Setiap manusia yang telah memasuki fase dewasa selalu dihadapkan dengan kata "pernikahan". Pernikahan  merupakan salah satu budaya dan bagian dari siklus hidup manusia dalam membentuk suatu ikatan yang bernama "keluarga".
Menurut Wismanto sebagaimana dikutip Krisna Indah (2019) dijelaskan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam agama Islam, ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang pernikahan. Sebagai contoh, dalam surat ar-Rum ayat 21 Allah swt. berfirman (yang artinya), "dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir".
Kehidupan berumah tangga tentu dihadapkan dengan banyak rintangan yang harus dihadapi. Oleh karena itu, dalam pernikahan dibutuhkan relasi yang kuat dari seorang laki-laki dan perempuan agar menciptakan ikatan pernikahan yang harmonis. Salah satunya dengan melakukan komunikasi interpersonal antara suami dan istri. Komunikasi interpersonal antara suami-istri bukan hanya dilihat dari seberapa seringnya melakukan komunikasi, tapi ditentukan dari mutu komunikasi tersebut.
Komunikasi interpersonal antara suami-istri tidak muncul secara tiba-tiba, namun perlu dipupuk dengan baik supaya dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan dalam hubungan komunikasi interpersonal antara suami dan istri menurut Joseph Devito sebagaimana dikutip Maria Victoria Awi (2016)Â ditandai dengan adanya rasa saling terbuka, sikap empati, saling mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal menurut Gunarso di antaranya sebagai berikut:
Pertama, adanya rasa percaya. Salah satu unsur yang penting dalam mempengaruhi komunikasi interpersonal antara suami dan istri adanya rasa percaya. Menurut Jhonson dalam karya ilmiahnya menyatakan bahwa rasa percaya akan terbentuk jika ada keyakinan dari pasangan memberikan keuntungan, dan terbentuk melalui sikap menerima, mendukung, sharing, dan kerjasama pada diri seseorang.
Seiring berjalannya waktu kepercayaan terhadap pasangan bisa dibangun melalui perilaku dan adanya sikap saling terbuka dalam melakukan komunikasi. Kepercayaan terhadap pasangan merupakan suatu pondasi dalam suatu hubungan pernikahan. Hilangnya rasa kepercayaan dalam hubungan, maka hal-hal buruk bisa saja terjadi. Rasa cemas semakin diperas, akhirnya berujung rentan ke kandas.
Kedua, adanya perilaku suportif. Ada sebagian orang yang mengatakan, "pasangan romantis aja gak cukup, jika belum suportif". Dalam menjalin hubungan, tentu saja sikap suportif sangat dibutuhkan, karena dalam perilaku suportif itu dapat meningkatkan komunikasi. Seperti apakah sikap suportif itu?
Ciri-Ciri perilaku suportif menurut Krisna Indah Marheni (2009) dapat ditandai dengan; pertama, kemampuan menyampaikan pesan melalui isi pikiran maupun perasaan tanpa harus menilai sisi kelemahan pasangan; kedua, kemampuan menyampaikan suatu masalah dengan pasangannya melalui dengan cara kerja sama; ketiga, punya sikap spontanitas dalam hubungan, seperti sikap jujur dan sebagainya.
Keempat, kemampuan untuk memahami orang lain (empati); kelima, mampu bersikap netral dengan tidak mempermasalahkan perbedaan yang berpotensi melahirkan konflik; keenam, bersikap profesional atau bersedia untuk meninjau pendapat pribadi.
Sederhananya, suportif di urusan perdomestikan perempuan dan laki-laki harus saling berbagi peran, saling melengkapi satu sama lain. Memang, dalam kultur dan budaya  patriaki biasanya hanya perempuan saja yang mengurus urusan domestik, namun kini telah bergeser bahwa laki-laki pun harus ikut membantu. Urusan domestik dalam rumah tangga adalah tanggungjawab bersama.
Agar lebih seimbang lagi dalam menjaga hubungan yang sehat, sejatinya perempuan diusahakan untuk berdaya. Baik itu dalam segi finansial, kemandirian, intelektual, moralitas dan yang lainnya. Menjadi perempuan itu tidak hanya sekedar mempunyai kecantikan saja, karena kecantikan akan memudar seiring berjalannya waktu.
Menurut Kristin Moilanen dalam karya ilmiahnya dengan judul Journal of Applied Developmental Psychology mengatakan bahwa komitmen dan cinta memang seharusnya saling menguatkan.
Menikah itu persentase gabungan antara laki-laki dan perempuan. Ketika keduanya masih sama-sama single, kedunya masih punya persentase penuh atas dirinya. Secara teori memang seperti terlihat mudah, tapi faktanya kita tak tahu kehidupan seperti apa yang akan dijalani setelah menikah. Dasar dalam setiap hubungan yang baik adalah adanya komunikasi yang baik yang dilakukan kedua belah pihak kepada pasangannya. Naaah, sudah siap menjalani  rumah tangga bersama pasangan? Apa kalian punya strategi khusus untuk tetap harmonis bersama pasangan?
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H