BPS (Badan Pusat Statistik) baru saja merilis data yang sangat mengejutkan. Dalam data tersebut disebutkan neraca perdagangan dalam negeri yang tercatat defisit 8,57 miliar dollar AS. Angka tersebut dikatakan sebagai defisit neraca perdagangan Indonesia yang terbesar sepanjang sejarah.
Data BPS tersebut membongkar betapa bobroknya perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia sama sekali tidak memiliki kekuatan, hanya bergantung pada aliran modal asing yang bergerak di pasar keuangan RI. Neraca ekspor dan impor begitu timpang. Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah bahkan mengatakan, Indonesia adalah dengan perkonomian yang rentan. Bukan tidak mungkin perekonomian akan mengalami turbulensi suatu hari nanti, ketika arus modal asing menarik uangnya keluar dari pasar keuangan RI.
Selain faktor pasar keuangan yang didominasi asing, angka impor yang tumbuh lebih cepat jika dibandingkan laju ekspor jaga adalah biang keladi neraca perdagangan mengalami defisit terburuk. Misalnya saja pada November, laju ekspor sebesar USD 14,38 miliar, turun 6,69 persen dibandingkan bulan lalu. Angka ini juga turun 3,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Impor energi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan neraca perdagangan kita jeblok. Impor migas sudah mengalami defisit USD 1,46 miliar sejak Januari hingga November 2018. Pemerintah jelas harus mampu memutar otak mencari solusi alternatif menyikapi energi ini. Jelas fakta itu menunjukan apa yang disuarakan oleh pak Prabowo mengenai kelangkaan energi pada tahun-tahun mendatang adalah masuk akal, sebab sekarang saja kita sudah mengalami defisit energi. Kelangkaan pasti menghantui dunia energi kita.
Komoditas pangan pun tidak kalah buruk dari energi, ucapan presiden yang secara optimis akan mampu berswasemba dalam tiga tahun tak kunjung kelihatan hasilnya, yang ada malah produk pangan Indonesia dibanjiri oleh komoditas ekspor, terutama dari negara China. China sangat kuat mendominasi pangsa impor Indonesia sebesar USD 40,8 miliar atau tumbuh 28,07 persen, disusul oleh Jepang sebesar USD 16,6 miliar atau tumbuh 11,41 persen. Kemudian, disusul oleh Thailand sebesar USD 10,09 miliar atau 6,94 persen, Singapura sebesar USD 8,89 miliar atau 6,11 persen, serta Amerika Serikat (AS) sebesar USD 8,39 miliar atau 5,76 persen.
Perekonomian Indonesia kali ini sudah terlanjur mersosot, jawaban perbaikan ekonomi hanya bisa ditentukan setelah 17 April 2019.
Â
Sumber: