Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Terpedaya dengan Ideologi "Busuk"

1 September 2021   15:11 Diperbarui: 1 September 2021   15:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada persamaan visi antara presiden Josip Bros Tito  Yugoslavia, presiden Indonesia Soekarno, Gamal Abdul Nasser Mesir dan J Nehru dari india. Yaitu bahwa mereka merasa bahwa bangsa mereka berharga dan harus punya pendirian sendiri terlepas dari dua blok yang saat itu mendominasi yaitu blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (Uni Soviet).

Tokoh-tokoh yang ditulis di atas adalah pemrakarsa dari gerakan non blok (Non-Aligned Movement)  pada tahun 1961.

 Gerakan ini memprioritaskan perhormatan atas kedaulatan negara, integritas teritotial dan melepaskan pengaruh dari negaa-negara besar yang ingin mempengaruhi mereka saat itu. Gerakan ini sempat membesar dengan 100 anggota sebelum pecah di tahun 1979.

Hal yang bisa diingat saat itu adalah beberapa prediksi soal masa depan Indonesia dan Yugoslavia. Indonesia yang punya 130 suku lebih punya kerentanan lebih tinggi dibanding Yugoslavia yang punya enam suku. 

Josip Bros Tito yang merupakan presiden Afganistan waktu itu mengkalkulasi soal keberlangsungan negaranya, dan memperkirakan Indonesia kemungkinan akan kesulitan dalam mempertahankan keberlangsungan negara mengingat etnis dan kepentingan yang beragam. 

Saat itu presiden Indonesia yaitu Soekarno menyanggah karena kita punya pancasila yang merupakan perekat sekagus daya magis yang menyatukan kita sebagai bangsa.

Tak dinyana, Yugoslavia yang hanya punya enam suku akhirnya porak poranda  pada tahun 1991, menyusul runtuhnya raksasa Uni Soviet dan sepeninggal Tito.  Kini di bekas negara sosialis itu berdiri enam negara yang merupakan etnis yang berbeda satu sama lain.

Filsafat Pancasila dan ratusan etnis di Indonesia seakan kertas dan lem yang tidak terpisahkan. Kearifan lokal yang dimiliki oleh beberapa etnis itu menjadi cara pandang dan pedoman masyarakat dalam memperkuat persaudaraan dan persatuan bangsa. Beragamnya kearifan lokal justru menjadi benteng dan tiang untuk merawat persatuan Indonesia.

Jika perbedaan etnis menjadi penghalang bangsa lain untuk menyatukan visi, justru tidak berlaku di Indonesia. Perekat dan landasan kuat menjadi bangsa kita tetap harmoni , toleran dan tetap bersatu. 

Tidak seperti negara lain yang seakan adaptif terhadap ideologi yang seakan benar namun semu. Contohnya ISIS dan sejarah kelam keruntuhannya. Jangan terpedaya dengan ideologi seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun