Mohon tunggu...
Nature

Kegelisahan yang Datang dari Pantai Pancer, Puger

26 November 2018   11:00 Diperbarui: 26 November 2018   11:06 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekan ini kita dikagetkan dengan datangnya berita mengenai kekayaan negeri yang terancam. Yakni lebih tepatnya ialah, di pantai Pancer, Puger, Jember. Yang mana ketika diadakannya Kongres Nelayan. Sabtu (24/11/2018) menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia, Susi Pudjiastuti, ikut menghadirinya dan tidak setuju nantinya sentra produksi ikan Jember dan Banyuwangi 'mati' sama halnya seperti di Bagan Siapi-api.

"Ada sejumlah PR di Puger, Jember ini. Masih banyak centrang beroperasi disini, nener lobster diambilin. Dulu itu bisa dapat lobster 1 ton setiap harinya. Sekarang tidak lagi karena nenernya lobster diambil, ikan kecil juga diambil". Kata Susi usai mengikuti Kongres Nelayan di Puger, Jember. Dan dia mengatakan bahwa pemerintah harus bertindak serta melakukan pendekatan persuasif kepada nelayan bersama penegak hukum dan tokoh masyarakat.

Susi menegaskan "karena ikan ini bukan hanya untuk saat ini tetapi untuk anak cucu kita nanti. Mata jaring ikannya dibesarkan, jangan sampai Bagan Siapi-api terjadi disini. Dalam tausiah kelautannya, Susi mengatakan jangan mengambil produk alam yang belum siap di panen, seperti halnya nener lobster.

Sama seperti halnya suasana di pesisir Pantai Selatan Malang mulai Desa Sendangbiru, kecamatan Sumbermanjing Wetan hingga Kondang Merak, kecamatan Bantur. Rabu (5/4) sore sampai Kamis (6/4) pagi, beberapa perahu nelayan bermesin tempel berlabuh sekitar garis pantai. 

Karena hal tersebut sangat menhemat masalah perekonomian. Dengan bermodalkan 10 liter bensin untuk bensin, 5 liter solar, dan rokok setara Rp 100.000,- daripada biasanya pemancing ikan sampai dua kali lipat untuk masalah modal serta tak menguras tenaga.

Padahal perahu-perahu yang ada di pesisir pantai milik nelayan yang mencari benih lobster. Yang sejatinya melanggar Peraturan Menteri (permen) Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 1/2015 tentang penangkapan lobster, kepiting dan rajungan serta pasal 88 UU 31/2004 tentang perikanan.

Permen membatasi penangkapan lobster yang panjang karapas (cangkang keras yang melindungi tubuh) kurang dari 8 cm. Para nelayan menangkap bayi-bayi/nener lobster yang panjangnya kira-kira 1 cm. Untuk diekspor ke Singapura. Dan dibudidayakan di Vietnam, dengan harga jual nelayan yang lumayan Rp 30.000,- untuk jenis mutiara dan Rp 6.000,- jenis pasir. 

Karena menurut mereka jika datang musim paceklik dan mereka tidak menggunakan kesempatan itu maka, mereka akan menganggur. Yang mereka berikan kepada pengepulnya, sedangkan asal mereka tahu pengepulnya menjual ke bosnya dapat berlipat-lipat, yakni Rp 80.000,- perekornya Untuk jenis pasir sedangkan Rp 130.000 perekor untuk jenis mutiara. 

Bagan Siapi-api dulu dikenal sebagai sentra produksi ikan terbesar di Indonesia. Namun semuanya tlah memudar karena tidak ramah terhadapa lingkungan. Padahal itu adalah kekayaan negara Indonesia. 

Bahkan Susi menyindir nelayan serta camat Puger memakai mata jaring sangat kecil dia permisalkan seperti kelambu rumah saja. Biar bisa sampai telurnya didapat trus habis ikannya dan tidak akan ada sisa dari Sumber Daya Alam di kemudian hari. Serta jangan pernah menggunakan cantrung karena itu juga tidak ramah terhadap lingkungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun