Aku sangat yakin tentang hal ini. Bagi Salsa, Abi memang satu-satunya lelaki dalam hidupnya. Sebagai seorang anak yatim dan anak tunggal, tentu Salsa tidak mempunyai pandangan lain tentang karakter pria lain. Abi adalah cinta pertama bagi Salsa saat mereka mulai menjalin kasih pada awal masa perkuliahan kami. Hubungan mereka akhirnya berlanjut dalam pernikahan. Abi sangat mencintai Salsa, itu tidak usah diragukan lagi. Namun, ketakutan Abi akan ditinggalkan Salsa membuat logikanya sering tenggelam dalam rasa cemburu tak beralasan.
"Rara, seperti saranmu, aku akan mencoba mengajaknya ke psikolog. Aku ingin dia memahami dan menyadari bahwa ketakutan itu lahir dari rasa tidak nyaman dalam dirinya sendiri, bukan karena aku. Aku tidak ingin dia semakin terpuruk dalam ketakutan tak berkesudahan. Ini akan merusak kami berdua dan anak-anak kami kelak."
Ya, Abi memang memiliki trauma yang mendalam tentang wanita. Saat SMA, ibunya meninggalkan dia dan ayahnya, pergi bersama cinta pertamanya. Itulah sebabnya Salsa bisa memahami tindakan Abi. Meskipun begitu, dia tidak ingin mereka berdua terjebak selamanya dalam kubangan trauma.
"Yang bisa kulakukan saat ini hanya mendampinginya. Dalam diam penuh cintaku, aku yakin, kelak dia akan menyadari suatu hal. Cinta dan kepercayaan itu saling melengkapi."
Pamungkas kalimat sahabatku itu, yang mengakhiri curhat-nya sambil memelukku erat, membuatku terhenyak. Ya, jika cinta memang sudah hadir sepenuhnya, seharusnya tak perlu ada lagi hal lain, selain kehadiran cinta itu sendiri.
Terima kasih sahabatku, dalam galaumu, kau telah membuka hatiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H