Mohon tunggu...
Sri Wahyuni
Sri Wahyuni Mohon Tunggu... Human Resources - PR Health Talent

Ditjen Nakes Kemenkes RI

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pendidikan dan Kesehatan

29 April 2022   08:00 Diperbarui: 29 April 2022   08:11 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pemerataan SDM Kesehatan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas menjadi hal yang mendorong Pemerintah untuk melakukan integrasi sistem Pendidikan dan Kesehatan. 

Academic Health System (AHS) merupakan sebuah model kebijakan yang mengakomodir potensi masing-masing institusi ke dalam satu rangkaian visi yang berbasis pada kebutuhan masyarakat, sehingga terbangun ekosistem kerja sama yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.

Model integrasi sistem pendidikan dan sistem kesehatan dengan melibatkan pemangku kebijakan kesehatan daerah akan mempercepat capaian indikator kesehatan di suatu wilayah (Wartman, 2007; Yu, 2013).

Konsep AHS sendiri telah berkembang di beberapa negara, diantaranya di Britania Raya, Kanada, Singapura, dan Australia (Fisk et al., 2011; French et al., 2014; NUHS 2020). AHS juga dikenal dengan berbagai terminologi, diantaranya Academic Health Science Center (AHSC) dan Academic Health Science Network (AHSN).

Berbagai literatur menjelaskan manfaat penyelenggaraan AHS di berbagai setting, diantaranya:

  • Sistem kesehatan dan pendidikan tinggi yang adaptif dan berbasis kebutuhan;
  • Mutu pelayanan kesehatan yang tinggi, melalui dukungan pendidikan dan penelitian yang tepat guna serta berbasis continuous improvement;
  • Percepatan implementasi inovasi berbasis riset pada setiap elemen pembangun sistem kesehatan; serta
  • Model kerja berbasis kolaborasi mutualisme, yang berujung pada efisiensi kinerja, sumber daya, dan anggaran.

Pengembangan AHS di Indonesia awalnya diinisiasi oleh beberapa institusi  pendidikan tinggi dan rumah sakit pendidikan sebagai langkah penguatan fungsi antar institusi anggota. Seiring berjalannya waktu, program AHS dikembangkan untuk tujuan mendukung pencapaian indikator kesehatan masyarakat. 

Konsep AHS terekognisi secara nasional melalui pembentukan Komite Bersama pengembangan AHS antara Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Kementerian Kesehatan, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Rumah Sakit Percontohan Sistem Kesehatan Akademik, dan Rencana Kerja AHS tahun 2019.

Hasil pengamatan awal program AHS di Indonesia diantaranya membawa dampak yang positif untuk percepatan inovasi pelayanan kesehatan yang berdampak langsung bagi daerah, peningkatan kualitas pengelolaan SDM dan anggaran, serta peningkatan kualitas pendidikan kesehatan. 

Sementara disisi lain, kurangnya pemahaman tentang pentingnya AHS antar pemangku kebijakan dan belum suportifnya regulasi yang menaungi implementasi AHS, menjadi kendala dalam implementasi AHS secara Nasional.

Implementasi AHS di tahun 2022 diharapkan dapat membantu percepatan pemenuhan dan pemerataan dokter spesialis sebagaimana diamanatkan oleh program Transformasi Sistem Kesehatan yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan. 

Hal ini merupakan tindak lanjut upaya Kementerian Kesehatan dalam melakukan Akselerasi Program Studi Dokter Spesialis dan Subspesialis dan Kebijakan Kementerian Ristekdikti tentang Penugasan Pembukaan Program Studi Dokter Spesialis. 

Oleh karenanya, AHS diharapkan dapat menjadi solusi yang inovatif terhadap isu pemenuhan dokter spesialis berbasis sinkronisasi demand and supply di antara stakeholders' yang terlibat dalam AHS.

Berbagai Workshop dan Webinar dilakukan untuk mempercepat pemahaman tentang pentingnya pelaksanaan AHS di suatu wilayah kepada para pemangku kebijakan yang berperan penting dalam AHS. Workshop dan Webinar antara lain ditujukan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman Fakultas Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan Utama, dan Dinas Kesehatan terkait dengan AHS;

2. Menyediakan forum informasi terkait model dan indikator pengembangan AHS di Indonesia;

3. Menggambarkan kebutuhan aspek legal dalam pengembangan AHS di suatu wilayah;

4. Menginformasikan berbagai inovasi pemenuhan dan pemerataan SDM Kesehatan berbasis AHS di Indonesia;

5. Mengidentifikasi daya pendorong dan penghambat pemenuhan dan pemerataan SDM Kesehatan berbasis AHS;

6. Pengembangan model AHS di Indonesia di masa yang akan datang.

Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan dalam pembukaan "Workshop Pembahasan Kerjasama Fakultas Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan, dan Dinas Kesehatan dalam rangka Academic Health System" tanggal 12 April 2022 di Bali, menyampaikan bahwa kebutuhan dokter dan dokter spesialis dapat terpenuhi di seluruh Indonesia secara merata dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. 

Salah satu tahapan dalam pemenuhan kebutuhan dokter di Indonesia adalah dengan peningkatan kuota mahasiswa dokter umum. Penambahan rasio dokter umum 2 (dua) kali dan dosen sebanyak 1,5 kali maka kekurangan dokter umum bisa terselesaikan dalam jangka waktu 10 tahun dengan catatan semua dokter bekerja di fasyankes. 

Namun saat ini 20% dokter berkerja di bidang manajerial, sehingga pemenuhan kebutuhan dokter bertambah waktunya menjadi 12 tahun dengan rasio tersebut" katanya.

Sama halnya dengan pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. "Per 1 April 2022 jumlah dokter dan dokter Spesialis di rumah sakit seluruh Indonesia sebanyak 122.023 orang dan kekurangan sebesar 8182 orang dokter. Kekurangan ini hanya didasarkan pada pada standar minimal ketersediaan dokter pada rumah sakit dan belum memperhitungkan beban kerja pelayanan" lanjutnya. 

Penambahan kuota dokter spesialis untuk meningkatkan standar rasio dokter spesialis per 1000 penduduk, harus disesuaikan dengan kapasitas rumah sakit dan rumah sakit pendidikan yang tersedia. Menurut Data Bapenas tahun 2018, rasio dokter spesialis per 1000 penduduk tahun 2025 sebesar 0,28 artinya 28 dokter spesialis untuk 100.000 penduduk.  

Melalui AHS diharapkan dapat menghitung jumlah dan jenis lulusan SDM Kesehatan dan memenuhi kebutuhan wilayah; Mendefinisikan profil dan value SDM Kesehatan yang diperlukan di wilayah tersebut; serta menentukan pola distribusi SDM Kesehatan yang sustainable dari mulai layanan primer hingga tersier.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun