Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sekeping Cerita tentang Surau Kami

30 Maret 2014   13:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:17 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kesekian kali,
Ijinkan kuhamparkan kembali satu kisah di hari lalu,
Biarkan serupa kaset usang,
Moga tak kusut dan menyusut oleh jaman,
Duduklah anakku, tetap takzimlah di situ,
Hikmati rinai kasih yang menghujanimu selalu
Agar pada pergantian waktu,
Ada satu dua hal yang kan terus kubawa serta
Untuk kusiapkan bak mutiara manikam bagimu,
titipan pemilik semesta untukku

Ketika itu pertukaran musim masih amat dipedulikan,
Kaki-kaki kecil kami melintasi jembatan bambu yang melintang,
Tak sedemikian kokoh memang, namun cukuplah ia mampu menopang,
Di atas sungai kecil sumber kehidupan.
Menuju surau serupa bilik tua di kejauhan,

Bergegas kami menembus pekat malam,
Bawa sekeranjang benih ilmu yang terselip di setiap kalam,
Duduk di di sebidang anyaman tikar pandan
Takzim menyimak kisah para nabi dan mukjizat-mukjizat Tuhan,
Terbata-bata mengeja ‘A-Ba-Ta-Tsa’ dengan bimbingan para guru nan sabar,
Melantunkan shalawat memecah sunyi mencipta kehangatan,
Menyalakan lentera hati dengan sebulat tekad tuk bekal di hari depan.

Jalan setapak kami berpagar belukar dan ilalang,
Suara jengkerik terdengar nyaring seolah melantunkan kidung penghiburan
Hujan lebat telah menguji kami dengan basah kuyup seluruh badan,
Namun aroma kecintaan, telah menumbuhkan suka cita ringankan beban,
Ya, sungguh. Merekalah saksi semesta betapa perjuangan telah mulai digulirkan,
Perlahan menanam kesadaran, betapa bekal ilmu itulah sebaik-baik pegangan.
Selalu ada jalan berliku tuk mencapai kebahagiaan yang Dia tawarkan,

Kini kau tahu,
Betapa perputaran roda jaman telah menempatkanmu di atas kemudahan,
Jalan menujuNya amat lebar, berhias lampu yang berpijar terang benderang
Hidangan ilmu sekadar menunggu mulutmu terbuka
dan mengenyamnya dengan kesungguhan,
Dunia kini telah menyusut, hingga tergenggam oleh telapak tangan kecilmu,
Hanya diperlukan kesediaanmu membuka diri tuk mengusir kemalasan,
Hanya dibutuhkan tekadmu tuk mengisi hidup dengan karunia yang Dia tebarkan,

Hanya kekuatan pribadimu yang kan mampu menolongmu,
Membangun imaji terindah pada setiap kalam yang terlantun di pagi dan petang,
Memahat harapan terbaik pada setiap sujud panjang di hening malam,
Membuat sketsa termanis atas akhir masa yang semoga Dia mungkinkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun