Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Polemik Uang Kuliah Tunggal

4 April 2017   22:32 Diperbarui: 4 April 2017   22:39 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uang Kuliah tunggal yang cacat sejak awal selalu mengalami evolusi regulasi ke arah negatif. pematangan kapitalisasi pendidikan terutama di perguruan tinggi pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang kemudian diikuti dengan Permendikti nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal. di pasal Pasal 5 dengan jelas menyebutkan bahwa "Perguruan tinggi negeri tidak boleh memungut uang pangkal dan pungutan lain selain uang kuliah tunggal dari mahasiswa baru program Sarjana (S1) dan program diploma mulai tahun akademik 2013 – 2014." 

Artinya tidak ada biaya apapun yang dibebankan kepada mahasiswa selain daripada biaya UKT yang telah ditetapkan yang digolongkan menjadi 2 kelompok penanggung uang kuliah tunggal. Tahun 2014 pemerintah menambah kriteria kelompok UKT menjadi 8 kriteria melalui Nomor 73 Tahun 2014. 

beberapa ketentuan sebagai penyempurnaan kapitalisasi pendidikan kemudian dikeluarkanlah Permen Nomor 39 Tahun 2016 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal. diperaturan mentri yang baru ini ada beberapa perbedaan yang saya temukan diantaranya adalah (1)UKT tidak menjadi satu-satunya uang kuliah yang wajib dibayarkan tetapi perguruan tinggi berhak untuk meminta uang pangkal kepada 30% mahasiswa jalur mandiri. (2) UKT tidak menanggung pembiayaan dalam hal berikut :

 a. biaya yang bersifat pribadi;

 b. biaya pelaksanaan kuliah kerja nyata;

 c. biaya asrama; dan

 d. kegiatan-kegiatan pembelajaran dan penelitian yang

 dilaksanakan secara mandiri.

 Untuk melihat perbandingannya coba kawan-kawan perhatikan Pasal 5 Permendikti nomor 55 tahun 2013. jelas sangat paradoks dan mulai terlihat pengkualitasan komersialisasi pendidikannya :D (maaf kawan-kawan kalau agak muter2 lagi tinggi nih. hehehe) tapi yang jelas hal tersebut menegasikan pernyataan pemerintah bahwa UKT adalah solusi dari pemerataan pendidikan atau yang lebih sering disebut subsidi silang.

Bagaimana dengan bidik misi? saya secara pribadi mengenal bidik misi sebagai beasiswa untuk pelajar berprestasi yang ditempatkan diperguruan tinggi negri atau swasta yang ditunjuk penerima bidik misi. Tahun 2010 ketika saya mendapatkan beasiswa tersebut di Unsoed porwokerto (padahal banyumas) sama sekali tidak dipungut biaya SPP ataupun Uang pangkal, bahkan penerima beasiswa mendapatkan tunjangan biaya hidup 500rb perbulannya kalau tidak salah! lumayan buat amer 10 botol :D. 

So, bagaimana sekarang? coba comerade lihat di pasal 7 Ayat 1 Permen Nomor 39 tahun 2016 disebutkan bahwa ada biaya yang harus dibayar persemesternya maksimal Rp2.400.000. Woww... beasiswa apaan itu kawan-kawan? saya yang kuliah di Universitas swasta Ngehek aja kira-kira segitu persemesternya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun