Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Teman Perjalanan & Jejak Langkah Kami

11 Oktober 2012   23:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:55 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13500016591903870536

[caption id="attachment_211079" align="alignleft" width="300" caption="jejak_kaki"][/caption] Sinar matahari pagi nan hangat, dan warna biru cerah yang terbentang di angkasa raya mewarnai perjalanan kami menuju Bandung, Kamis, 11 Oktober 2012 kemarin. Setelah berkali-kali bekerja sama dalam menggarap pekerjaan, baru pertama kali itu saya sempat berkendara bersama dengan Pak EA untuk jarak tempuh yang cukup jauh, sehingga memungkinkan berintaksi di banyak topik di luar pekerjaan. Ia adalah sosok pria muda kalem yang jujur saja sering saya ”complain” karena sering ”lelet/lambat” dalam berbagai hal. Saya bahkan protes terang-terangan dengan caranya berpresentasi yang terkesan ogah-ogahan. ”Semangat itu akan menular dan meniupkan energi bagi orang lain Pak. Bisa sedikit keras ga bicaranya? Kita perlu menekankan berbagai hal agar si pendengar juga menangkap pesan kita dengan lebih baik...” Di waktu yang lain saking gemasnya, saya berseloroh...”Saya hampir tak percaya kalo Bapak ini orang Jawa Timur deh....!” Pastinya dia pun punya banyak komplain terhadap karakter saya yang mungkin sangat ”menyebalkan”...:) Terbukti di belakang saya, ia berkeluh kesah ”Orang kan karakternya macem-macem, jangan disamakan semua dong. Saya tipikal tenang, tidak meledak-ledak....dan bla bla bla...” Dalam hati saya pun menyetujui pembelaannya. Iya, mestinya saya yang harus belajar memahami orang lain. Saya pun harus mengakui bahwa hasil pekerjaannya nyaris sempurna pada akhirnya. Maka, berbagai perselisihan kecil yang terjadi, kami anggap adalah hal biasa yang memang harus saling melengkapi. Untuk itulah Pak EA yang sering kami andalkan sebagai team perencana dan pimpro beberapa trip wisata luar daerah ini sering berada di tengah-tengah kami. Barangkali ia pun berusaha menerima saya apa adanya, untuk sebuah misi hidup dan usaha yang lebih besar tentunya :) Pak EA duduk di samping Om Martin, salah satu driver freelance kami yang respon humornya sudah kami anggap setara ”Sule”. Bahkan sempat terpikir untuk mencarikan partner tek-tok yang sesuai sebenarnya... Berharap nasib kan membawanya menjadi pelawak terkenal suatu hari nanti :) Rupanya Pak EA yang pendiam itu juga terbawa suasana, sehingga berbagai lawakan kecilnya malah muncul terus, nyaris tak ada putusnya. Dan itu semua membuat perjalanan kami riuh dengan canda dan tawa. Praktis efektif sebagai media rekonsiliasi atas ketegangan yang sempat terjadi beberapa hari terakhir terkait pekerjaan yang kami hadapi. Setelah sekian lama capek tertawa, saya menyela ”Waduh...ga nyangka nih Pak EA rupanya bisa melucu juga. Baik, kita ”break” sebentar ya....Ini kita sambil belajar. Cukup 1 SKS deh. Aku bacakan saja ya....Om Martin tolong jangan brisik dulu!” Ini aku bawa buku ”Pembelajaran” Pak Teddy Rachmat. ”Yang nggak mau mendengarkan silakan keluar!” Pak EA bersoloroh begitu saja sambil menatap Om Martin yang tak kalah cepat menjawab ”Waduh...jadi minggir nih.... Saya disuruh turun maksudnya? Tega amat Bapak, saya diturunkan di jalan tol begini......” Dan kami pun semua pun terus riuh saling menimpali sambil tertawa geli. ”Sudah...sudah....ini pelajaran sudah mulai ya anak-anak.....Coba dengarkan baik-baik. Semoga ini bisa jadi setitik ilmu dan pembelajaran juga buat kita semua” demikian saya mencoba menyela dan minta teman-teman ikut menyimak sejenak. ”Sukses adalah sebuah proses tiada akhir. Jika kehidupan dimaknai sebagai sebuah perjalanan, kesuksesan pun dapat diartikan sebagai sebuah proses. Persisnya, proses pencapaian yang tak akan berkesudahan sepanjang hayat dikandung badan. Sepanjang manusia terbuka untuk tumbuh dan berkembang, potensi kesuksesan akan terbentang di hadapannya. Sebaliknya, jika kesuksesan dipandang sebagai hasil, tak jarang akan mendatangkan