Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rempah-rempah dan Sepenggal Cerita

26 Mei 2013   17:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:00 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_255993" align="alignleft" width="300" caption="Spices_01"][/caption]

Jika meja tamu kecil sebagian orang termasuk saya biasanya cukup terisi tebaran pasir dan beberapa kerang hias ala kadarnya, tak demikian dengan meja kecil di hadapan kami kemarin pagi. Di dalamnya tampak aneka rempah seperti biji pinang, kayu manis, gambir, biji dan bunga pala, cengkeh dari beberapa kepulauan di nusantara, biji jenistri, dll.

"Waaah keren banget nih hiasannya mbak...Multi fungsi kelihatannya, sekalian buat display ya..?" Demikian komentar pertamaku ketika memasuki sebuah rumah asri milik sahabat kami di bilangan Palem Permai, Bandung Selatan.

"Hiyaa, tepat Dik! Selain buat menyimpan sample produk, lumayan buat hiasan sekalian. Kalau mau lihat produk lainnya, itu di laci samping pintu juga ada..." sumringah si tuan rumah mempersilakan kami melihat-lihat aneka rempah koleksinya. Ada coklat bubuk, biji coklat utuh asal perkebunan di luar Jawa, biji jali-jali, kemiri, dll.

"Wah, apa nih? Batang kayu manis bukan? Hhmmm…. wangiiii..." seru saya takjub mengamati tongkat yang terasa begitu ajaib karena aroma yang ditebarkannya.

"Iya, itu kayu manis yang masih utuh, belum dipotong-potong. Kayu itu sejauh ini baru dimanfaatkan kulitnya, bagian dalam digunakan sebagai kayu bakar" sahut wanita cantik di hadapan kami.

[caption id="attachment_255994" align="alignleft" width="300" caption="Batang Kayu Manis "]

1369561704408462052
1369561704408462052
[/caption]

Ya, kabarnya cantik itu memang relatif. Seringkali wawasan luas, tata sikap dan bicara serta kepercayaan diri yang baik akan menjadikan seorang wanita terlihat jauh lebih cantik dan menarik.

Maka ketika kakak kelas kami di SMP yang kini menekuni profesi sebagai wanita exportir rempah-rempah berceloteh tentang rempah-rempah kami pun terkesima menyimaknya.

Sambil menyuguhkan teh dengan gula yang terpisah di tempatnya, ia terus bertutur seolah tahu jauh-jauh kedatangan kami memang mengharapkan hidangan khusus berupa ‘cerita tentang rempah’.

"Biji pinang ini di India dimakan sebagai hidangan penutup. Fungsinya untuk membersihkan bakteri di rongga mulut."

"Ohya? Bukannya keras banget nih mbak? Dimasak seperti apa sebelum dimakan?" tanyaku heran.

"Cuma dipotong aja kok jadi beberapa bagian. Ini nih seperti biji pinang dari lampung yang sudah dibelah-belah ini langsung dikonsumsi. Kalau kita yang menggigit sih emang iya gigi kita yang akan patah. Tapi buat mereka, bunyinya krek-krek-krek...renyah! Ha ha ha...." jelasnya.

"Ohhh...jadi pinang ini ada yang dijual utuh ya, tapi juga ada yang sudah belah begitu...?

"

"Ya jadi kalau di Kalimantan, orang umumnya malas memotong seperti yang dilakukan orang Sumatra. Mereka menjual biji pinang dalam keadaan utuh. Sebenarnya pinang yang dibelah itu lebih diminati pembeli luar dibanding yang masih utuh. Secara harga jual sebenarnya juga lebih mahal..."

“Hhmm…..gitu ya... Tentang rempah-rempah ini kami jadi tertarik untuk tahu lebih banyak saat  Minggu lalu kebetulan kami pergi ke Museum Bank Indonesia di daerah Kota. Bagi bangsa asing dan penjajah Belanda saat itu, Indonesia bak sebuah gudang gula di mata semut-semut bangsa Eropa terutama. Ada berkarung-karung cengkeh, lada dan kayu manis yang jadi komoditi utama dan menarik para pendatang untuk singgah ke negeri ini.

Di sana kita diingatkan kembali bahwa sebelum jaman kolonial, nenek moyang yang digambarkan dengan patung beberapa pria gagah berani yang bekerja di pelabuhan mengangkut karung-karung ke dalam kapal layar. Mereka berdagang aneka rempah dan hasil bumi hingga ke negeri-negeri yang jauh….Dari situ aku jadi terpikir, bahwa rempah-rempah sesungguhnya adalah kekuatan kita yang tak bisa digeser oleh bangsa lain, jika kita menguasai sepenuhnya. Lalu timbul pertanyaan, kenapa ya pendidikan di negeri ini masih belum juga menyentuh ke pengembangan di sektor agraris yang justru adalah kekuatan kita sendiri? Makanya kami jadi kepikir kesini, setidaknya sekadar tahu tentang dunia rempah-rempah Mbak…hehehe”

[caption id="attachment_255999" align="alignleft" width="300" caption="cengkih_museum BI"]

13695629251169929707
13695629251169929707
[/caption]

