Pemilihan Umum ( Pemilu ) hingga detik ini masih memiliki sifat Luber ( Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia). Namun sah-sah saja jika seseorang tidak lagi merahasiakan siapa yang menjadi pilihan hatinya. Baik itu partai yang menurutnya cukup mewakili aspirasinya sebagai rakyat, ataupun tokoh yang dianggap mampu menjadi pemimpin negerinya. Meski saya yakin siapa pun partai yang dipilih tetap terselip sejumlah catatan tentangnya.
Demikian pun presiden yang diharapkan menjadi pemimpin bangsa. Setiap kita boleh mendukung calonnya masing-masing, dengan rahasia, atau pun secara terang-terangan.
Di tengah eforia banyak pihak yang menyambut gegap gempita Jokowi sebagai Presiden RI ke 6, diam-diam saya masih menyimpan harapan. Semoga masih ada jalan terbuka bagi Dahlan Iskan untuk menjadi Presiden, meski yang bersangkutan sendiri saya yakin tidak ‘ngotot’ untuk itu.
Saya mengenal profil Dahlan Iskan tepatnya di tahun 2008. Ketika itu, saya membeli buku Ganti Hati. Dengan membaca buku itu, saya bisa melihat pikiran-pikiran pria yang lahir sebagai anak miskin di desa Magetan, 17 Agustus 1951 tersebut. Sungguh, buku itu telah menularkan energi yang sangat positif. Apa yang dilakukannya sebagai anak manusia dalam membalikkan nasib hidup itu telah membuktikan sebuah firmanNya ; “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka – QS 13 : 11”
Setelah nasib menjadi anak miskin berubah 180% menjadi CEO surat kabar Jawa Pos, ia juga diperkenankanNya untuk memperpanjang usia melalui operasi transplantasi hati di Tiongkok, Cina. Semboyan hidupnya ‘miskin bermartabat, kaya bermanfaat” pun amat menginspirasi.
Dari situ saya menjadi tertarik mengetahui lebih jauh seputar Dahlan Iskan. Menurut saya, mengenal sesosok tokoh dengan pikiran-pikirannya, seperti memunguti butir mutiara yang tercecer di jalan raya. Siapa pun boleh melakukan, hanya harus menggunakan akal pikiran seutuhnya, agar tidak terjerumus dengan mengkultuskannya.
Salah satu buku yang amat menarik yang menulis tentang DI adalah mantan staf DI sendiri ; Siti Nasyi’ah yang akrab dipanggil Ita dengan judul Dahlan juga Manusia. Judul yang mungkin terkesan sedikit beraroma negatif dalam arti mengangkat sisi kemanusiaan dengan membedah kekurangan dan kelebihannya itu ternyata makin mengokohkan hal positif tentangnya. Di buku tersebut, kita dapat turut merasakan karakter DI yang tegas, jiwa kepemimpinan yang sangat kental, meski memang kadang terkesan nyleneh.
Misal ketika setidaknya dua kali Ita pernah diminta mencarikan mobil mercy Pak Bos-nya, tanpa diberi tahu dimana mobil itu diparkir. Dahlan meninggalkan begitu saja mobilnya di parkiran hotel dan di tepi jalan ketika ada sesuatu hal yang lebih urgen yang harus dikejarnya. Dan jika ia memberi perintah yang terdengar ‘konyol’ itu, ternyata juga sekaligus menguji seberapa cerdas anak buahnya dalam menemukan solusi. Sebuah pelajaran yang menjadi kenangan lucu, menarik dan tak kan terlupa oleh sang anak buah, hingga ia meniti karier di perusahaan lain di kemudian hari.
Berikutnya, saya banyak mengikuti pikiran-pikiran DI dengan membaca Manufacturing Hope di http://dahlaniskan.wordpress.com/ yang tayang setiap Senin setiap pekan.
Dari mulai ditunjuknya beliau sebagai Dirut PLN hingga ‘terpaksa’ menjadi BUMN meski hatinya masih dipenuhi semangat membenahi ‘pabrik listrik’ negara itu.
Harapan. Betapa harapan memang adalah salah satu faktor terpenting yang wajib dimiliki manusia untuk melakukan perubahan. Dan Manufacuturing Hope ( MH) yang kini telah mencapai angka MH 120 ini saya maknai sebagai nutrisi yang disebarkan oleh seorang pemimpin negeri. Komunikasi dalam bentuk tulisan atas apa yang dilakukan, dan berita-berita baik serta berbagai hal yang menerbitkan sebuah harapan terhadap Indonesia yang lebih baik adalah salah satu terobosan komunikasi vertical dan horizontal terbaik yang pernah ada. Saya jadi berpikir ; semestinya setiap pemimpin mampu melakukan bentuk komunikasi serupa. Benar bahwa DI mampu menuangkan inspirasi dan motivasi dalam tulisan segar tak lepas dari awal karirnya sebagai wartawan. Namun tanpa kemauan yang keras untuk disiplin menuliskan laporan perjalanan, tidak mungkin MH dapat ditayangkan. Pun dengan kemauan yang sama kerasnya, tak perlu berlatar belakang wartawan untuk mampu membuat catatan kecil tentang apa yang dilakukan oleh para pemimpin. Hal ini bisa multi fungsi ; sebagai salah satu komunikasi dan amanah yang dilimpahkan di pundaknya, juga yang lebih penting dari itu adalah menggandakan inspirasi dan motivasi, dengan mencipta harapan demi harapan sebagai sumber energi.