Guru yang baik akan mencontohkan sesuatu yang baik, tidak hanya menuturkan kepada peserta didiknya saja, tetapi guru juga harus menerapkannya. Â
Supaya bisa menjadi guru yang dihargai, Â dihormati dan dijadikan panutan oleh peserta didiknya. Â Tidak seperti di jaman yang semakin modern sekarang ini. Â Ada contoh kasus di suatu sekolah SMA.
Seorang guru perempuan, Â beliau mengajar Sejarah Indonesia dan pada saat itu tepat pada waktunya mengajar di kelas yang peserta didiknya terkenal relatif nakal. Â
Namanya juga Sejarah, Â pasti isinya cerita panjang dan guru harus ceramah di depan menyampaikan, itu sangat membosankan sekali jika tidak ada taktik tersendiri dari guru tersebut dalam menyampaikan materi.Â
Baca juga : Pembelajaran Daring Berkendala Bagi Siswa, Dimanakah Peran Orangtua Serta Guru?
Sehingga apa yang disampaikan menjadi sesuatu yang menarik untuk di dengarkan. Tetapi hal itu tidak terjadi di kelas tersebut.
Peserta didiknya pun acuh tak acuh dan bermain HP sendiri dengan sembunyi-sembungi.  Karena guru sejarah itu sering mengajar sambil asik memainkan HP-nya. Guru tersebut hanya menjelaskan saja dengan berceramah, tidak peduli peserta didiknya mendengarkan atau tidak, paham atau tidak. Â
Lalu kemudian memberikan tugas dan guru itupun tetap asik bermain HP-nya ketika peserta didiknya mengerjakan tugas. Â Sampai pada suatu ketika, Â guru tersebut menangis di depan peserta didik dengan kelas yang sama. Â
Beliau merasa tidak dihargai, terutama ketika beliau sedang berbicara menyampaikan materi di depan. Â Sungguh ini sangat tidak baik.
Baca juga : Menjauhkan Diri dari "Keteladanan Retorika" Caraku Membangun Personal Branding di Antara Sesama Guru
Setelah guru tersebut menyampaikan apa yang ia rasakan. Kemudian guru itu memberikan waktu kepada peserta didiknya untuk berkomentar dan mengevaluasi dirinya. Â Apa kekurangannya dan kedepannya harus bagaimana. Â