan kubur, kita dapat memahami bahwa ini bukan hanya praktik penguburan, tetapi sebuah narasi tentang identitas, nilai-nilai, dan kearifan yang terwariskan dari masa lalu. Tempayan kubur menjadi saluran tak terucapkan yang menghubungkan kita dengan masyarakat pra sejarah, dan melalui kajian ini, kita dapat meresapi makna mendalam dari setiap goresan budaya yang terpatri dalam batu-batu tempayan tersebut.

Tujuan utama dari artikel ini adalah memberikan pemahaman mendalam kepada pembaca mengenai komunikasi kebudayaan yang termanifestasi dalam praktik penguburan menggunakan tempayan kubur pada masyarakat pra sejarah. Beberapa tujuan khusus yang dapat diidentifikasi melibatkan:

Pemahaman Mendalam: 

Menyediakan wawasan mendalam tentang bentuk, metode penguburan, dan signifikansi tempayan kubur sebagai ekspresi komunikasi kebudayaan.

Penjelasan Nilai Budaya: 

Menguraikan nilai-nilai budaya yang tercermin dalam tempayan kubur, seperti keberlanjutan tradisi, hubungan dengan alam, dan pandangan terhadap kehidupan dan kematian.

Eksplorasi Ritual dan Keyakinan: 

Mengeksplorasi ritual penguburan, bekal kubur, dan keyakinan yang tersembunyi dalam praktik tersebut, menghubungkan pembaca dengan dimensi spiritual dan filosofis dari budaya pra sejarah.

Penghubung dengan Masa Lalu: 

Memberikan pembaca kesempatan untuk terhubung dengan masa lalu dan masyarakat pra sejarah melalui artefak tempayan kubur, menjelaskan bagaimana batu-batu tersebut menjadi saksi bisu dari warisan budaya.

Manfaat dari artikel ini antara lain:

Pemahaman Budaya: Membantu pembaca untuk memahami lebih baik bagaimana budaya masyarakat pra sejarah tercermin dalam praktik penguburan, memperluas wawasan mereka tentang keragaman budaya manusia.

Pelestarian Warisan Budaya: 

Mendorong apresiasi terhadap warisan budaya dan pentingnya melestarikannya untuk generasi mendatang.

Relevansi Kontekstual: 

Menunjukkan bahwa praktik penguburan dalam masyarakat pra sejarah memiliki konteks budaya dan spiritual yang mendalam, bukan sekadar ritual mekanis.

Refleksi pada Kehidupan Modern: 

Mengajak pembaca untuk merenungkan nilai-nilai yang mungkin hilang atau dipertahankan dalam kehidupan modern, memunculkan pertanyaan tentang bagaimana komunikasi kebudayaan terus berkembang.

Isi Artikel

Dalam zaman pra sejarah, praktik penguburan dilakukan melalui dua metode utama, yakni penggunaan peti kubur dan tempayan kubur. Fokus kita akan tertuju pada tempayan kubur, sebuah wadah berbentuk unik yang ditemukan di daerah luar Anyer, Serang, Banten, pada masa ketika Banten masih termasuk dalam Provinsi Jawa Barat. Menariknya, tempayan kubur ini tidak hanya memiliki fungsi sebagai wadah, namun juga bentuk yang mencerminkan warisan dari zaman megalitikum, di mana batu besar sering digunakan sebagai bahan konstruksi. Mari kita eksplorasi lebih jauh mengenai bentuk, metode penguburan, dan signifikansi dari tempayan kubur ini.

Tempayan kubur, dengan bentuk uniknya yang menyerupai bantu atau batu yang membantu kaki, menjadi penanda penting dalam praktik penguburan pada masa pra sejarah. Bentuk ini tidak hanya sekadar estetika, melainkan mencerminkan warisan dari zaman megalitikum, di mana batu besar dianggap bahan konstruksi yang memiliki nilai simbolis dan fungsional.

Bentuk tempayan kubur yang khas, terbuat dari batu, menggambarkan keberlanjutan tradisi megalitikum. Hal ini mungkin mencerminkan keyakinan dan nilai-nilai spiritual masyarakat pada masa itu terhadap batu sebagai elemen yang kuat dan abadi. Pertanyaannya, mengapa tidak menggunakan tanah liat seperti umumnya? Jawabannya mungkin terkait dengan keberlanjutan tradisi dan keyakinan yang terus diwarisi dari generasi ke generasi.

