Saya sepakat dengan apa yang disampaikan Prof. Ngainun Naim yang menyampaikan materi sebelum saya, bahwa sesungguhnya menulis itu mudah. Orang yang senang membaca memiliki sumber daya yang bisa dituangkan dalam bentuk tulisan. Meski tak semua orang yang senang membaca memutuskan untuk menulis namun senang membaca sudah merupakan modal awal untuk bisa menjadi penulis yang menginspirasi.
Tak hanya dari membaca. Jika kita mampu menajamkan indera-indera yang kita miliki, maka dari hal-hal sederhana yang terlihat, terdengar atau terasa pun kita bisa menghasilkan tulisan. Dengan demikian, pembahasan tulisan akan terasa nyata karena dekat dengan kehidupan sehari-hari para penulis maupun pembaca. Realistis.
Menentukan tema dan audiens akan membantu seorang penulis untuk menentukan "bahasa" apa yang mesti digunakan. Apakah bisa menggunakan bahasa ilmiah atau cukup bahasa  sehari-hari. Penuh diksi kah atau tidak. Bahasa yang berbobot kah atau cukup yang ringan-ringan saja, bisa disispi humor kah atau harus formal, dsb.
Tema juga bisa menentukan apakah kita memerlukan referensi (data) tambahan dari jurnal, artikel, wawancara, hasil survei, dsb. Tentu tujuannya untuk meningkatkan kualitas konten tulisan sehingga bisa menginspirasi pembaca. Ini juga akan membantu menentukan apakah kita memerlukan foto pendukung, infografis terpercaya, dll. Dengan kata lain, kita bisa membuat tulisan menjadi lebih detail dan otentik karena melampirkan data/riset pendukung baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Target bisa membantu penulis untuk konsisten menyelesaikan tulisannya. Terkadang, banyak ide bermunculan namun pada akhirnya tidak berkembang menjadi sebuah tulisan. Padahal, tulisan yang baik adalah yang selesai. Bagaimana mau menginspirasi jika tulisannya saja tidak selesai, toh?
Target bisa disesuaikan dengan kesanggupan penulis itu sendiri. Bisa dibuat secara umum, Â misal target membuat 1 artikel dalam 1 minggu atau membuat 1 buku dalam 2 bulan. Bisa juga targetnya dibuat lebih spesifik lagi. Misal bab 1 diselesaikan dalam minggu ke-1 dan ke-2, bab 2 diselesaikan dalam minggu ke-3, dst. Lalu ada target revisi, sunting, hingga penerbitan. Semakin spesifik dan jelas target dibuat, tentu akan semakin memudahkan dan mendorong penulis untuk melunasi "janji menulis" yang dibuatnya sendiri.
Terakhir, untuk bisa menjadi penulis yang menginspirasi, tentu tulisan yang telah dihasilkan jangan sampai disimpan sendiri. Penulis bisa berbagi dalam banyak cara. Melalui seminar, diseminasi, blog, bazar buku, dsb.
Melihat berbagai catatan peserta terkait motivasi, penulis yang menginspirasi itu selalu mendorong rekan-rekan penulis lainnya untuk mampu berkarya. Tak hanya sukses untuk diri sendiri, namun para penulis inspiratif ini juga mampu menghebatkan orang lain yang membaca karyanya.
Satu hal yang tak kalah penting, penulis yang menginspirasi menurut peserta workshop adalah penulis yang bisa menyentuh hati pembacanya. Strateginya sederhana, apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati lagi. Jadi, jika ingin menjadi penulis inspiratif yang menyentuh hati pembaca, maka kita pun pada saat menulis harus dengan sepenuh hati. Kesampingkan segala distraksi, yakin bahwa tulisan kita akan bermanfaat bahkan walau hanya untuk satu orang. Yakin bahwa terlepas dari sempurna atau tidaknya tulisan kita, ia akan sampai pada pembacanya.
Suatu kehormatan dan kebahagiaan tersendiri bagi saya karena bisa berbagi dan menjadi teman belajar dari para penulis yang kreatif dan inspiratif. Semoga kerangka tulisan yang menjadi buah tangan workshop temu penulis tersebut pada akhirnya bisa mewujud nyata dalam tulisan yang selesai dibuat (baik dalam bentuk buku maupun artikel, ditulis sendiri atau keroyokan). Terima kasih karena telah aktif berpartisipasi dan berbagi ide kepenulisan bersama.