Mohon tunggu...
Ditta Widya Utami
Ditta Widya Utami Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

A mom, blogger, and teacher || Penulis buku Lelaki di Ladang Tebu (2020) ||

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sudah Sehatkah Mental Kita?

10 Oktober 2022   21:49 Diperbarui: 10 Oktober 2022   21:53 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Mengetahui bahwa setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia membuat saya bertanya pada diri sendiri, "Apakah saya termasuk yang sehat mental?"

Dalam website Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, disebutkan bahwa kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.

Orang yang mentalnya sehat dapat menggunakan potensinya secara maksimal untuk menghadapi tantangan hidup. Mereka juga dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Sedangkan orang yang kesehatan mentalnya terganggu, suasana hatinya pun akan terganggu. Begitu pula dengan kemampuan berpikir dan kendali emosinya. Akhirnya, orang yang mentalnya terganggu dapat berperilaku buruk.

Data WHO di tahun 2019 menunjukkan bahwa 970 juta penduduk di seluruh dunia dilaporkan mengalami gangguan mental. Paling umum yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan depresi. Di tahun 2020, keduanya mengalami peningkatan akibat pandemi Covid-19 (Kompas.com).

Pada saat yang sama, membaca lebih jauh artikel berjudul "Pengertian Kesehatan Mental" di laman Kemkes menambah wawasan saya terkait tiga macam kesehatan mental yang paling umum terjadi, yaitu: stres, gangguan kecemasan, dan depresi. Berikut sedikit ulasannya :

Stres

Stres adalah keadaan ketika seseorang mengalami tekanan yang sangat berat, baik secara emosi maupun mental. Tampak gelisah, cemas, dan mudah tersinggung bisa menjadi ciri orang yang sedang stres. Sayangnya, selain memengaruhi psikologi, stres juga dapat berdampak pada cara bersikap dan kesehatan fisik penderitanya.

Marah-marah yang kadang sulit dikendalikan, menjadi penyendiri/enggan berinteraksi dengan orang lain, enggan makan atau sebaliknya justru makan secara berlebihan adalah contoh dari perilaku orang yang sedang stres.

Sedangkan kesehatan fisik yang dapat terjadi bila seseorang stres adalah gangguan tidur, sakit kepala, sakit perut, nyeri dada, hipertensi, diabetes, dll.

Belajar menerima hal yang tak dapat diubah, mencoba berpikir positif, melakukan aktivitas fisik atau meditasi, melakukan hal-hal yang disukai serta belajar mengendalikan diri merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi stres.

Gangguan Kecemasan

Di beberapa film yang pernah saya tonton atau novel yang saya baca, terkadang muncul kondisi dimana tokoh mengalami gangguan kecemasan. Tokoh tersebut biasanya akan sulit bernapas hingga harus mengonsumsi obat penenang.

Hal-hal yang traumatis biasanya menjadi penyebab tokoh memiliki gangguan kecemasan. Misalnya trauma akibat intimidasi, pelecehan, serta kekerasan. Bila di kemudian hari tokoh tersebut berada di kondisi seperti saat ia mengalami kondisi traumanya di masa lalu, maka gangguan kecemasan dapat muncul menyerang tokoh.   

Hal baru yang saya ketahui dari artikel di website Kemkes adalah bahwa meski belum diketahui secara pasti, namun faktor lain dari gangguan kecemasan selain trauma adalah stres berkepanjangan serta gen yang diwariskan dari orang tua.

Ada dua cara untuk mengatasi gangguan kecemasan. Pertama, dengan pengobatan mandiri. Orang dengan gangguan kecemasan harus makan makanan yang bergizi (agar hormonnya seimbang), tidur yang cukup, mengurangi asupan kafein/alkohol, berolah raga secara rutin serta melakukan metode relaksasi sederhana seperti yoga atau meditasi.

Jika cara pertama tidak memberikan perubahan, maka berkonsultasi dengan dokter disarankan. Penanganan dokter biasanya meliputi pemberian obat antiansietas (obat pereda cemas yang hanya boleh digunakan sesuai resep dokter) serta terapi kognitif.

Depresi

Saya sempat bingung dengan istilah depresi. Saya pikir depresi itu hanya kondisi dimana seseorang sedang terpuruk atau mengalami kesedihan luar biasa. Namun ternyata, perasaan sedih pada depresi dapat berlangsung berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Pada kasus tertentu, depresi dapat membuat seseorang berniat untuk menyakiti diri sendiri dan mencoba bunuh diri.

Depresi dapat dipicu beberapa hal, antara lain: kehilangan orang yang dicintai, merasa kesepian, penyakit yang berkepanjangan, cedera parah di kepala, hingga akibat faktor genetik dalam keluarga.

Perubahan siklus menstruasi, berbicara/bergerak menjadi lebih lambat, gangguan tidur dan badan terasa lemah, nafsu makan menurun atau meningkat drastis, merasa sakit atau nyeri tanpa sebab merupakan dampak depresi terhadap Kesehatan.

Bila gejala tersebut muncul selama lebih dari dua minggu dan tak kunjung reda, dianjurkan untuk segera berkonsultasi ke dokter.

Back to question

Tema Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun 2022 adalah "Jadikan kesehatan mental untuk semua sebagai prioritas global". Tema tersebut menunjukkan bahwa setiap orang dituntut untuk peduli pada kesehatan mental. Jadi, kembali ke pertanyaan seperti dalam judul artikel ini, sudah sehatkah mental kita?

"Orang tua punya peran penting dalam mendukung kesehatan mental buah hatinya. Mengasuh dan merawat anak dengan penuh kasih sayang sama dengan membangun fondasi yang kuat bagi anak agar ia dapat mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang dibutuhkannya untuk hidup bahagia, sehat, dan sejahtera." (Unicef)

Setelah mengetahui lebih jauh terkait tiga masalah kesehatan mental di atas, sepertinya saya harus belajar lebih baik lagi agar bisa menjadi pribadi yang sehat mental. Bukan sekedar untuk diri sendiri, tapi juga untuk kebaikan orang-orang di sekitar saya. Terlebih karena saya sudah menjadi orang tua.

Bukankah seorang anak itu ibarat spons yang mampu menyerap apa pun yang orang tuanya ucapkan maupun lakukan? Hal itu tentu bisa berdampak pula pada kesehatan mentalnya. Maka, bila saya ingin anak saya bermental sehat, saya pun harus berupaya memiliki mental yang sehat.

Referensi :

https://promkes.kemkes.go.id/pengertian-kesehatan-mental    

https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/20/193000823/who--hampir-1-miliar-orang-di-dunia-alami-gangguan-kesehatan-mental?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun