Mohon tunggu...
Gregorius Dinesh
Gregorius Dinesh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Arsitektur

gk tau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Generasi Z yang Kurangnya Minat Membaca

22 November 2024   08:06 Diperbarui: 22 November 2024   08:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Generasi Z, yang dikenal sebagai digital natives, semakin menunjukkan penurunan minat membaca, terpengaruh oleh berbagai faktor seperti kemudahan akses informasi melalui perangkat elektronik dan media sosial. Dengan informasi yang cepat dan singkat, mereka cenderung lebih memilih konten visual dan interaktif daripada buku atau artikel panjang. Selain itu, gaya hidup yang serba cepat dan tuntutan untuk tetap terhubung secara online mengurangi waktu yang dihabiskan untuk membaca. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap kemampuan berpikir kritis dan daya imajinasi, yang seringkali diperoleh melalui pengalaman membaca yang mendalam.

Kondisi ini juga dipengaruhi oleh perubahan cara belajar dan berkomunikasi yang semakin bergantung pada teknologi. Banyak anggota Generasi Z lebih memilih video pendek atau infografis yang menawarkan informasi cepat dan mudah dicerna. Dalam konteks pendidikan, metode pembelajaran yang interaktif dan berbasis teknologi juga cenderung mengurangi waktu siswa untuk membaca buku tradisional. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada upaya dari berbagai pihak, seperti pendidik dan orang tua, untuk mendorong minat baca dengan cara yang lebih menarik, seperti klub buku atau diskusi berbasis media digital. Selain itu, menyediakan akses yang lebih mudah ke buku digital dan konten menarik dapat membantu mengembalikan minat mereka dalam membaca, sekaligus menjaga keanekaragaman pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.

Di tengah derasnya arus informasi di era digital, minat membaca justru semakin menurun di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Buku-buku yang dulunya menjadi jendela dunia kini kerap tergantikan oleh layar ponsel yang menyajikan hiburan instan. Bacaan mendalam dan reflektif perlahan tergeser oleh konten singkat seperti video berdurasi beberapa detik atau artikel yang hanya memuat poin-poin utama.  

Padahal, membaca bukan sekadar aktivitas untuk mengisi waktu, melainkan sebuah proses yang memperkaya wawasan, memperdalam pemahaman, dan mengasah daya kritis. Namun sayangnya, banyak orang menganggap membaca sebagai kegiatan yang membosankan dan memakan waktu. Mereka lebih memilih hiburan visual yang instan daripada mendalami cerita panjang atau artikel yang membutuhkan konsentrasi.  

Fenomena ini diperparah oleh minimnya budaya membaca yang ditanamkan sejak dini. Di beberapa lingkungan, perpustakaan sering kali sepi, dan buku-buku hanya dianggap sebagai pelengkap di rak yang berdebu. Di sekolah, kegiatan membaca kadang hanya menjadi kewajiban untuk memenuhi tugas, bukan sebagai kebiasaan yang menyenangkan.  

Akibatnya, kemampuan literasi pun menurun. Kurangnya minat membaca membuat banyak orang sulit memahami teks yang kompleks, sehingga kemampuan analisis dan pemecahan masalah juga terhambat. Lebih jauh lagi, berkurangnya minat membaca dapat mengurangi apresiasi terhadap ilmu pengetahuan dan seni, yang seharusnya menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat yang maju.  

Namun, situasi ini masih dapat diubah. Upaya menumbuhkan minat membaca harus dimulai sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua dapat memperkenalkan buku sebagai bagian dari rutinitas keluarga, sementara guru dapat menciptakan suasana membaca yang menyenangkan di kelas. Selain itu, penyediaan buku-buku yang menarik dan relevan dengan minat anak muda juga menjadi kunci penting.  

Di era digital ini, teknologi sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat membaca, seperti melalui buku elektronik atau platform digital yang menyajikan bacaan berkualitas. Yang terpenting, membaca harus kembali dipandang sebagai aktivitas yang bernilai dan bermakna, bukan sekadar kewajiban.  

Menghidupkan kembali budaya membaca adalah investasi jangka panjang. Dengan membaca, kita tidak hanya membuka wawasan, tetapi juga membangun masyarakat yang kritis, kreatif, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk kembali membuka buku dan menemukan keajaiban yang tersembunyi di balik setiap halaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun