Mohon tunggu...
Ditta Widya Utami
Ditta Widya Utami Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

A mom, blogger, and teacher || Penulis buku Lelaki di Ladang Tebu (2020) ||

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Begini Toh, Rasanya Jadi Santri!

22 Oktober 2022   02:22 Diperbarui: 22 Oktober 2022   04:25 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Hari Santri 2022 (dokpri, dibuat dengan Canva)

Berkenalan dengan Dunia Santri

Siapa yang tak ingin lebih dekat dengan Tuhannya? Ah, tapi saya kelewat malu. Ingin (menjadi santri) tapi terus merasa tak mampu. Yah, mungkin tekad saya memang belum bulat dan pejal.  

Keinginan terpendam itu tentu tak bisa saya sembunyikan dari Tuhan Yang Maha Tahu. Saya bahkan tak bisa berkata apa-apa ketika sebelum wisuda, teman saya menawarkan untuk mengajar di pesantren modern. See? Allah gave me a chance to feel like a santri!

Singkat cerita, saya pun menjadi salah satu guru yang mengajar di pesantren modern. Itulah awal mula saya mengenal dunia santri.

Kegiatan di pondok pesantren (ponpes) tempat saya mengajar bisa dibilang terbagi dua: kegiatan umum seperti sekolah (SMP, SMA/SMK/MA) dan tentu saja kegiatan keagamaan. Pagi hingga siang, santri sekolah biasa. Sedangkan kegiatan keagamaan seperti mengaji, mempelajari bahasa Arab, dll dilakukan di waktu subuh dan malam hari. Sore hari biasanya digunakan untuk ekstrakurikuler.  

Salah satu hal unik yang saya alami adalah ketika harus berpidato menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Arab setelah salat zuhur berjamaah. Saat itu, sejumlah siswa dan guru akan tampil sesuai jadwal yang telah ditentukan. 

Tema pidato boleh bebas yang penting harus berbahasa Arab atau Inggris. Saya tentu saja memilih tampil berbahasa Inggris, meski di satu dua kesempatan, saya selipkan pula kalimat-kalimat umum dalam bahasa Arab yang biasa digunakan saat akan pidato/kultum (kuliah tujuh menit). Belajar sedikit sedikit tak ada salahnya, kan?

Mulanya, saya hanya mengajar sebagai guru biasa sesuai dengan bidang keahlian saya. Namun, lama kelamaan saya pun mulai dilibatkan dalam kegiatan pondok. Bahkan saya sampai ikut mengaji kitab kuning! 

Di hari minggu usai salat zuhur, seluruh santri (termasuk saya dan pendamping santri yang lain)  ikut mengaji tafsir. Saya pikir kitab kuning itu adalah nama sebuah kitab khusus yang dipelajari para santri. 

Ternyata kitab kuning merujuk pada buku-buku klasik seperti buku tafsir yang kami gunakan (dimana kertasnya memang berwarna kuning).

Menjelang fajar, terkadang saya pun harus ikut mengajarkan percakapan-percakapan bahasa Arab atau Inggris yang sederhana kepada para santri. Syukurlah ponpes sudah menyediakan buku pegangan. Setidaknya saya bisa belajar terlebih dahulu. Seru juga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun