Mohon tunggu...
Politik

Sisi Positif Hak Angket DPR terhadap KPK

5 Mei 2017   11:54 Diperbarui: 5 Mei 2017   12:07 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ricuhnya isu hak angket DPR yang ditujukan kepada KPK menciptakan tanda tanya besar apakah DPR sendiri sudah benar menafsirkan makna dari Hak Angket.
Dimana Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU/kebijakan PEMERINTAH yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dimana kita ketahui bahwa KPK bukanlah bagian dari pemerintah, maka sejatinya, salah jika DPR mengajukan hak angket-nya kepada institusi atau lembaga KPK. Namun dibalik itu semua, maksud DPR adalah baik. Dimana mereka meminta KPK memberikan rekaman penyelidikan kasus e-KTP dikarenakan mantan anggota Komisi II Miryam S mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) dengan alasan mendapatkan tekanan dari penyidik (KPK bermaksud untuk mengkonfirmasi kebenaran pernyataan Miryam, bukan untuk melindungi satu pihak semata).

Dengan KPK memberikan apa yang diminta oleh pemohon, seharusnya bukanlah masalah besar apalagi berdasarkan UUD RI Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang KPK salah satunya berasaskan Keterbukaan, yang berarti asas yang membuka diri terhadap hak masy untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK. Juga Pasal 20 yang menyatakan Pertanggungjawaban pubik dilaksanakan dengan membuka Akses Informasi.

Salah satu faktor Hak Angket yang diinisiasikan DPR kepada KPK juga berasal dari kasus Budi Gunawan eks Kapolri yang pernah secara sepihak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait dugaan korupsi saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi SDM Polri periode 2003-2006. Sampai-sampai komisioner KPK dilaporkan kembali oleh BG ke Mabes Polri dengan tuduhan membocorkan rahasia Negara PPATK terhadap rekening BG dan keluarganya. Semenjak kasus ini, beberapa petinggi KPK pun mulai berjatuhan dengan berbagai tuduhan yang menimpa mereka, salah satunya seperti Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Untuk mencegah hal-hal buruk yang menimpa KPK kedepannya, DPR sebagai representasi masy ingin meluruskan dan memperkuat posisi KPK, dengan menggunakan fungsi pengawasannya terhadap lembaga yang menggunakan APBN sebagai operasionalnya. Namun permintaan DPR bertabrakan dengan UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pasal 17 bab V yang menjelaskan keterbukaan informasi dikecualikan kepada KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri. Namun jika dibaca lebih detil lagi, informasi yang tidak dapat dibuka ke publik adalah yang sangat krusial seperti militer, intelijensi, atau yang sangat rahasia sehingga dapat membahayakan Negara atau pihak yang bersangkutan itu sendiri. Juga yang bersifat menghambat kinerja lembaga tersebut. Kembali lagi, KPK adalah Lembaga Negara yg harus dijaga betul oleh seluruh komponen masyarakat. Maka dari itu, tujuan angket semata mata untuk memperkuat kinerja KPK dengan memenuhi kebutuhan transparansi dan menjaga KPK agar tetap menjadi Lembaga Negara yang akuntabel.

Jika kita cermati, dengan dibukanya rekaman penyidikan, DPR bermaksud agar masy juga tahu bahwa apakah benar pernyataan yang dilontarkan Miryam tentang penyidiknya. Apakah benar sampai menghambat proses penyidikan hanya dengan membuka rekaman itu? Perspektif negatif masy terhadap DPR (dikarenakan kinerja DPR yang buruk dan banyak kasus koruptor berasal dari DPR) menjadikan DPR seolah-olah ingin mengintervensi/melemahkan kinerja KPK.

Mungkin akan lebih baik jika Hak Angket DPR direvisi agar tidak hanya kebijakan pemerintah yang dapat diselidiki oleh DPR, tetapi Lembaga Negara juga agar DPR tidak seolah-olah menyalah gunakan hak nya. Karena kembai lagi bahwa DPR berhak memperkuat kinerjanya dalam Fungsi Pengawasan lembaga yang menggunakan APBN sebagai operasional. KPK pun tetap bisa melanjutkan proses penyidikan meskipun rekaman itu diberikan kepada DPR.

Sebagai masy yg baik, yuk kita lebih cermat dan kembali melihat DPR dari sisi positifnya. Karena seburuk-buruknya mereka, mereka juga berjuang untuk menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat :)

Salam pencerahan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun