Setelah dihebohkan dengan carut marut dunia politik yang berimbas ke masalah kebhineka-an, maka satu lagi masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah. Yaitu dunia pendidikan. Semenjak pemerintah menolak moraturium Ujian Nasional dan Kemendikbud mengeluarkan regulasi baru tentang pelaksanaan UN dan menambahkan Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) ke dalam kalender pendidikan Nasional yang akan dilaksanakan mulai tahun ajaran 2016/2017.
Saya tidak akan membahas tentang penolakan Moratorium UN, karena sudah banyak kompasianer yang membahas itu. Tapi, saya akan membahas tentang suara hati (baca : jeritan hati) pelajar di Indonesia, tentang banyaknya ujian yang harus dihadapi, termasuk ujian kehidupan. Banyak..?? Bukan nya cuma dua ?? Saya jelaskan.
Saya sekarang ini duduk di bangku SMA kelas 12, berarti saya adalah pelajar pendidikan dasar tingkat akhir. Dan kalau boleh jujur, carut marut dunia pendidikan ini membuat saya (semoga bukan hanya saya) menjadi khawatir dan risau. Masalahnya adalah tidak ada kepastian tentang ujian apa saja yang akan dilaksanakan di akhir perjalanan di bangku pendidikan dasar ini.
Rumor yang sedang berkembang di lingkungan sekolah adalah para siswa kelas 12 akan menjalani ujian sebanyak 3 kali. Yaitu Ujian Sekolah, Ujian Nasional dan USBN. Jelas, saya kaget mendengar hal ini, karena saya kira hanya UN dan USBN saja yang akan menjadi agenda ujian akhir dan Ujian Sekolah dihapus, ternyata masih dilaksanakan.
Agenda itu belum termasuk Ujian Akhir Semester 2 (UAS 2) yang katanya akan dilaksanakan oleh pihak sekolah pada pertengahan Februari nanti, juga tidak lupa juga Ujian Praktik yang juga akan dilaksanakan bersamaan dengan KBM sekolah.
Sebenarnya, untuk UAS 2 dan Ujian Praktik saya tidak begitu merisaukan hal ini, karena keduanya itu merupakan agenda yang dibuat sekolah, bukan pemerintah. Tapi untuk Ujian Sekolah, UN dan USBN, entah mengapa saya begitu khawatir. Dan yang membuat saya makin gregetan adalah belum ada kepastian dari pihak Kemendikbud pusat maupun Dinas Pendidikan daerah, soal hal ini.
Saya tidak akan menyalahkan Bapak Muhadjir Effendi selaku Mendikbud. Saya malah akan berterima kasih kepada Beliau karena sudah mengurangi beban kami sebagai siswa SMA dengan mengurangi mapel UN menjadi 4 mapel (satu mapel pilihan berdasarkan jurusan yang diambil). Saya percaya, Beliau bisa menyelesaikan permasalahan pendidikan ini segera (Hapus Full Day School Pak….!!!!)
Karena, saya adalah pendukung pelaksanaan UN. Ujian Nasional sendiri menurut saya adalah suatu bahan evaluasi bagi pemerintah tentang pemerataan pendidikan. Apabila perbandingan hasil UN kota-kota besar dengan daerah-daerah pedesaan atau terpelosok masih jauh dari harapan, maka artinya pemerintah masih gagal dalam mewujudkan pemerataan pendidikan. Dan daerah yang mendapat hasil UN belum memuaskan, pemerintah bisa menambah anggaran pendidikan di daerah tersebut (harapan saya bagitu....)
Saya hanya menyesalkan, belum adanya kepastian mengenai bagaimana mekanisme ujian akhir (Ujian Sekolah, UN dan USBN) yang akan dilaksanakan pemerintah, padahal ini sudah bulan Januari dan Ujian Nasional akan dilaksanakan bulan April sekitar tanggal 10-13. 4 Bulan lagi. Ya….. 4 BULAN….!!!
Karena ketika pemerintah belum memberi kepastian tentang permasalahan ini, seolah-olah kita (para siswa) adalah tentara yang siap melakukan tugas dadakan. Kalau saja ini sekolah dengan sistem militer, tidak diberi kepastian dan serba dadakan itu sudah biasa, tapi ini bukan sekolah militer, ini pendidikan dasar dan setiap siswa juga belum tentu mau menjadi tentara setelah lulus nanti.
Saya percaya, mungkin di antara pembaca sekalian ada yang berpikir “Belajar yang sungguh-sungguh saja, jalani saja, tidak usah mengurus yang bukan urusan kamu…”. Ucapan seperti itu memang benar dan tidak bisa dipersalahkan, tapi ucapan itu seolah-olah menunjukkan ketidakpedulian kita, apalagi saya sebagai orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan, sebagai pelajar dan tidak peduli akan hal seperti ini, bisa membuat saya malu sebagai seorang pelajar yang tugas nya hanya belajar dengan rajin.
Mungkin di antara pembaca sekalian ada yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak yang seumuran dengan saya, dan mereka tidak bisa tidur atau tidak fokusbelajar, mungkin saja hal ini menjadi alasan-nya. Jangan paksa mereka untuk belajar dengan begitu keras, biarkan mereka rileks dalam belajar. Pahamilah kondisi yang ada sekarang ini. Sudah full day school, pulang sore, masih les bimbel ditambah Ketidakpastian, membuat stress dan tidak fokus.
Saya juga yakin, Bapak Menteri juga tidak akan membaca tulisan seorang pelajar yang tidak sempurna ini dan saya juga tidak berharap Anda membaca tulisan ini. Saya hanya ingin menyuarakan suara hati pelajar di Indonesia. Kita adalah pelajar yang tugasnya belajar, bukan angkatan perang yang serba dadakan, bukan juga robot. Kami butuh kepastian tentang masa depan, bukan kepastian yang dadakan. Agar kami bisa mempersiapkan diri dengan tenang.
Salam Hangat……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H