Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak: Amanah Tuhan yang Harus Dijaga

24 Juli 2019   16:06 Diperbarui: 24 Juli 2019   16:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa rusuh Bawaslu pada 21-22 Mei lalu menyisakan persoalan baru untuk beberapa pihak. Dari kejadian itu ada sekitar 447 orang yang ditangkap, dan dari jumlah itu terdapat sekitar 67 anak. Artinya ada dari jumlah yang ditangkap karena dianggap terlibat pada peristiwa itu, 15 % nya adalah anak-anak.

Tentu saja ini hal yang sangat memprihatinkan, karena mereka umumnya masih di bawah umur. Arti dibawah umur adalah mereka masih membutuhkan bimbingan orang tua. Diperkirakan mereka masih duduk di akhir sekolah dasar dan SMP, juga di SMA kelas awal.

Hal itu tentu saja menyedihkan karena anak-anak yang tertangkap umumnya mereka belum punya hak pilih pada pemilu April lalu. Kerusuhan yang menegangkan seluruh rakyat Indonesia berlangsung di beberapa titik yaitu di Bawaslu, di flyover Slipi dan depan kompleks Brimob Petamburan.

Lewat tayangan televisi kita tahu bahwa kerusuhan itu nyaris sama dengan kerusuhan tahun 99 meski banyak hal juga berbeda. Ada provokator, ada bentrok dengan aparat, ada gas air mata. Juga banyak yang terluka, dan tewas.

Kerusuhan itu diawali dari pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehari sebelumnya yang menetapkan pasangan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin menjadi pemenang pada kontestasi Pilpres 2019.  Sehingga pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno harus menerima kekalahan mereka. 

Tapi hal itu tidak bisa diterima oleh para pendukung Prabowo dan Sandiaga. Beberapa dari mereka melakukan unjuk rasa sebagai protes atas hasil itu karena menurut mereka kemenangan Jokowi dan KH Ma'ruf Amin diperoleh dengan kecurangan yang terstruktur, terencana dan massif.

Maka ketika unjuk rasa digagas, yang paling memungkinkan melakukan potres adalah orang-orang yang cukup umur dalam hal ini punya hak pilih. Jadi jika anak-anak sampai ikut dan terlibat pada rusuh yang mempersoalan hasil pemilu tersebut, bisa dipastikan bahwa mereka sekadar ikut-ikutan atau terprovokasi dalam rusuh tersebut.

Beberapa media mengungkapkan kesaksian para anak-anak itu ketika 'terjebak' pada rusuh itu. Seorang anak tiba-tiba disuruh seseorang untuk melempar pot bunga ke arah jalan. Ketika sang anak ragu untuk melempar, dia mendengar suara 'kalau muslim, lempar'. Suara itu seakan menghipnotis sang anak untuk menuruti perintah suara itu. Padahal mungkin dia tidak tahu atau benar-benar itu apa maksud protes itu.

Itu sangat disayangkan. Anak adalah amanah Tuhan yang harus selalu kita jaga. Dia bertindak sesuai perkembangannya. Jika kita memberikan waktu bermain yang cukup maka mereka akan belajar sportivitas sejak dini. Kita juga harus menjaga mereka agar tidak menjadi minder dan pendendam. Anak-anak yang tumbuh dalam iklim demokratis kelak akan menjadi warga negara yang bertanggungjawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun