Peringkat 3 world cup 2006, runner up Euro 2008, peringkat 3 World cup 2010, semifinalis Euro 2012 dan puncaknya final antar sesama klub Jerman di Liga Champions 2013. Semua bertanya-tanya, Whats going on? Bagaimana bisa tim yang hancur-hancuran di Euro 2004 mendadak menjadi raja sepakbola dunia? (meski masih harus dibuktikan lagi kesahihannya di Piala Dunia 2014). “Mendadak”? mungkin harus sedikit ada revisi untuk kata tersebut.
Salah satu turning point dari kisah sukses Jerman adalah di Euro 2004, mereka gagal total di sana tanpa membuat satu gol pun dan tersingkir dari babak awal, mereka akhirnya berpikir, dinasti Beckenbauer sudah lewat, Mattias Sammer dan Klinsman pun begitu. We should to make a new era.
Klinsmann menjadi salah satu tokoh penting yang menanamkan regenrasi baru bagi sepakbola Jerman saat ia ditunjuk menjadi pelatih di Piala Dunia 2006, although he wasn’t the first choice in there. Ottmar Hitzfield dan Otto Renhagel rejected the offering before, an indication how dire the job was. Klinsmann menanamkan bahwa sepakbola Jerman harus memiliki identitas, dan identitas tersebut yang terkenal hingga kini “rapid, offensive and entertaining.” Sustainability juga coba dibangun, saat terpurk Jerman mencatat bahwa liganya didominasi lebih dari 50 % adalah pemain asing, mereka coba untuk memperkuat akar rumput. Sebanyak 121 pusat pelatihan dibangun. Salah satu syarat klub bisa bermain di dua level teratas, Bundesliga 1 dan Bundesliga 2, adalah memiliki akademi sepak bola. Akademi sepak bola ini harus memiliki minimal 12 pemain Jerman di setiap kelompok umur.
Dalam hal ini Jerman tidak main-main setiap akademi harus menempuh 8 kualifikasi dalam meraih sertifikasi untuk akademi sepakbolanya yaitu :
Ke 8 point itu adalah quality control yang dinilai oleh DFB dan tidak ada pemeringkatan dalam setiap penilaian akademi, karena mereka tidak ingin ada persaingan dalam akademi. Setiap akademi hanya akan mengetahui nilai bagi dirinya sendiri dan bagian-bagian mana yang masih bisa ditingkatkan. Salah satu pionir pendekatan ini adalah Rolf Rüssmann, ketua dari komite akademi di Jerman. Mereka mengadopsi sistem dari Belgia bernama Double Pass, diadopsi dan disesuaikan dan diberi nama Foot Pass.
DFB (Federasi Sepakbola Jerman) juga menggalakkan peran pemerintah lokal dalam kegiatan akademinya. Mengapa?Melibatkan pemerintah bertujuan untuk menyelaraskan kalender akademik dengan kegiatan akademi, hal ini seperti yang dipamerkan dunia olahraga di USA, mereka mengetahui pendidikan sangat penting, karena saringan menjadi pemain sangat keras, mereka mendapat jaminan modal hidup ketika cita-cita mereka tidak tercapai. Rata- rata perserta akademi berlatih 18 jam seminggu tanpa khawatir pendidikan formalnya terganggu.
Setiap tahun ada sekitar 5000 anak dengan usia 12 tahun berlatih dan masuk akademi di Jerman, sehingga mereka mempunyai jumlah pemain muda 4 kali lebih banyak daripada Italia, Prancis, Inggris. Mereka juga membuat kompetisi berjenjang yang teratur. Sistemnya pun untuk usia di bawah 14 tahun diajarkan bahwa sepakbola itu menyenangkan dimana untuk usia 6-10 tahun mereka hanya bermain 4 lawan 4 di lapangan kecil. Setelah umur 14 tahun baru diperkenalkan variasi taktik, hal yang menjadi salah satu fundamental di klub-klub professional Jerman saat ini.
Ada filosofi sederhana yang mengelitik penulis “why spend mega-bucks when talent is in abundance and the youth program run by the various clubs is a regular supply line, one which will never run dry in a country sold on soccer?”
Pada 2002-03, liga menyuntikkan 48 juta Euro ke akademi mudanya, jumlahnya 103 juta euro tahun 2011-2012. Tidak heran bahwa skuad Piala Dunia 2010 berisikan 19 pemain pemain akademi dan usia rata-rata pemain di Bundesliga jatuh dalam 10 tahun terakhir 27-25. Pada saat menjuarai Bundesliga 2 tahun lalu usia pemain Dortmund 24,5 tahun!
Pembinaan pemain usia muda ini juga menyehatkan keuangan dari klub-klub Jerman, mengapa? Mereka bisa menurunkan angka trading jual beli para pemain, karena praktis mereka memakai pemain binaannya sendiri dan juga berakibat menurunnya biaya amortisasi karena angka kontrak pemain binaan tak sebesar jika membeli dari klub lain. Angka amortisasi merupakan biaya depresiasi dari value seorang pemain, dhitung dari nilai kontrak dibagi dengan masa kontrak. Efektif bukan?
Salah satu model yang dikembangkan dalam kepemilikan klub oleh bundesliga adalah filosofi 50+1, dimana mayoritas kepemilikan dipegang oleh fans, apa tujuannya? Mencegah serangan dari investor asing yang kini marak di liga-liga lain seperti Paris SG, Monaco, Manchester City ( jangan mengitung Erick Thohir). Lebih parah lagi jika investor tersebut justru menggunakan instrument utang untuk membeli atau mengembangkan klub tersebut. Selain itu kebijakan bundesliga ini bertujuan juga untuk menekan harga tiket, sehingga stadion stadion bundesliga selalu penuh berakibat market share klub meningkat, angka penjualan merchandise meningkat, sponsor dan hak siar juga tinggi. Bundesliga juga masih memperkenalkan penonton dengan tribun berdiri, sebagai contoh Bayern Munchen menjual tiket untuk penonton berdiri 13 euro dan Dortmund dengan 11 euro, dan tiket penonton duduk juga jauh lebih murah. Sebagai contoh perbandingan average cost fans per games antara bundesliga dan premier league.
Akibatnya juga terjadi pada tingkat pendapatan yang dicatat oleh liga, pada tahun 2012 , liga mencatat 2 miliar euro dan mencatat profit after taxes sebesar 55 juta euro. Luar biasa bukan? Meningkat 7,2 % dibandingkan dengan musim sebelumnya. Tahun 2012 juga mencatat bahwa jumlah penonton rata-rata per pertandingan di bundesliga merupakan yang tertinggi dibanding 4 liga besar lain di eropa, yaitu sebesar 44.293 , diikuti premier league sebesar 34.601 dan la liga sebesar 28.478.
Salah satu kisah menarik klub di Bundesliga pernah terjadi antara 2 klub rival yaitu Bayern Munchen dan Dortmund, dimana saat Dortmund terancam bangkrut pada tahun 2003, Bayern justru memberikan pinjaman tanpa jaminan, I mean without collaterals!! Sebesar sekitar 2 juta euro kepada Dortmund.
Jadi pembinaan bagus, sistem kepemilikan yang melindungi fans , financial yang sehat, akankah membawa Jerman menguasai panggung sepakbola dunia, 2014 akan menjadi salah stau sinyal jawabannya.
“Football is a simple game. Twenty-two men chase a ball for 90 minutes and at the end, the Germans always win.” Gary Lineker.
Nb:hanya berbagi info, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H