Selasa pagi, surya di ufuk timur baru mulai menampakkan sinarnya. Tak pernah lelah ia menjalankan rutinitas dan tugas mulia yang diberikan Tuhannya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, yang entah telah berlangsung berapa ratus tahun dan berapa juta abad lamanya. Ia tetap memancarkan keagungan dan keindahan penciptanya, dengan atau tanpa penyambutan. Dengan atau tanpa makna yang dihadirkan dalam setiap hati dan pikiran manusia.
Maka sebelum beranjak menembus kemacetan ibu kota, ’kupaksakan’ diri untuk sejenak bersujud padaNya. Cukup singkat memang, hanya dua rekaat saja.
Sebagai ungkapan syukur, karena pagi ini Allah masih memperkenankan bertemu sang mentari, dan sejenak menikmati kehangatan sinarnya.
Jika sebentar lagi aku kan turut terjun di gelombang jutaan manusia yang beredar di bumiNya, semoga segala kemudahan atas berbagai urusan terbuka di depan sana. Jika pun kesulitan yang dihadapi, semoga itu hanya akan menjadikan kami menjadi golongan orang-orang yang sabar. Usaha terbaik adalah kewajiban setiap manusia. Namun keberhasilan dan kegagalan, adalah murni hak prerogatifNya.
Di saat seperti ini, saya sering teringat saat Pak Dahlan Iskan terbaring di ranjang rumah sakit untuk transplantasi hati. Dimana tak seorang dokter pun yang berani menggaransi bahwa hidupnya akan dapat diperpanjang. Operasi hanyalah sebuah usaha manusia, selebihnya sepenuh kuasaNya-lah yang bekerja. Dan sekokoh apapun manusia, setegar apapun ia, memasuki ruangan operasi, dengan segala resiko yang telah dipahami sepenuhnya, pastinya tetap saja mendatangkan kekhawatiran dan sejumlah ketakutan yang tak terdeskripsikan. Semua ”kehebatan” telah musnah seketika.
Di saat semua rekan, sahabat, handai taulan dan ribuan penghafal Al-Quran di pesantren di Jawa Timur mengirimkan rangkaian doa-doa keselamatan yang panjang, Pak Dis hanya berdoa singkat :Tuhan, terserah Engkau sajalah!
Sangat simpel. Sebuah permohonannya yang sederhana saja. Jangan-jangan, justru barangkali karena kesederhanaan dan kepasrahan tertinggi pada sang Khalik-lah beliau masih diberi perpanjangan waktu. Diberi kesempatan oleh Allah untuk melanjutkan berbagai ibadah-ibadah sosial yang banyak orang telah menjadi saksinya hingga hari ini...yang adalah 5 tahun lebih beberapa bulan dari peristiwa itu.
Kemarin adalah ketiga kalinya kami menemui para Pak dan Ibu Bos di sebuah lembaga untuk membahas sebuah pekerjaan training, yang rencananya akan diselenggarakan di Yogjakarta.
Entahlah,... mungkin sudah 6x sebelum pembahasan pekerjaan ini, kami juga telah mondar-mandir ke gedung pencakar langit itu memenuhi panggilan. Dari mulai pembahasan Pelatihan Masa Persiapan Pensiun, Tour ke Malang & Bromo, Raker di Batam, hingga gathering di S’pore, semuanya belum ada yang terealisasi karena berbagai alasan. Meski di devisi yang berbeda, namun tipikal dan sikap orang-orangnya yang cenderung ”santai” hampir setara dan sebangun.
”Paling-paling juga sama dengan hari-hari sebelumnya....presentasi layaknya obrolan santai, sekedar wacana, dan tinggal rencana demi rencana. Semua berakhir tanpa eksekusi ataupun kabar berita” .
Barangkali itulah yang terbersit di hati rekan saya, sehingga begitu keluar dari ruang meeting, ia yang tampak mulai terlihat ”lelah” berujar datar :