[caption id="attachment_256000" align="alignleft" width="300" caption="pala_museum BI"]

1369562961361222699
1369562961361222699
[/caption] [caption id="attachment_256001" align="alignleft" width="300" caption="kayu manis_museum BI"]
1369562991574856477
1369562991574856477
[/caption] [caption id="attachment_256006" align="alignleft" width="300" caption="Pengapalan Rempah_Rempah Museum BI"]
1369563293934940859
1369563293934940859
[/caption] [caption id="attachment_256008" align="alignleft" width="300" caption="Nenek Moyangku Orang Pelaut_Museum BI"]
1369563332215439323
1369563332215439323
[/caption] Seolah tahu bahwa ‘dunia rempah-rempah’ yang dimaksud adalah tentang bisnis rempah dan seluk beluknya, sahabat kami melanjutkan kisahnya.

Ya itu benar….Bahwa banyak orang luar yang justru lebih tahu dari orang kita sendiri. Biji jambu mede di Kawasan Indonesia Timur seperti Papua dan Sumbawa banyak ditampung oleh para pedagang India. Jadi para petani itu bahkan sudah diberikan pembayaran saat biji masih di pohonnya. Yang dikenal dengan sistem ijon…”

Ngomong-ngomong sudah berapa tahun ya menjalani bisnis rempah ini….? Waktu kerja di perusahaan cutting tools dulu sudah mulai belum tuh?” tanya suami yang adalah teman masa kecil dan rumah orang tua mereka bertetangga di Kebumen, Jawa Tengah.

Ohh….yo durung…( belum, red). Aku baru jalan 6 tahun terakhir kok. Jadi gini ceritanya. Waktu kerja sebagai sekretaris dulu itu gajiku ya pas-pasan sebenarnya. Buat bayar kost yang sebulan sekitar Rp. 200.000,-, buat makan, dan buat biaya hidup lainnya. Ndak terpikir buat usaha karena modal jelas ga punya. Tapi aku memang berfikir bahwa penguasaan bahasa Inggris itu penting banget untuk bisa berkembang. Maka aku sering ke warnet, dan masuk ke berbagai ruang chatting. Aku pilih yang komunitas Internasional, agar bisa mengasah bahasaku. Aku chatting juga pilih-pilih, tidak semua aku teruskan berkomunikasi jika si teman chatting ternyata tidak memberikan aku tambahan wawasan dan pengetahuan. Nah, ada satu teman chatting asal Nepal, namanya Arn. Dia kemudian minta bantuanku mencarikan biji pinang. Lalu aku cari informasi dan kemudian terjadilah transaksi antara Arn dan si penjualnya. Aku murni sebagai penghubung dan tak mengambil apa pun dari situ. Arn datang ke sini waktu itu, dan dari persahabatan di dunia maya, kami bertemu muka untuk pertama kalinya.

Rasanya bahagia banget bisa dapat sahabat dan lalu bisa membantunya.... Memang Arn waktu itu mau kasih aku komisi, tapi kubilang, gak usah, aku benar-benar mau bantu aja kok!. Nah dari situ Arn malah kepikiran untuk mengajakku berbisnis di rempah-rempah. Dia bilang : Kau punya sumber informasi di depan mata di sekelilingmu. Kita bisa bekerjasama. Gimana kalo kamu buka perusahaan aja? Singkat cerita di situlah awalnya aku kemudian membuat perijinan PT setelah dapat order 4 container. Ini juga lucu banget ingat kejadiannya…! Jadi pembayaran uang muka cash 50%, pembayaran kedua dan pelunasan 50% menggunakan LC yang dibagi menjadi dua. Uang 50% sudah kubelikan biji pinang dapat 2 container, lalu aku kirim. Nah dari yang 50% itu masih ada sisa uang di tangan, sampai LC 25% pembayaran kedua cair, dan kulengkapi pengiriman 2 container lagi. Beres lah urusan pengiriman, dan cairlah sisa LC 25%. Aku jadi kaget sendiri : lha jadi yang 25% ini uangku toh? Alhamdullillah,…. Itu adalah uang terbanyak sepanjang sejarah yang pernah kumiliki. Hehehehehe…”

Derai tawanya ketika mengingat kepolosan awal usaha itu tentu saja menular pada tawa kami semua. Jelas kami terharu dan bahagia menyimak ceritanya.

Seringkali berkah dan anugerahNya dilimpahkan bagi para pribadi yang sederhana. Mereka yang tak pernah menyalahkan nasib bagaimanapun getir dan kerasnya kehidupan. Siapa pun engkau yang tak kenal lelah berusaha sekuat doa yang dipanjatkan, tunggulah jalan kan terbuka pada masanya. Sesungguhnya setiap urusan teramat mudah bagiNya jika Ia menghendaki.

Tulisan sebelumnya tentang sosok sahabat kami bisa disimak di : wanita milyarder sahabat kami.

[caption id="attachment_255995" align="alignleft" width="300" caption="Spices_02"]

1369561776328896973
1369561776328896973
[/caption]

[caption id="attachment_255996" align="alignleft" width="300" caption="Spices_03"]

13695618281678470991
13695618281678470991
[/caption] Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun