Tak hanya belajar "kitab kuning" atau bahasa Arab, menjadi bagian dari pesantren membuat saya semakin takjub kepada para santri. Di antaranya, saya takjub dengan adab yang mereka miliki.Â
Seringnya beraktivitas bersama santri membuat saya sadar bahwa ternyata dalam menuntut ilmu itu ada adabnya. Dari obrolan para pengajar pondok, saya pun akhirnya tahu bahwa ada kitab-kitab khusus yang membahas tentang adab dalam menuntut ilmu. Salah satu yang populer di lingkungan pesantren adalah Kitab Ta'lim Muta'allim karya Imam Zarnuji.
Saya bersyukur dengan kecanggihan teknologi saat ini karena saya bisa mendapatkan terjemahan kitabnya (kitab asli ditulis dengan bahasa Arab gundul, alias tidak ada harakatnya).Â
Membaca kitab tersebut membuat saya sadar, mengapa di satu waktu ketika duduk melingkar, para santri yang saya tawarkan duduk di atas keramik teras depan kelas bersama saya malah menggeleng. Mereka memilih duduk di paving block yang posisinya lebih rendah.Â
Atau di waktu lain ketika saya berjalan dan ada santri di belakang yang tampak terburu-buru namun enggan mendahului. Rupanya mereka sedang mengamalkan adab dalam menuntut ilmu. Masya Allah tabarakallah.
Betapa para santri mendahulukan adab daripada ilmu. Adab meski sedikit, tetap jauh lebih baik daripada ilmu yang banyak. Pelajaran berharga ini yang saya dapatkan ketika merasakan menjadi santri sejenak. Sungguh, pengalaman tak terlupakan.
Saya memang bukan santri, tapi saya senang pernah mengenal dunia santri. Ternyata begini toh, rasanya jadi santri!Â
Selamat Hari Santri, 22 Oktober 2022: "Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H