Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Merokok Membunuhmu ; Peringatan atau Olok-olok Belaka?

3 Maret 2014   01:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saking banyaknya reklame di jalan sampai-sampai saya sering melewatkan membacanya. Dan baru ‘ngeh’ ada revisi iklan rokok dari peringatan yang ditulis kecil dan panjang kalimatnya menjadi kalimat pendek  ; MEROKOK MEMBUNUHMU.

Saya hanya tersenyum membacanya. Perusahaan rokok juga sudah tahu persis bahwa peringatan setajam silet pun sudah tidak akan berpengaruh pada penurunan jumlah konsumennya. Bahkan saya kok jadi merasa perubahan iklan itu terbaca sebagai OLOK-OLOK saja. Seakan mereka akan bilang : “Noh, sudah terpampang jelas-jelas bahaya merokok. Kalau memang mereka menikmati racun itu mau apa Lu?”

Fatwa haram pun tidak terlalu mempan sebagai rem bagi penikmat rokok. Bahkan seorang sahabat yang amat meyakini bahwa merokok itu HARAM pun masih sulit meninggalkannya. Dia berujar “Tenang aja, ini hanya untuk menemani kesendirianku saja. Juga menghargai lingkungan dimana aku berada yang sebagian besar adalah perokok. Suatu ketika, pasti aku akan meninggalkannya.”

Pengalaman lain juga dikisahkan sahabat saya yang adalah mahasiswa IPB. “Dulu saya sama sekali tidak merokok. Saat SMA, banyak teman-teman yang main ke kost-an, dan minta diajari pelajaran Kimia. Lalu dengan sengaja, mereka meninggalkan sebungkus rokok untuk ‘menjadi imbalan’ nya.

Awalnya, aku tak pernah menyentuh benda itu. Hingga di suatu malam, di saat hujan deras dan rasa sepi tiba-tiba menghampiri, aku ‘iseng’ membuka bungkusan itu. Kusulut sebatang, dan kucoba hisap dengan meniru cara teman-teman. Awalnya aku batuk-batuk, bahkan mau muntah. Tapi rasa penasaran membuatku mengulangi hisapan berikutnya. Dan entah bagaimana ceritanya, aku mulai terbiasa. Meski demikian, hampir seluruh rokok yang kuhisap adalah pemberian/hadiah teman-teman dari imbal balik memberi les mata pelajaran. Praktis rokok itu kudapatkan secara gratisan.

Ketika memasuki bangku kuliah, tak ada lagi gratisan rokok. Tak ada subsidi. Dan aku harus bisa mengatur keuangan seketat mungkin karena uang saku dari orang tuaku sangat pas-pasan. Itu pun aku masih memutar otak untuk mencari peluang bisnis kecil-kecilan agar bisa sedikit meringankan beban mereka di desa. Sejak itulah aku bertekad untuk berhenti merokok. Dan aku bersyukur, karena tanpa rokok, aku merasa lebih sehat. Mulutku tetap segar. Bibir tidak hitam terbakar. Gigi tetap putih cemerlang. Dan terlebih, satu dari sekian yang hal yang mendatangkan kemudhorotan telah sempurna kutinggalkan. Ada rasa bahagia yang tak terbayar.”

Aku tersenyum mengingat kisah tersebut. Termasuk ketika suami pulang kerja, dan tergopoh-gopoh ke kamar mandi. Aku tanya : “Emang kenapa sih lari-larian ke kamar mandi? Tumben banget…”

“Tadi meeting di kantor teman. Semuanya merokok, jadi seluruh badanku terasa bau rokok. Dan agak pening jadinya kepalaku Bu….” Jawabnya sambil berlalu.

“Oh oke oke, Baiklah Tuan..sebentar lagi secangkir bandrek akan tersaji  di hadapan… Jadi kau akan baik-baik saja…” komentarku sambil tertawa dan menyiapkan secangkir bandrek panas. Minuman yang terbuat dari campuran aneka rempah, jahe dan susu itu akan menghangatkan tubuh dan menyegarkan.

Diam-diam saya bersyukur karena tempat kami bernaung memang ala kadarnya. Bukan istana megah yang tinggi menjulang dengan kerlap kerlip lampu hias kristal nan mahal. Namun udara segar tanpa asap rokok menjadikan kami lebih nyaman. Tentu kami menyediakan asbak untuk tamu yang merokok. Tapi maaf ; ruangan beranda kami hingga dapur sekalipun memang ruang bebas asap rokok. Siapa pun sahabat perokok, harus maklum jika ditempatkan di halaman :D

Haram dan halal memang tak ada hukuman di dunia ini. Tapi bagi Anda yang percaya bahwa sebaiknya hal yang kurang baik ditinggalkan dan dijauhi, Anda pasti tahu apa yang harus dilakukan terhitung hari ini, bukan nanti. Karena salah satu pertanyaan yang harus kau jawab nanti adalah ; Apakah benar seluruh makanan dan minuman yang masuk ke tubuh yang Kupinjamkan adalah HALAL? Seberapa peduli engkau dengan apa yang Kuperintahkan?
Mari bersiap untuk menjawabnya ketika hari itu tiba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun