Bubur, bagi banyak orang, bukan sekadar hidangan, tetapi juga simbol budaya yang kaya akan makna. Di Indonesia, ragam bubur hadir dengan cita rasa dan penyajian yang unik, masing-masing menceritakan kisah dari daerah asalnya. Salah satu bubur yang memiliki tempat khusus dalam tradisi masyarakat Jawa adalah bubur sura. Hidangan ini tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga membawa makna spiritual yang mendalam.
Di Jawa Timur, bubur sura sering kali dibuat sebagai bagian dari perayaan malam 1 Sura, yaitu pergantian Tahun Baru Islam. Bubur ini tidak hanya menjadi sajian keluarga, tetapi juga berfungsi sebagai media untuk menyatukan keluarga serta sarana doa bersama. Mari kita telusuri lebih dalam kelezatan dan makna dari bubur sura ala Jawa Timur.
Apa Itu Bubur Sura?
Bubur sura merupakan hidangan yang dihidangkan pada malam 1 Sura, malam pergantian tahun dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam (1 Muharam dalam kalender Hijriah). Malam 1 Sura dianggap sebagai waktu sakral yang penuh makna spiritual dan sering dikaitkan dengan doa untuk keselamatan dan kesejahteraan di tahun mendatang. Di berbagai daerah di Jawa, tradisi membuat bubur sura masih dilestarikan, termasuk di Jawa Timur.
Hidangan ini biasanya dinikmati bersama keluarga besar dalam suasana yang khidmat, bukan sebagai sesajen atau yang bersifat animistik, tetapi lebih sebagai ubarampe (perlengkapan) dalam upacara adat yang penuh makna spiritual. Tradisi ini adalah bentuk refleksi masyarakat atas segala rezeki dan berkah yang telah diterima dari Allah SWT, memaknai tahun baru Islam yang akan datang.
Banyak yang percaya bahwa tradisi membuat bubur sura telah ada sejak masa pemerintahan Sultan Agung. Tradisi ini berkembang sebagai ungkapan syukur dan doa untuk keselamatan dalam menyambut pergantian tahun.
Bubur Sura Ala Jawa Timur
Di Jawa Timur, bubur sura memiliki keunikan tersendiri, terutama dari bahan-bahan yang digunakan serta cara penyajiannya. Hidangan ini terbuat dari beras yang dimasak dengan santan, menghasilkan tekstur yang pulen dan gurih. Namun, keistimewaan bubur sura ala Jawa Timur tidak hanya terletak pada bubur itu sendiri, melainkan juga pada lauk-pauk yang menyertainya.
Biasanya, bubur sura di Jawa Timur disajikan dengan berbagai bahan pendamping seperti kare ayam dan tahu yang dipotong dadu, perkedel kentang ukuran kecil, kering tempe, telur dadar, dan kacang goreng, terkadang ada juga yang menambahkan serundeng.
Masing-masing komponen ini memperkaya cita rasa hidangan, menghadirkan kelezatan dalam kesederhanaan. Perpaduan antara bubur santan yang pulen dengan gurihnya lauk pendamping menciptakan harmoni yang sulit ditolak.
Lebih dari sekadar hidangan, bubur sura juga dianggap sebagai simbol persatuan, solidaritas, dan kebaikan dalam berbagi. Tradisi ini mencerminkan semangat gotong royong, setiap keluarga tak hanya memasak untuk diri sendiri, tetapi juga berbagi kepada tetangga.