"Belajar dari seorang guru yang banyak membaca dan berpengetahuan luas, bagaikan meminum air segar dari mata air yang tiada habisnya. Belajar dari seorang guru yang jarang membaca dan tidak bertambah pengetahuannya bagaikan meminum air keruh yang sudah lama menggenang."
Kalimat yang dituturkan oleh Dewi Susanti (1), lulusan master di bidang pendidikan dari Universitas Harvard dan Kepala Spesialis Peneliti Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) periode 2012-2015 ini sungguh menampar. Menampar bagi yang senang membaca untuk terus meningkatkan bahan bacaan serta menampar bagi yang masih kurang membaca untuk segera bangkit dan mulai banyak membaca.
Indonesia yang saat ini sedang menyiapkan generasi emas 2045 tentu membutuhkan guru-guru berkualitas. Mengikuti berbagai pelatihan, seminar, organisasi profesi, melakukan penelitian dan memperbanyak membaca merupakan beberapa jalan yang dapat ditempuh oleh seorang guru untuk bisa menjadi guru yang berkualitas.
Menurut Arnold RM dkk (2)Â intensitas membaca yang tinggi berkolerasi dengan kualitas manusia itu sendiri. Dengan membaca, manusia memiliki wawasan yang luas dan memiliki kemampuan mengorganisasikan seluruh informasi, pengetahuan dan mengembangkan kreativitas.
Bagi sebagian guru, memiliki target membaca setiap minggu atau minimal setiap bulan bukan hal yang sulit. Bagi sebagian yang lain, menjadikan membaca sebagai salah satu kebiasaan dalam aktivitas sehari-hari bisa jadi butuh perjuangan karena guru harus meluangkan waktu khusus untuk membaca (tidak termasuk membaca materi pembelajaran tentunya).
Kurangnya waktu membaca bisa dikarenakan kesibukan guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, belum lagi jika ditambah kesibukan di rumah atau organisasi profesi yang diikuti. Namun, sulit bukan berarti tidak bisa. Saya yakin setiap orang selalu bisa mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang lebih baik jika mau berusaha.
Bagi yang masih merasa kesulitan dalam meluangkan waktu untuk membaca (berlaku tidak hanya untuk guru), maka mulailah dengan membaca apa pun yang kita sukai. Jika Anda senang memelihara anggrek, mulailah membaca buku tentang anggrek. Jika Anda menyukai kucing, mulailah membaca hal-hal yang berkaitan dengan kucing. Jika Anda punya anak, mulailah membacakan buku-buku cerita untuk anak Anda. Â
Tidak mengapa jika masih banyak yang mencibir karena membaca buku-buku ringan/sederhana/tipis. Teruslah membaca. Bukankah kita sedang menanam kebiasaan yang baik? Bukankah investasi dalam pendidikan selalu membutuhkan proses? Maka, teruslah membaca hingga Anda menjadi seorang pecandu. Ya, menjadi pecandu buku.
Seiring berjalannya waktu, tingkatkan bahan bacaan kita. Dari fiksi menjadi fiksi ilmiah, lantas ke nonfiksi, buku-buku pengembangan diri, artikel-artikel ilmiah, buku teks, dan sebagainya. Nah, mengawali semester genap di tahun ini, sudahkah Anda membaca buku?
Mari, menjadi guru yang profesional dan berkualitas demi Indonesia emas 2045.
Referensi :
- 1) Tim Penulis Mitra Forum Pelita Pendidikan. 2014. Oase Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Tanoto Foundation.
- 2) Arnlold RM, dkk. 2015. Potensi Membaca Buku Teks. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol.3/No.1, Juni 2015, hlm. 81-88.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H