Selain dari segi bentuk, metode penguburan yang terkait dengan tempayan kubur juga menarik untuk dicermati. Dalam metode pertama, jenazah diubur hingga mengalami transformasi menjadi tulang, yang kemudian ditempatkan dengan cermat di dalam tempayan kubur. Proses ini tidak hanya praktis, tetapi juga memperkuat keterhubungan dengan alam dan siklus kehidupan.

Sementara dalam metode kedua, penguburan langsung di lingkungan tanah memberikan kesan lebih organik dan terhubung erat dengan alam sekitar. Tanpa menggunakan peti kubur, jenazah dimakamkan dan kemudian ditutup dengan tanah, menciptakan siklus alamiah dari hidup ke mati.

Signifikansi dari tempayan kubur tidak hanya terletak pada fungsi praktisnya sebagai wadah penguburan, tetapi juga menjadi cermin dari kepercayaan dan nilai-nilai masyarakat pra sejarah. Dalam memahami lebih dalam mengenai tempayan kubur, kita dapat mengungkap warisan budaya yang kaya dan mendalam dari masa lalu, serta mendapatkan wawasan baru tentang bagaimana masyarakat tersebut memandang kehidupan, kematian, dan hubungannya dengan alam semesta

Bentuk Tempayan Kubur dan Warisan Megalitikum

Tempayan kubur, dengan bentuk uniknya yang menyerupai bantu atau batu yang membantu kaki, menjadi penanda penting dari warisan zaman megalitikum. Penggunaan batu sebagai bahan membawa nilai spiritual terhadap keabadian batu, mencerminkan keyakinan akan kekuatan dan keberlanjutan dalam siklus kehidupan.

Metode Penguburan dan Hubungan dengan Alam

Metode penguburan terkait dengan tempayan kubur mencerminkan hubungan erat dengan alam. Dalam metode pertama, jenazah diubur hingga berubah menjadi tulang, memperkuat keterhubungan dengan siklus alamiah. Sementara dalam metode kedua, penguburan langsung di tanah menciptakan siklus organik yang mengikuti alam.

Nilai Budaya yang Terkandung

Tempayan kubur menjadi saluran tak terucapkan untuk menyampaikan nilai-nilai budaya. Keberlanjutan tradisi, hubungan erat dengan alam, dan pandangan terhadap kehidupan dan kematian tercermin dalam setiap goresan batu. Bekal kubur yang dimasukkan juga menjadi pesan tentang keberlanjutan kehidupan dan penerimaan akan siklus alam.

Penutup

Dengan mengeksplorasi komunikasi kebudayaan dalam tempayan kubur, kita telah memasuki lorong waktu yang membawa kita ke dalam pikiran dan keyakinan masyarakat pra sejarah. Tempayan kubur bukan sekadar wadah, melainkan karya seni yang mengandung pesan tentang keberlanjutan tradisi, keterhubungan dengan alam, dan kebijaksanaan spiritual.Dalam mengakhiri perjalanan ini, penting bagi kita untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai budaya ini dapat memberikan wawasan berharga pada kehidupan modern. Apakah kita masih dapat memelihara hubungan erat dengan alam? Bisakah keberlanjutan tradisi menjadi landasan untuk memahami peran kita dalam siklus kehidupan?Seiring kita melangkah maju, tempayan kubur menjadi jembatan yang menghubungkan kita dengan masa lalu, mengingatkan kita akan kearifan dan kebijaksanaan yang terpatri dalam setiap goresan batu. Melalui pemahaman yang mendalam ini, mari kita jaga dan hargai warisan budaya ini sebagai bagian integral dari identitas dan perjalanan manusia.Sebagai penutup, semoga artikel ini telah memberikan pandangan yang menginspirasi dan merangsang pemikiran. Dengan membawa makna dari masa lalu ke era modern, kita dapat terus menghormati dan memahami akar budaya kita sendiri, dan dengan demikian, membentuk masa depan yang lebih kaya dan berarti.

Daftar Pustaka

•Ndaumanu, Frichy, Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Upaya Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jurnal HAM 9 no. 1, 2018.
•Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
•Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013.
•SJ Bakker, J.W.M, Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius, 1984.
•Rendra, S.W, Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia, 1983

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun