Ini bisa bermacam-macam reaksinya. Ada yang sepanjang hidup akan dihabiskan untuk mencari pengganti yang sama dan hampir serupa dengan ia yang telah pergi. Ada yang kemudian membenci dan taka da tempat lagi untuk bisa mempercayai orang lain karena rasa tertipu yang begitu dalam membekas di hati.
3. Kurang Bersosialisasi
Sosialisasi ini bisa amat luas penjabarannya. Entah di lingkungan rumah, di sekolah, di bangku kuliah, atau pun di tempat kerja. Orang Jawa memiliki istilah ‘witing trisno jalaran soko kulino – cinta karena terbiasa’. Dan di lingkungan itulah di kemudian hari mereka menemukan seseorang yang akhirnya menjadi pendamping hidupnya.
Proteksi diri atau orang tua yang berlebihan dalam pergaulan pun akan membatasi ruang interaksi seseorang. Seringkali sepasang manusia akhirnya dipersatukan dalam jalinan suci pernikahan hanya sebab hal-hal sederhana. Ketika seseorang pria terkagum-kagum melihat seorang gadis memiliki kepandaian memasak, begitu santun pada orang-orang tua di sekitarnya. Atau seorang gadis jatuh hati melihat seorang sahabat prianya selalu menunaikan shalat 5 waktu berjamaah di masjid, atau memiliki kederet ‘tipe pria idaman’ versi dirinya.
Kadang memang cinta datang tanpa disangka-sangka. Sahabat yang semakin lama semakin terasa dekat di hati dan diam-diam berharap kelak diperkenankanNya berjalan beriringan menempuh kehidupan masa depan.
Maka, bersosialiasi sebenarnya tidak hanya menempa seseorang menjadi pemberani, percaya diri, toleran, berjiwa pemimpin, dan seterusnya. Tetapi juga menjadi salah satu alasan untuk kelak mendapatkan jodoh dengan sebaik-baik pengamatan.
4. Target terlalu tinggi
Setiap lajang baik pria mau pun wanita pasti memiliki segudang target ataupun kriteria jodoh yang diharapkan. Umumnya tidak sekadar menyangkut fisik, tapi ‘inner beauty’ / kecantikan dari dalam pun menjadi pertimbangan besar.
Para wanita menghendaki pria yang mampu menjadi pemimpin yang bertanggungjawab selain kesetiaan yang tak diragukan pula. Demikian pun para pria menghendaki wanita yang kelak mampu menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya. Selain menjadi peneduh di terik hari yang kan dilewati.
Dari sekian panjang daftar yang dipegang setiap kita, pasti tidak akan seluruhnya sempurna ada. Sebagaimana tidak sempurnanya kita sesungguhnya. Namun seringkali seseorang kurang menyadari hal itu. Ibarat dia di mata sesama saja dapat nilainya C saja. Tapi dia menghendaki pria pendamping bernilai A atau B. Jika dia menyadari, mungkin dia harus bersegera berbenah diri untuk naik grade berikutnya. Atau turunkan standard jika ia merasa tak mampu menjangkaunya.
5. Misi Besar Sebuah Pernikahan