Mohon tunggu...
Adith Totabuany
Adith Totabuany Mohon Tunggu... wiraswasta -

Yang Paling Keren di jadikan Inspirasi nulis itu adalah kisah kita dan kisah sekitar kita :-)\r\n\r\nKeep Spirit...>>>>\r\n

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Keajaiban Cinta Playboy Insyaf (16)

7 Juli 2013   20:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:52 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Diko memelukku dan berusaha menghibur.

" Daf. Kamu udah bisa melihat Ingky lagi sekarang…" Bisiknya.

Di depan kami, Ingka dan ayahnya pun tak kalah sedih. Ingka Bersimpuh di pangkuan ayahnya dengan linangan air mata. Sementara sang ayah, pak Rahman pun tak bisa menyembunyikan sedihnya.

Selama ini ia berjuang berusaha mencari akses dimana saja demi mendapatkan informasi tentang anaknya. Tapi nggak pernah berhasil karena Ingky telah merubah Identitasnya menjadi seorang cewek tomboy, sementara foto yang disebarkan Ayahnya adalah Ingky yang berambut panjang dengan ciri-ciri Feminim.

" Nak Daf, Boleh mengantar kami ke makamnya Ingky?" Pinta pak Rahman.

" Boleh pak." Jawabku mengiyakan.

Mobil disiapkan. Supir Pak Rahman sudah pulang tadi jadi Aku yang meyetir mobil. dan Pak Rahman ngijinin.

Sepuluh menit kemudian kami tiba di area pemakaman umum. Turun dari mobil, aku dan Diko menuntun Pak Rahman dan Ingka ke makamnya Ingky.

" Ini makam Ingky, pak." Aku menunjukan sebuah makam yang masih berupa gundukan tanah dan Nisan bertuliskan Ingky Binti Abdullah.

Sudah banyak rumput tumbuh diatas makamnya. Kami berdoa sejenak di depan makam. Sekedar mengirim surat Al Fatihah kepada Almarhumah. kemudian Ingka mulai sibuk mencabuti rumput yang tumbuh di makam itu.

Nggak ada isak tangis darinya seperti kebanyakan wanita yang dating meratap di makam. karena di mobil tadi Pak Rahman berpesan ke Ingka untuk tidak meratap atau menangis berlebihan seperti orang musyrik. Namun demikian, Gurat kesedihan nggak bisa disembunyiin. Kuperhatikan air mata gadis itu menganak sungai.

Pak Rahman berdiri disamping aku dan Diko. Sesekali ia menghela nafas dan medesah diikuti kalimat Allahu Akbar.

" Semua sudah dituliskan yang maha Kuasa. Kita hanya bisa pasrah tanpa harus menyalahkan takdir Ilahi." Ucap beliau sebelum kami melangkah pulang.

" Semoga Kak Ingky mendapat tempat yang layak disisiNya." Gumam Ingka.

Aku dan Diko diantar pulang ke rumah masing-masing. Diko diantar duluan. Kemudian aku. Setelah pamitan sama Pak Rahman, sebelum melangkah ke rumah, Ingka memanggilku.

" Kak Daf, tunggu.."

Aku menoleh. Dadaku berdegup kencang lagi. Ingka mendekat. Aku gemetaran.

" A..Ada apa ukhti?? " Tanyaku canggung.

" Ini. Kalung ini untuk Kak Daf." Ujar Ingka sambil menyerahkan Kalung tadi.

" Tapi Ini milik Ingky kakakmu."

Ingka tersenyum tipis. Senyum yang sangat mirip dengan senyuman Ingky." Ini milik kak Ingky, udah diamanhkan untuk kak Daf. Kalungku kan ada kak." Katanya sambil memperlihatkan kalung yang sama persis.

Aku menerima kembali kalung Ingky itu.

" Aku pamit kak, Assalamualaikum"

" Waalaikumsalam"

Ingka melangkah menuju mobil. Pak Rahman melambaikan tangan sambil tersenyum. Aku ikut melambaikan tangan. Begitu akrab terlihat. Padahal belum seminggu kami salig mengenal. Tapi seperti ada ikatan batin yang aku rasakan. Meskipun masih diliputi kesedihan, namun ada rasa bahagia yang kurasa saat itu. Aku merasa Ingky seperti hidup kembali. Tapi sayangnya yang ini Bukan pacarku. Namun dalam lubuk hatiku meyakini bahwa ini adalah garisan takdir ilahi.

Malam itu, aku di sms diko untuk ngumpul di tempat biasa. Diko punya misi mengajak teman-teman nongkrong untuk meninggalkan dunia maksiat.

Selepas Isya Aku langsung ke TKP. Disana hanya ada Erik dan Diko. Yang lain belum datang. Diko datang lebih awal dari aku.

" Daf, aku iri sama kalian lho." Kata Erik.

" Kenapa emangnya?" Tanyaku.

" Kalian kok tiba-tiba jadi anak rohis gini sih? Yang aku tahu kalian belum lama belajar islam. Sementara di luar sana banyak lulusan Sekolah Agama, lulusan Pesantren bahkan sarjana agama tapi nggak mampu memakmurkan masjid lima kali sehari. Apalagi Diko, yang kemaren masih alkoholic sekarang udah sunnaholic. " Tutur Erik.

" Itulah namanya berkorban rik. Kalau Agama didapat secara Instan, nggak ada pengorbanan, hasilnya kita pun akan acuh tak acuh dengan ajaran Agama." Jelasku.

" Benar tuh rik. JadiΚalau kamu pengen berubah menjadi lebih baik, masih banyak waktu kok. Jangan sia-siakan kesempatan untuk bertobat selagi masih di beri kesempatan. " Sambung Diko menthargib ( memberi semangat agama).

Aku dan Diko saling bergantian menthargib Erik. sesekali saya memberikan Analogi ke Erik biar dia lebih paham maksud dan tujuan memperbaiki diri. Seperti contoh analogi Babi dan Manusia yang tidak taat. Di padang Mahsyar manusia akan Iri kepada Babi yang najis. Karena setelah habis penghisaban, Babi akan menjadi Debu. Sementara manusia akan di hitung amalnya dan akan di masukan ke dalam neraka bila mati tak bawa amal agama. Dan pada akhirnya dia pasang niat juga untuk ikut Khuruj. Karena di khuruj nggak ada ajaran menyimpang dari islam. Semua hanya seputar Dakwah, ibadah, taklim dan hikmad.

Disaat lagi seru-serunya kami berbagi kisah yang berhubungan dengan amal agama, Ibuku menelpon.

" Assalamualaikum bu?"

" Waalaikumsalam. Daf, pulang dulu nak, ada yang nyariin nih." Kata Ibu lewat handphone.

" Baik bu," jawabku menuruti.

Aku pamit. Kutinggalkan Diko berbagi kalguzari (cerita pengalaman) dengan Erik. Dalam hati kuberdoa, semoga sahabatku satu ini mau mengikuti jejak langkah aku dan Diko.

Tempat nongkrong nggak jauh dari rumahku. Begitu sampai depan rumah, kulihat terparkir mobilnya pak Rahman. Aku terus melangkah masuk ke dalam.

" Assalamualaikum. " aku memberi salam.

" Waalaikumsalam. " serempak Ibu, pak Rahman dan Ingka membalas salam.

Aku menyalami mereka satu persatu kecuali Ingka. Penampilannya beda. Wajahnya nggak kelihatan lagi. Ia memakai Cadar kali ini.

To Be Continue...>>>

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun