Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Stop Provokasi, Mari Kawal dan Dorong Presiden Terpilih Wujudkan Janji Politiknya

20 April 2019   17:45 Diperbarui: 20 April 2019   18:04 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

17 April 2019 telah berlalu. Masyarakat telah menentukan pilihannya. Dan versi penghitungan cepat, sudah diketahui siapa presiden terpilih. Namun semuanya itu tentu baru bersifat sementara. Karena hasil finalnya masih harus menunggu penghitungan manual yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Sayangnya, setelah penghitungan cepat muncul, ajakan yang bersifat provokasi di media sosial bermunculan. Bahkan Polri memperkirakan jumlahnya meningkat hingga 40 persen. Kondisi ini bisa jadi muncul karena kedua belah pihak sama-sama mengklaim telah menang. Yang satu didasarkan pada penghitungan quick count lembaga survey, yang satu berdasarkan real count internal.

Tak dipungkiri, setelah klaim kemenangan itu muncul, masyarakat masih terus terbelah. Yang satu kubu 01 yang satu kubu 02. Padahal, perkubuan ini semestinya tidak lagi terjadi. Karena pilpres sudah selesai, dan kita tinggu menunggu hasil dari KPU. Apapun hasilnya, kita harus tetap bersatu, tidak boleh kubu-kubuan. Begitu juga dengan presiden terpilih yang akan ditetapkan oleh KPU nantinya, juga harus bisa merangkul semuanya. Tidak boleh pilih kasih. Sementara pihak yang tidak menang, juga harus dewasa. Tidak boleh menebar provokasi, untuk menggembosi ataupun melemahkan pemerintahan presiden terpilih.

Selama ini, sudah banyak masyarakat yang menjadi korban provokasi. Banyak masyarakat yang tidak tahu apa-apa, mendadak menjadi pemarah karena merasa dirinya terancam. Kenapa yang ramah menjadi pemarah? Karena provokasi tersebut seringkali menyertakan sentimen SARA di dalamnya. Padahal, bertahun-tahun kita bisa hidup berdampingan dalam keberagaman. Bertahun-tahun kita juga bisa berdampingan dengan perbedaan. Kenapa hanya karena pilihan politik kita bisa saling bertikai satu dengan yang lainnya?

Ayo kita sama-sama memikirkan bagaimana Indonesia kedepan. Siapapun presidennya, jika masyarakatnya masih terbelah, negeri ini tidak akan maju. Mari kita sudahi perselisihan. Mari kita hentikan saling caci, saling benci dan saling menjelekkan satu dengan yang lain. Saatnya saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lainnya. Tidak boleh lagi hanya karena berbeda pilihan politik, terus memelihara kebencian di dalam diri. Dari pada memelihara kebencian yang tidak ada manfaatnya, lebih baik kita dorong presiden terpilih, untuk mewujudkan janji-janji politiknya. Itu jauh lebih bermanfaat dari pada sebatas menyebar konten provokasi di media sosial.

Janji politik harus diwujudkan. Masyarakat juga harus cerdas. Jangan terbuai dengan ketokohan. Jika paslon yang kita pilih ternyata tidak bisa mewujudkan janji politiknya, sebagai rakyat kita harus terus mengingatkan. Begitu dengan juga dengan elit politik yang mungkin duduk di lingkaran pemerintahan, juga harus menjadikan Indonesia yang lebih baik. Jangan sampai ketika duduk di kursi kekuasaan, justru menyalahgunakan kewenangannya. Ingat, para elit bisa duduk di kursi kekuasaan karena mandat dari rakyat. Tanpa adanya mandat yang dituangkan dalam setiap pemilihan umum, para elit tentu tidak akan bisa duduk di kursi kekuasaan. Semoga kita semua bisa saling introspeksi. Stop provokasi, karena negeri ini tidak butuh provokasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun