Jika yang kawin orang Katolik atau Protestan, oleh seorang imam/pendeta dikawinkan secara Kristen. Acara ini biasanya diadakan di gereja atau dibilik rumah pengantin perempuan.
Biasanya acara perkawinan ini diawali dengan pemberkatan secara Kristen, setelah itu menyusul acara adat. Jika diadakan di rumah mempelai, maka acara diadakan secara bersama-sama.
Untuk menghormati tuan rumah dan adat setempat kerapkali imam mengajak salah seorang tetua adat bersamanya untuk mengawinkan calon pengantin. Dalam acara ini terjadi pertemuan yang harmonis antara ajaran Kristen dan adat yang dipandang berasal dari ajaran nenek moyang.
Menjejenang pakaian adalah upacara penyerahan suatu barang yang bersifat seremonial. Ada pun barang-barang yang diberikan dalam adat ini antara lain gong atau tawak, kalung manik, kain tenunan, emas dan perak (berupa uang logam Belanda).
Salah satu jenis barang-barang tersebut diberikan dari orang tua laki-laki kepada orang tua pengantin perempuan.
Penyerahan barang ini didahului dengan penjelasan secara singkat mengenai pertemuan anak mereka dan ditegaskan kembali berbagai kesepakatan pada tahap paloa' yang dikukuhkan oleh tetua adat yang hadir pada saat paloa' itu.
Sebagai akhir dari prosesi upacara ini, tetua adat yang memimpin menguncapkan mantera 'doa' sambil menaburkan beras kuning pada kedua mempelai:
"Sa' dua, tiga, mpat, lima, nam, tujuh! Nema nuan: berau budi, berau kala, berau ica, berau kala, berau jama, berau kala, berau suah berau udah... Nuan beras pantas, beras awas, beras pantas beras tumas. Nti' adai urang ngau alau, ngau mpangau tai' ka' ngemara' ka' ngeruga', tai nyuayak, tai' ngererak... ya' tingang nuan sengiang beras, pampas juata mas, tingang sengiang padi, pampas juata sigi. Isa' urang tu-e idup nyamai, umur panyai pemakai adai".
Artinya: "satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh! Karena kamu: beras berbudi, beras berbakti, beras dimakan... beras pantas, beras awas, beras jatuh, beras tembus. Kalau ada orang, dengan guna-guna, dengan racun, mau menyetubuhi, yang menceraikan, yang memisahkan... dia ditimpa hantu beras, hambur beras emas, ditimpa hantu padi, hambur beras sigi. Supaya orang tua hidup nyaman, umur panjang, makanan cukup rezeki kalian melimpah-limpah."
Setelah membaca 'doa' tetua adat memberikan nasihat atau petuah kepada kedua mempelai yang akan mengarungi samudra rumah tangga. Menurut Singa Djumin bunyi nasihat tersebut sebagai berikut:
"Kedua mempelai, pada saat ini kalian telah dipersatukan oleh Jubata secara adat, yang disaksikan oleh tamu undangan, kerabat dan keluarga kalian masing-masing. Dengan demikian, mempelai laki-laki saat ini bukan lagi bujakng, tetapi telah bertanggung jawab atas istrinya selaku suami. Demikian pula si perempuan pada saat ini bukan lagi dara, teteapi telah menjadi ibu rumah tangga yang patuh dan mendampingi suaminya dalam menjalankan roda kehidupan rumah tangga. Kalian harus ingat pesan-pesan picara/tetoa adat".