jebakan; sikap berpuas diri dan kesombongan. Dalam buku Seduced by Success ( 2007), mantan CEO Microsoft Robert J. Herbold menjelaskan bagaimana kesuksesan diraih oleh sebuah organisasi ibarat pedang bermata dua. Mata pedang yang satu mendatangkan kebanggaan yang bisa membangun fondasi bagi masa depan organisasi, sementara mata pedang lainnya adalah jebakan sikap berpuas diri, bahkan kesombongan. Organisasi yang terperangkap kesuksesan cenderung mengabaikan kabar buruk, menyalahkan faktor luar jika ada permasalahan, dan suka membesar-besarkan prestasi dirinya. Inilah yang disebut sebagai paham kebesaran atau delusion of grandeur, yang jika berkelanjutan, perusahaan dapat terancam karena ia tak tanggap terhadap perubahan. Nama-nama besar dalam bisnis menunjukkan mereka tak pernah terpukau dengan kesuksesan pada masa lalu. Mereka bahkan terus berupaya bertarung di medan-medan pertempuran baru demi mencetak prestasi, sekalipun mereka bisa hidup enak. Richard Bronson, 61 tahun mogul eksentrik dari Inggris misalnya menyebut bahwa ia bisa berleha-leha dan minum-minum sepuasnya sampai mati di Karibia. Namun pendiri Virgin Records itu justru memilih terus beraktifitas dengan terlibat dalam pembenahan perkeretaapian di Inggris dan menggagas penerbangan komersil ke angkasa luar. Teddy Rachmat pun demikian. Setelah pensiun dari Astra, Teddy sebetulnya bisa hidup santai, main golf sekenyangnya setiap hari jika ia mau. Harta lebih dari cukup dan prestasi telah banyak ditorehkan. Tapi ia memilih tetap berkeringat.Ia bahkan tancap gas membesarkan Grup Triputra dan menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan sosial. ”Kalau saya malas-malasan, itu sama saja dengan tidak bersyukur” ujarnya. Di masa kini, teramat mubazir jika hidup dijalani ala pensiunan ”tempoe doeloe” Melalui bisnisnya ia bisa menyediakan lapangan kerja bagi ribuan orang. Sementara melalui yayasan-yayasannya, ia bisa memberikan bantuan sosial kepada orang-orang yang membutuhkan serta memajukan dunia pendidikan nasional”. Tokoh-tokoh itu menyadari bahwa kesuksesan adalah sebuah proses tiada henti. Kesuksesan masa lalu, seberapa pun besarnya, tak lebih dari sekedar jejak. Jejak yang harus ditinggalkan agar tak menyurutkan langkah berikutnya.” Buku Pembelajaran T.P. Rachmat tulisan Ekuslie Goestandi dan Yusi Pareanom itu rasanya tak banyak arti jika saya hanya memahaminya sendiri. ”Jadi biarpun kita belum sukses, kita sudah harus menyiapkannya dari sekarang ya!” ”Pantesan para pengusaha itu juga lebih suka menikmati masa pensiunnya dengan bekerja!” ”Bagi kita yang memaknai dari ajaran Islam adalah bahwa sejatinya hidup itu adalah untuk beribadah kepadaNya. Jadi inilah aplikasi ibadah yang sebenarnya. Ini lebih detail dibandingkan sebuah kata ”menjadi manusia bermanfaat”” ”Ya buat kita, ini bisa buat suntikan semangat. Lha wong orang yang sukses saja melihat pencapaiannya sebagai jejak saja, apalagi kita yang baru merangkak? Kita baru memulai berarti nih....Hayo jangan malas!” Demikian kesimpulan demi kesimpulan kami tarik, saling sahut dan akhirnya saling menyemangati. Perjalanan diwarnai dengan suasana yang sangat menyenangkan tentunya. Tahun depan, Pak EA berencana membentangkan sayap usahanya di Malang, kota kelahirannya. Usaha itu telah dirintisnya dari sekarang. Master plan telah dibuat, dan berbagai persiapan telah dimulai. Ia terlihat begitu antusias untuk berkontribusi pada pengembangan potensi wisata daerahnya. Saya sangat yakin, dengan potensi keahlian yang dimiliki, dan semangat juang yang terus mengalir dalam nafasnya, ia kan meraih sebuah kesuksesan di depan sana. Meski kesuksesan hanyalah sebuah jejak yang kan terus ditinggalkan, namun detik demi detik yang terisi dengan segala bentuk perjuangan untuk menggapai ridhoNya adalah hal lain yang tak tertukar nilainya. Semoga Allah mengijinkan kita semua untuk dapat mengisi hidup dengan segala hal yang bermanfaat bagi diri, keluarga, dan orang lain. Amien YRA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun