Mohon tunggu...
Ditdit Nugeraha Utama
Ditdit Nugeraha Utama Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Educationalists, lecturer, IS researcher, writer, proofreader, reviewer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gelar, Menjadi Hal yang Sangat Tidak Penting (Sebuah Nasihat Sederhana bagi Penuntut Ilmu Sejati)

3 Maret 2014   05:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Paham ‘orientasi proses’ harus terus dikumandangkan dan diresonansikan di setiap benak dan alam bawah sadar kita, para penuntut ilmu sejati. Paham orientasi proses merupakan bentuk optimalisasi manusia berakal di dalam menjalankan peran berkehidupannya; termasuk kita, para penuntut ilmu sejati, murid sebuah sekolah atau pun mahasiswa sebuah kampus dimana pun itu. Sebuah pemahaman yang sama sekali menutup mata atas tujuan yang telah dicanangkan, dan beralih fokus 100% pada semua hal yang harus dilakukan. Menutup mata atas canangan tujuan, bukanlah berarti tanpa tujuan; namun – dengan kata lain – seharusnya kita meletakkan tujuan yang telah dicanangkan di ranah ‘bukan urusan kita’. Meletakkan tujuan di ranah ‘bukan urusan kita’ ini menjadi sangat penting pada akhirnya. Ekspektasi pada tujuan, kadang menjadikan kita kecewa di akhir capaian, atau bahkan ekspektasi itu hanya menjadi angan-angan di atas awan-berawan.

Mengapa kita tidak belajar untuk berhijrah dan beralih, untuk memiliki orientasi yang seharusnya. Nilai 100; gelar S1, S2, S3; IPK dengan nilai 4.0, 3.5, 3.0; tentunya semua itu telah tercanangkan di awal. Itu semua – seharusnya – sudah tidak menjadi ranah pembicaraan kita lagi, ketika kita telah terjun di arena menuntut ilmu. Lupakan itu semua, namun kita beralih dan fokus pada semua kewajiban yang harus kita kerjakan; kewajiban-kewajiban kita yang harus kita optimalkan di dalam menuntut ilmu; kewajiban-kewajiban yang jumlahnya tidak sedikit yang harus kita perhatikan, dari pada sekedar memerhatikan tujuan yang sebenarnya telah ada. Semua kewajiban itu harus mulus dilakukan dan dikerjakan, langkah demi langkahnya, waktu demi waktunya; sebagai inti proses menuntut ilmu tersebut. Mencari celah melakukan kecurangan dan mempermudah diri di dalam melakukan setiap kewajiban di dalam menuntut ilmu, tentu akan membiaskan makna proses menuntut ilmu itu sendiri, akan mengganggu nilai esensi proses menuntut ilmu itu sendiri.

Menyontek, di dalam mengasah otak dan melatih memori kita; melakukan plagiat, di dalam proses membaca teori dan menuliskannya kembali pada tugas sekolah atau kampus, sebagai proses melatih diri dalam memahami sesuatu; melakukan copy-paste, ketika kita melatih nalar dan akal kita di dalam menuangkan ide terstruktur pada sebuah bentuk tulisan; semua aktivitas curang tersebut, akan membiaskan makna hakiki dari menuntut ilmu. Dan pada akhirnya, tentu kadar intelektual yang dimiliki, akan menjadi bahan candaan dan guyonan di kemudian hari; karena intelektual merupakan fenomena unik yang tercermin pada kata, ucap, tingkah dan laku orang yang berilmu. Fenomena intelektual ini akan sangat terasa dan nampak jelas di kemudian hari dari seseorang; karena hakikinya, intelektual tidak dapat diperoleh secara instan, namun harus didapat melalui proses jujur setiap langkahnya di dalam menuntut ilmu. Bolehlah skripsi bisa dibayar, bolehlah hasil ujian bisa dibeli (dicontek), bolehlah hasil tugas bisa dikatrol, bolehlah paper merupakan hasil plagiat, bolehlah gelar bisa ditukar dengan uang; namun – yang pasti – kapasitas intelektual sama sekali tidak bisa dibeli dan ditukar dengan apa pun.

Niatan menuntut ilmu di awal, haruslah menjadi sesuatu yang musti digarisbawahi. Sedangkan sekolah atau kampus, haruslah dijadikan media atau partner di dalam menuntut ilmu tersebut. Lewat tugas-tugas yang diberikan guru / dosen, merupakan ajang mengasah pribadi setiap individu setiap harinya. Terlepas, apakah tugas tersebut dinilai secara objektif atau tidak. Terlepas apakah tugas tersebut nantinya dibaca guru / dosen atau tidak. Terlepas, apakah nilai tugas tersebut mempengaruhi dominan atas nilai akhir atau tidak. Abaikan itu semua. Tetapi, pandanglah tugas tersebut sebagai alasan logis para penuntut ilmu sejati, untuk berproses membangun keutuhan pribadinya dan kadar intelektualnya masing-masing. Dengan kesadaran tinggi, bahwa sebagai murid atau mahasiswa, saya harus penuhi semua tugas seoptimal mungkin, tanpa ada ketakutan salah mengerjakan, tanpa ada praktek contek kiri kanan, tetap terus mencari format terbaik, tetap terus  memperbaikinya sampai sempurna, tiap hari dan waktunya; yakinlah, akan ada manfaat ganda – bahkan multi manfaat – atas kapasitas intelektual di akhir proses tersebut.

Begitu juga dengan proses perkuliahan, ujian, atau proses lainnya. Jadikan event dan ajang tersebut sebagai partner – para penuntut ilmu sejati – dalam menuntut ilmu. Tetaplah dalam keuletan dan kesungguh-sungguhan, tetaplah dalam nilai-nilai kejujuran dan keistikomahan, tetaplah konsisten dan teguh pendirian atas hal-hal yang harus dilakukan, tetaplah berusaha on time sebagai wahana belajar memanfaatkan waktu dan kesempatan; adalah hal-hal yang akan membentuk pribadi-pribadi hebat di sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang.

Sehingga, gelar menjadi hal yang sangat tidak penting lagi pada akhirnya. Karena, pribadi mumpuni dan utuh, hasil dari proses menuntut ilmu bertahun-tahun, akan terbentuk dengan sendirinya; karena, intelektual bernilai tinggi pun akan terbangun – dengan sendirinya pula – di kemudian hari. Terlepas apakah partner kita (sekolah / kampus) – dalam menuntut ilmu – telah memberikan jalan terbaiknya atau tidak, itu – jelas – bukan urusan kita. Dari sisi pencari ilmu sejati, kita sebagai murid atau mahasiswa, harus tetap pada koridor mengoptimalkan perannya; sehingga pisau intelektual kita – dapat dipastikan – akan tajam selepas menuntut ilmu nanti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun