Alhamdulillah, dompet dan smartphone kembali pada pemiliknya. Pastilah karena kehendakNya, harta musyafir itu terlindungi dari ulah kejahatan manusia.
Sungguh mengagetkan, ketika diketahui, maling itu bernama Yusuf. Mengenaskan, nama seindah nabi yang menjadi tauladan kemuliaan bagi umat-umat di muka bumi hingga lintas jaman itu terperangkap di sebuah tubuh anak manusia yang memilih jalan sesat dalam mendapatkan rizki. Bahkan ketika manusia lain tengah berkhidmat mencari simpatiNya mengharap limpahan berkah karunia di sepanjang hari yang berjalan dengan menepiskan rasa malas dan menyingkirkan pelukan mimpi dini hari, ia bertindak sebaliknya. Menghitung-hitung detik, mencari kesempatan untuk mengambil harta yang bukan miliknya.
Maling, konon berasal dari kata mal = harta dan ling = eling ; harta orang lain yang dieling-eling ( diingat-ingat untuk kemudian ingin dimiliki dengan cara yang tidak benar). Jika bukan karena miskin ilmu, pastilah benar adanya, bahwa miskin harta itu seringkali menjerumuskan manusia pada kekufuran, kezaliman. Meski pasti masih banyak juga yang menganut paham boleh miskin harta, tapi tetap kaya jiwa sehingga menjaga martabat diri di mata manusia, terlebih Tuhannya.
Pencuri itu lalu diikat di tiang basket lapangan kami. Dan dari handphone miliknya, diketahuilah nama-nama teman-temannya. Salah satu teman dekatnya adalah Raihan. Astaghfirullah, lagi-lagi nama indah yang menjadi komplotan si maling ini.
Oleh Pak Satpam, Raihan diminta menjemput rekannya. Tentu setelah diberi sangsi dengan diborgol, berjemur di lapangan dari Subuh hingga jam 9-an. Kabarnya sempat diguyur dengan air kran untuk menimbulkan efek jera.
Saat saya ke TKP, Yusuf - si maling ini sedang makan nasi bungkus pemberian Bapak-Bapak yang menyandera mereka. Dengan tangan terikat, ia lahap menghabiskan santapannya. Saya bergidik nyeri melihatnya. Ada rasa iba melihat sesosok manusia memilih jalan hina dina dalam hidupnya. Jika ada rasa marah mengingat kelakuannya yang entah sudah berapa kali menelan korban karena kabarnya mencuri sudah menjadi profesi hariannya, saya memilih menyingkirkannya.
Sesungguhnya bagi yang korban yang kehilangan lebih beruntung ditinjau dari sisi lain. Pertama, ia pasti seorang yang lebih berada dan berkelimpahan rizki dibanding si pencuri. Setidaknya sekadar urusan makan dan hidup bukan masalah yang berarti. Terlebih, secara pribadi, ia pastilah pribadi yang lebih mulia. Sebagian harta yang terlepas dari tangan jika diikhlaskan sebagai sebuah penerimaan atas takdir, cobaan, teguran, ataupun semua refleksi yang hanya akan membangun diri, pastilah akan menambah point reward di mata penciptanya.
Yusuf, sebuah nama indah yang disematkan oleh orang tuanya, kini tengah tersesat di kehidupan yang suram. Semoga sebagai pengingat bagi siapa pun orang tua di muka bumi ini, untuk menyempurnakan ikhtiar selain dengan pemberian nama yang baik, terlebih juga doa-doa terbaik selama ia berada di dalam kandungan ibunya hingga terlahir di dunia. Dilanjutkan dengan tanggungjawab berikutnya, memberi bekal pendidikan ahlak yang baik bagi tunas yang tumbuh di keluarganya. Semoga dengan kecukupan bekal pendidikan, si buah hati kelak akan tumbuh menjadi manusia-manusia berguna, seindah doa yang terpahat pada namanya.
Mungkin karena nama nabi yang tersesat di tubuh pencuri itu pula saya reflek berujar pada putri kami : “Nak, semoga hari ini menjadi hari terakhirnya berbuat kejahatan sebagai pencuri. Semoga dengan tertangkap tangan seperti ini, dia menjadi jera, dan kembali menjadi manusia yang baik seperti sediakala. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Amien YRA”
Kejadian hari ini pun menyisakan pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa jangan berharap hanya ada orang baik dan berniat baik yang berada di masjid. Bisa ini menjadi tempat empuk bagi para pencuri untuk melakukan aksinya. Maka, waspada di setiap tempat adalah sebuah hal yang harus kita lakukan dari waktu ke waktu. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga harta dan apa yang sampai di tangan kita. Ya, karena dengan harta itulah bekal manusia untuk beribadah di bumiNya.