Mohon tunggu...
Ditta Widya Utami
Ditta Widya Utami Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

A mom, blogger, and teacher || Penulis buku Lelaki di Ladang Tebu (2020) ||

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Indonesia Darurat Sampah

23 November 2018   20:14 Diperbarui: 23 November 2018   21:59 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadani (dilingkari), siswa yang sudah mampu membiasakan membuang sampah pada tempatnya. (Foto: Eka Tresnawati)

Saat mengikuti gerak jalan se-Kecamatan Cipeundeuy Subang (21/11/2018) dalam rangka memperingati HUT PGRI dan Hari Guru Nasional, penulis memerhatikan beberapa anak yang masih dalam jangkauan pandang penulis. Satu dua anak ada yang membuang sampah bekas minuman begitu saja sambil tetap berjalan.

Namun seorang anak laki-laki (Ramadani VII-C) justru dengan sengaja keluar dari barisan, berjalan beberapa meter sebelum akhirnya membuang sampah bekas air mineral ke tempat sampah di dekat sebuah ATM. Penulis tersenyum dan bersyukur melihat kejadian itu karena ternyata masih ada yang mampu membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya.

Sebetulnya, pembiasaan lingkungan bersih bebas sampah sudah digalakkan di sekolah. Mulai dari melatih tanggung jawab dalam piket kelas, hingga kegiatan Jumat bersih yang rutin dilakukan dua minggu sekali. Tempat sampah di sekolah juga sudah dicat berwarna warni agar anak mau membuang sampah pada tempatnya. 

Seorang ahli taman telah menyulap tempat pembuangan sampah sementara di sekolah dengan ukiran 3 Dimensi yang menakjubkan.  Belum lagi ada sumbangan tempat sampah dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Subang. Sayang seribu sayang, masih saja ada anak yang belum mampu membuang sampah pada tempatnya.

Jika saja mereka tahu, ada ikan paus sepanjang 9,5 meter di Wakatobi, Sulawesi Tenggara yang ditemukan sudah dalam keadaan mati (Kompas, 20/11/2018) dan diperutnya terdapat banyak sekali sampah plastik mulai dari bekas air mineral, rapia, karung terpal, sisa bungkus mie instan hingga kantong keresek. Nahas, ada kiriman sekitar 12,7 ton sampah plastik ke lautan setiap tahunnya. Saat mengetahui berita ini, penulis begitu sedih karena betapa kita (manusia) telah menjadi salah satu kemungkinan besar penyebab matinya ikan paus tersebut. Sungguh, Indonesia telah menjadi negara darurat sampah.

Berawal dari Hal Kecil

Plastik bekas bungkus permen mungkin masih terasa sangat kecil, sehingga banyak orang yang merasa "tidak bersalah" saat membuang sampahnya dimana saja. Tapi coba bayangkan bagaimana jika ada 100 orang (sekitar 3 kelas) yang makan permen dalam satu sekolah? Bagiamana jika ada 10 kelas yang makan permen? Akan jadi sebanyak apa sampahnya? Itu baru sebungkus permen. Belum ditambah bungkus air mineral atau cemilan lain.

Ketidakpedulian ini, sikap yang terlalu menganggap enteng masalah ini (beranggapan hanya membuang sampah kecil) harus mulai dikikis. Karena dari yang kecil itulah, suatu saat bisa menjadi masalah besar.

Memang, akan ada orang yang memungut plastik-plastik bekas air kemasan untuk kemudian dikumpulkan dan ditukar dengan rupiah. Kita masih terbantu dengan adanya orang-orang tersebut. Malah sepatutnya kita harus bersyukur. Mereka menjadi tangan pertama yang memilah sampah plastik yang sulit terurai sebelum akhirnya dapat didaur ulang. Namun, sudah sepatutnya sebagai orang-orang yang pernah atau sedang mengenyam dunia pendidikan baik formal/nonformal, kita harus sadar dan mau untuk minimal membuang sampah pada tempatnya.

Upaya Positif Meminimalisasi Sampah Plastik

Di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (FTP UGM) terdapat Bank Botol dari Gitapala (sebuah organisasi mahasiswa pecinta alam) yang memfasilitasi warga FTP UGM untuk mengelola sampah plastik sehingga hasilnya dapat dibelikan benih pohon. Bermanfaat bukan? Tidak hanya untuk manusia kini, tapi juga kelak untuk anak cucu kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun