Ramadan selalu menjadi bulan yang dinantikan. Bukan hanya penuh berkah, tapi juga bulan yang selalu menjadi kenangan indah. Nah, apa sih nostalgia masa kecil di bulan Ramadan yang kalian rindukan?
Biasanya masa Ramadan paling indah akan dialami pada usia sekolah dasar. Banyak kenangan bermain bersama teman, keluarga, guru, hingga tetangga. Terutama pada masa era 90-an, di masa belum ada gawai (gadget) yang menjadi pegangan. Apa saja itu? Yuk kita flashback.
Sudah menjadi tradisi di bulan Ramadan, pihak sekolah selalu membagikan buku agenda Ramadan. Buku ini berupa kewajiban mengisi kegiatan selama bulan suci tersebut.
Baik sholat lima waktu (entah dilakukan sendiri/berjamaah), mengaji, sholat tarawih hingga sholat jumat dan bersedekah. Kita harus mengisi daftar kewajiban tersebut, apakah sudah dilakukan, belum atau tidak sama sekali. Kita harus memberikan tanda ceklis atau membubuhkan tanda tangan diri. Serta mengisi inti ceramah khotbah jumatan.
Yang selalu menarik, kita akan berebut mencari tanda tangan imam setelah sholat usai. Di akhir Ramadan, buku agenda tersebut akan dikembalikan ke sekolah untuk dinilai oleh guru agama/wali kelas. Pencapaian buku agenda ini akan menentukan nilai rapor di akhir caturwulan. Duh ketahuan banget nih usianya sekarang. Haha.
Pada awalnya, aku tidak mengerti mengapa sekolah memberikan kewajiban mengisi buku agenda Ramadan. Namun setelah dewasa, ternyata aku baru menyadari pentingnya buku tersebut.
Strategi terbaik untuk meningkatkan kualitas iman dan Islam tak lain kecuali dengan semangat melakukan pembiasaan. Yang kadang kala harus dilakukan dengan sedikit pemaksaan.
Ibnu Qoyyim berkata, "Suatu yang bermanfaat bagi manusia, rata-rata tidak mengenakkan. Namun suatu yang membayakan rata-rata mengasyikkan. Dan sebab kehancuran adalah suatu hal yang menyenangkan."
Jadi buku agenda tadi semacam buku catatan amalan kita. Kalau penuh, ya berarti akan mendapat nilai bagus. Begitu pun sebaliknya. Dan ada yang mengawasi, yaitu guru/wali kelas.
Saat dewasa, sekarang buku amalan itu tak ada. Karena tak ada yang mengawasi, biasanya kita sering abai. Padahal malaikat Raqib dan Atid selalu di sisi. Siap mencatat amal perbuatan kita, entah baik dan buruknya.
Siapapun pasti ingin sukses. Kebiasaan baik adalah kuncinya. Ibnu Athaillah berkata, "Bagaimana mungkin engkau mendapat hal luar biasa. Sementara engkau belum mengubah kebiasaan burukmu?"
2. Membangunkan Orang Sahur
Tradisi membangunkan orang sahur sudah terjadi lama. Di kampungku, tradisi tersebut dimulai dengan keliling kampung memakai kentongan atau bedug.
Namun seiring waktu, kentongan mulai tergantikan dengan perkakas dapur, seperti kaleng, panci beragam ukuran, wajan, spatula, hingga galon air minum isi ulang.
Sebelum memulai tradisi ini, biasanya aku dan teman-teman menginap di mushola terdekat mulai pukul 10 malam atau selepas tarawih. Tradisi keliling kampung sambil membangunkan orang sahur akan dimulai pukul 2 dini hari hingga pukul 3 dini hari. Lantas, aku biasanya pulang untuk makan sahur setelahnya.
Era 2010-an, teman-teman remaja masjid mulai menghentikan tradisi keliling kampung menggunakan kentongan. Alat mulai beralih dengan sound system, lengkap dengan kendaraan mini. Isi lagu bukan sholawatan, tapi dangdutan full house yang bikin orang tidur pasti terbangun. Ada yang kesel, tapi ada juga yang seneng jadi ikut bergoyang.
Di tahun 2020-an, tradisi itu mulai menghilang. Apalagi di tengah pandemi. Larangan berkumpul bikin pemuda masjid dan mushola enggan melestarikan tradisi itu. Jadilah cuma pengumuman jam sahur via pengeras suara. Itu pun hanya diumumkan pukul 03.00, pukul 03.30, pukul 04.00 dan waktu imsyak.
Jadi bagi yang tertidur pulas, siap-siap sahur bablas. Ah kangennya masa ini.
3. Sholat Shubuh Berjamaah
Karena jadwal waktu imsyak dan shubuh tidak jauh, kita selalu diajarkan untuk ibadah di mushola/masjid terdekat. Yang paling asyik, kita selalu janjian dengan teman terdekat untuk jalan bersama.
teknologi ponsel. Jadi bagi yang rumahnya jauh akan menghampiri yang terdekat. Namun di saat yang jauh tidak nongol, yang dekat mushola/masjid harus menghampiri. Kita jadi dekat. Kalau ada masalah pun selalu curhat.
Saat itu belum ada4. Jalan Pagi Sambil Main Petasan
Selepas sholat shubuh, hal yang bikin kangen adalah jalan pagi dan main petasan. Biasanya aku nggak pernah beli karena orangtua ku melarang.
Saat jalan pagi itu, kita biasanya berpapasan dengan warga kampung sebelah. Ada yang ejek-ejekan terkait besar kecil petasan.
Karena jalan dengan anak dewasa, kadang kita saling menggoda dengan cewek cantik yang berpapasan di jalan dengan kita. Ah serunya meski aku dulu nggak tahu itu apa faedahnya.
5. Buka Puasa Bersama
Hal yang bikin terkesan saat kecil dulu yakni berbuka puasa bersama di mushola. Kadang kita membawa kolak/minuman ringan untuk berbuka bersama. Kita juga sering bertukar/menikmati bersama makan kecil/minuman yang kita bawa.
Terkadang mushola juga sudah menghidangkan kudapan kecil untuk berbuka. Entah teh manis/kolak buah, dengan kudapan gorengan/buah sekadar pelepas dahaga.
Namun saat kita menginginkan nostalgia itu kembali di usia dewasa, kesempatan itu tak lagi ada. Entah karena sudah berkeluarga atau harus berbuka di tempat kerja.
Yang paling sering, undangan berbuka puasa bersama bersama teman masa kecil. Entah dari grup sekolah/teman kerja di kantor lama.
Beruntung kalau kita bertemu bestie yang tidak mengungkit buruknya kenangan lama. Isinya cuman bukber dan cerita baik nostalgia.
Yang bikin jengkel, ketemu teman yang selalu mencibir kita. Entah soal ketiadaan pasangan saat datang, penampilan, gawai, kendaraan atau soal anak.
Buka bersama bukan malah menjadi momen silaturahmi, tapi buat ajang pamer pencapaian diri. Ah aku kangen masa kecilku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H