Mohon tunggu...
Dita Putriyanti
Dita Putriyanti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dream big, work hard and fave faith.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Indahnya Bulan Ramadhan Tanpa Inflasi si “Pencuri Uang”? Pasti Bisa!

26 Juli 2014   05:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:12 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bulan ramadhan merupakan bulan yang membawa kenikmatan bagi seluruh masyarakat. Selain kenikmatan pahala berlipat ganda yang bisa didapatkan, masyarakat juga mendapatkan banyak kenikmatan lainnya seperti badan menjadi lebih sehat dengan puasa, tali silaturahmi kembali terjalin di bulan ramadhan dengan banyaknya acara buka puasa bersama, dan masih banyak lainnya. Saya akan mencoba mengamati kondisi perekonomian saat bulan ramadhan dan menyesuaikannya dengan teori ekonomi.

Seperti yang kita ketahui bahkan kita lakukan saat ini, ketika bulan ramadhan maka permintaan akan semakin meningkat. Permintaan yang meningkat didominasi oleh barang kebutuhan pokok, seperti beras, daging, dan lainnya. Permintaan yang semakin meningkat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya yaitu budaya masyarakat. Masyarakat Indonesia memiliki budaya yang cenderung lebih konsumtif ketika bulan ramadhan, hal ini kita ketahui disepanjang jalan akan terdapat banyak sekali pedagang ta’jil, makanan, dan parsel. Walaupun penjualnya semakin banyak, namun tetap saja habis laku terjual karena permintaan dari masyarakat yang tinggi. Ketika hari raya idul fitri, masyarakat juga memiliki budaya bertukar ‘kiriman’ seperti parsel, makanan atau kue. Apalagi di Indonesia dikenal tradisi pulang kampung maka merupakan suatu hal yang sangat biasa jika masyarakat yang pulang kampung akan membawa banyak oleh-oleh dari daerah asalnya. Kebiasaan masyarakat ini telah ada semenjak dahulu, sehingga telah menjadi budaya dan menjadikan ciri khas di Indonesia ketika bulan ramadhan.

Alasan berikutnya mengapa permintaan selalu meningkat adalah di Indonesia kita mengenal adanya Tunjangan Hari Raya (THR) dimana para pegawai mendapatkan gaji yang lebih dari bulan biasanya, semakin banyak uang yang dimiliki konsumen maka akan semakin tinggi tingkat konsumsinya. Dengan jumlah uang beredar yang semakin meningkat, maka akan semakin mendorong perilaku masyarakat yang semakin konsumtif. Hal ini sangat sesuai dengan teori menurut Kotler, bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.

Jika permintaan meningkat pasti diikuti dengan harga yang meningkat dan dapat menimbulkan inflasi. Namun, seharusnya peningkatan harga tidak terjadi jika diikuti dengan peningkatan penawaran atau jumlah barang dari produsen. Pemerintah telah berupaya untuk menyesuaikan jumlah penawaran dengan berbagai cara, sebagai contoh yaitu pemerintah telah memastikan bahwa pasokan daging sapi aman hingga lebaran sehingga tetap terjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan (Menurut Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Kompas 21 Juli 2014), selain itu pemerintah juga telah melakukan pasar murah diberbagai daerah untuk masyarakat yang kurang mampu agar dapat membeli bahan kebutuhan pokok ketika harga meningkat, seperti yang telah dilakukan pemerintah Banyumas, Cilacap, Sidoarjo dan Banyuwangi.

Berikut merupakan data inflasi dari Bank Indonesia sebelum-saat-sesudah bulan ramadhan tahun 2012 dan 2011:

1406301275974157476
1406301275974157476

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa inflasi pada sebelum ramadhan (bulan juni) lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi saat ramadhan (bulan juli-agustus). Begitu juga setelah ramadhan (bulan september), maka inflasi akan kembali turun. Dapat disimpulkan bahwa, inflasi sangat meningkat ketika ramadhan dan akan kembali menurun setelah ramadhan.

Berdasarkan teori, Inflasi yang merupakan “pencuri uang yang paling kejam” seharusnya tidak terjadi walaupun permintaan tinggi jika diikuti dengan jumlah penawaran yang juga tinggi karena harga akan stabil jika permintaan dan penawaran berada di titik equilibrium. Walaupun pemerintah telah berupaya menyesuaikan jumlah barang kebutuhan pokok tapi mengapa inflasi tetap tinggi?

Namun harus dipahami bahwa teori tidak selamanya dapat sama seperti kenyataan sesungguhnya. Terdapat faktor-faktor lain bahkan yang tidak terduga, yang dapat menyebabkan peningkatan harga tetap ada walaupun telah diupayakan berbagai hal. Sebagai contoh adalah di Kupang, harga daging ayam meningkat lebih dari dua kali lipat, disebabkan karena bibit ayam potong usia sehari (day old chicken) dari Surabaya tidak masuk ke Kupang (Kompas, 21 Juli 2014). Lagi-lagi alasan geografis dan ketidakmerataan menjadikan masyarakat di berbagai daerah harus mengalami peningkatan harga untuk kebutuhan pokok. Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau masih belum memiliki jalur transportasi yang baik, hal inilah yang menjadikan mengapa peningkatan harga dan inflasi masih terjadi di bulan ramadhan. Selain itu, bukan hal yang tidak mungkin jika pada bulan ramadhan banyak pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan cara meningkatkan harga diluar batas.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, Bank Indonesia serta seluruh pihak agar inflasi tidak terjadi di bulan ramadhan? Alangkah lebih indahnya jika di bulan suci ini masyarakat tetap berkonsumsi dengan harga normal. Menurut saya, yang harus dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, Bank Indonesia dan seluruh pihak yaitu kerja sama. Dengan kesadaran bahwa inflasi merugikan seluruh pihak, maka diperlukan kerjasama untuk mengatasi inflasi.

Pemerintah dapat mengatasi dengan memperhatikan kebijakan ekonomi yang akan dilakukan sebelum, saat, sesudah bulan ramadhan sehingga tidak perlu adanya peningkatan harga, lalu dengan sistem transportasi yang baik maka akan dapat mengurangi biaya, pemantauan ketersediaan barang di pasar, melakukan pasar murah, dan lain sebagainya. Masyarakat sebaiknya tidak terlalu konsumtif pada saat bulan ramadhan untuk mengurangi permintaan yang melonjak tinggi. Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian inflasi lebih tinggi lagi, menyesuaikan BI Rate, dan lain sebagainya.

Jika inflasi dapat diatasi, maka seluruh masyarakat Indonesia akan dapat mencapai sasaran akhir yaitu, stabilitas harga. “If we are together nothing is impossible and if we are divided all we fail”. Ya, saya sangat yakin dengan kesadaran dan kerjasama seluruh pihak dan masyarakat maka dapat mengatasi kenaikan harga, inflasi dan akan tercapainya stabilitas harga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun