Di sini terlihat jelas bahwa motivasi kemenaker mencabut moratorium TKI lebih bersifat ekonomis.
Apalagi penyaluran dilakukan menggunakan satu kanal saja, dimana Kemenaker sebagai regulator dapat secara kolutif menunjuk perusahaan penyalur TKI.
Kebijakan satu kanal justru akan menghilangkan aspek transparansi dan kompetisi, sehingga akan menciptakan monopoli yang dilahirkan oleh pemerintah.
Kita bisa berkaca pada problem BNP2TKI, Lembaga tersebut banyak tersandung masalah dalam persoalan penempatan TKI dan absennya lembaga tersebut dalam melindungi hak-hak tenaga kerja yang mereka salurkan. Jangan sampai kebijakan ini justru mengulang kesalahan yang sama.
Bagi pemerintah Arab Saudi kebijakan ini berdampak positif, sebab negaranya tidak akan dibanjiri dengan orang-orang yang bermukim di negaranya secara ilegal, juga dengan mudah membeli hamba-hamba sahaya yang dapat dipekerjakan secara murah.
Tapi bagi pemerintah Indonesia, jelas hal ini adalah suatu yang memalukan.
Jangankan membangun lapangan kerja yang cukup, mengatur tenaga kerjanya saja pemerintah Indonesia tak sanggup.
Pemerintahan Jokowi lebih peduli pada tenaga kerja China bekerja di Indonesia dan di sisi lain tenaga kerja Indonesia justru dikirim ke Arab Saudi sebagai "budak" di era modern.
Selain itu aroma politis juga tercium pekat dalam keputusan TKI Satu Kanal ke Arab Saudi.
Sebagaimana yang kita ketahui Kemenaker dalam formasinya banyak diisi oleh orang-orang dekat pemerintah dan partai pendukung, sebut saja PKB dan PPP.
Juga sangat dekat dengan ormas terbesar yang saat ini pemimpinnya dipinang pemerintah untuk dijadikan wakil yaitu PBNU.