politik kali ini. Yaitu perubahan aturan umur calon presiden menjadi minimal 40 tahun dan sempat ada isu debat dihilangkan. Lalu apa yang mendasari perubahan tersebut ? Apakah benar tidak ada debat capres cawapres ?
Publik sudah banyak disuguhkan drama-drama menjelang pemilu, mulai dari kampanye -kampanye yang unik, image “gemoy” pada salah satu capres dan hal-hal menarik lainnya. Tetapi ada hal yang lebih menarik perhatian dalam tahunA. Aturan umur calon presiden menjadi 40 Tahun
Telah diputuskan batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) adalah 40 tahun. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Batas usia ini telah diterapkan pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa batas usia minimal 40 tahun untuk capres-cawapres bertentangan dengan UUD 1945. MK memutuskan bahwa batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai pejabat negara atau kepala daerah.
MK membolehkan seseorang dengan usia di bawah 40 tahun menjadi capres-cawapres dengan catatan pernah atau sedang menjabat kepala daerah atau jabatan yang dipilih masyarakat. Jabatan yang dipilih masyarakat ini termasuk DPR/DPD, Gubernur, atau Walikota.
Dilansir dari UGM.ac.id, pakar hukum dan politik UGM melalui diskusi Election Corner bertajuk “MKDK: Mau ke Mana Demokrasi Kita” pada Kamis (19/10). Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum UGM menyebutkan, putusan hukum MK kali ini berdampak besar pada nama baik MK dan hukum Indonesia.
“Putusan hukum itu kan sangat jarang memperlihatkan suasana kebatinan pembuat hukum. Kita sebagai publik melihatnya hanya dari alasan logisnya saja. Tapi kalau kita lihat sidangnya kemarin, itu banyak sekali suasana-suasana kebatinan yang diungkapkan. Bagaimana bisa gugatan yang sebelumnya ditolak, sedangkan gugatan yang baru masuk ini, tanggal 13 September, langsung diterima. Ada lagi soal perlibatan Ketua MK. Sejak awal ia bilang ia tidak ingin mengambil keputusan karena ada konflik kepentingan, tapi untuk putusan ini dia terlibat,” ungkap Zainal.
Zainal menambahkan, dibanding persoalan disahkannya putusan tersebut, hal yang lebih berbahaya adalah jika MK berubah atas dasar kepentingannya. Pembentukan MK pada dasarnya ditujukan untuk mewadahi persoalan politik agar diselesaikan secara hukum. Itulah mengapa tugas MK mayoritas banyak bersinggungan dengan politik. Sedangkan menurut Zainal, kondisi yang saat ini terjadi justru terbalik. Putusan yang baru disahkan disebut-sebut memperlihatkan bagaimana MK sangat dipengaruhi oleh politik.
“Ketika demokrasi diganggu, penegakkan hukum yang penting dalam demokrasi itu diganggu. Kedua, ketika esensi demokrasi dasar, seperti syarat capres-cawapres, itu tiba-tiba dihilangkan oleh hakim. Bagaimana bisa, kebijakan publik yang berkaitan dengan proses demokrasi itu ditentukan oleh orang yang tidak dipilih secara demokratis. Ketiga, adalah bagaimana kekuasaan kehakiman ini diperas untuk membenarkan keinginan politik,” ucap Zainal. Bahkan, jika melihat posisi MK sebagai penegak hukum di Pemilu 2024, kondisi ini terbilang sangat mengkhawatirkan.
Lalu apa tujuan dari perubahan aturan umur calon presiden menjadi 40 tahun? Pembatasan usia minimal capres/cawapres 40 tahun menurut MK merupakan wujud perlakuan yang tidak proporsional sehingga bermuara pada ketidakadilan yang intolerable, karena merugikan/menghilangkan kesempatan pada figur generasi muda yang terbukti pernah terpilih dalam pemilu, untuk berkontestasi sebagai capres/cawapres yang juga merupakan rumpun jabatan elected officials (hal. 50 - 51).
Apa saja pertimbangan lain MK?